Skripsi Ekonomi BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1.   Analisis Eksposur Akuntansi

2.1.1. Pengertian Analisis Eksposur Akuntansi

Menurut Alan M. Rugman, Donal J. Lecraw dan Laurence D. Boot, dalam bukunya “Bisnis Internasional” analisis eksposur akuntansi didefinisikan sebagai berikut :
“Analisis eksposur akuntansi adalah analisis yang mengukur bagaimana perubahan nilai tukar suatu mata uang asing menghasilkan kerugian atau keuntungan pada penerjemahan dalam laporan keuangan suatu perusahaan”.
(252;1993)              

Menurut  Mudrajat Kuncoro, dalam bukunya “Manajeman Keuangan Internasional”, analisis eksposur akuntansi didefinisikan sebagai berikut :
“Analisis eksposur akuntansi  ( accounting / translation exposure ) adalah analisis yang mengukur seberapa jauh laporan keuangan konsolidasi  dari suatu perusahaan dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valuta asing”.
(279;1996)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis eksposur akuntansi adalah analisis yang mengukur seberapa jauh perubahan nilai kurs mata uang asing mempengaruhi laporan keuangan konsolidasi mengakibatkan kerugian atau keuntungan bagi perusahaan. Eksposur ini muncul karena adanya kebutuhan untuk mengkonversi laporan keuangan dari operasi perusahaan di luar negeri  yang menggunakan mata uang lokal ke dalam mata uang negara asal untuk tujuan konsolidasi dan pelaporan. Laporan keuangan konsolidasi umumnya digunakan oleh manajemen perusahaan untuk menilai kinerja perusahaan afiliasi di luar negeri. Bila kurs berubah sejak periode pelaporan sebelumnya, maka translation atau penilaian ulang atas aset, utang, penerimaan, biaya, laba dan rugi yang didominasi dalam valas akan menyebabkan laba / rugi valas ( foreign exchange gain or losses ). Kemungkinan laba / rugi valas ini diukur oleh angka eksposur akuntansi.

2.1.2. Metode Konversi Mata Uang Asing Dalam Analisis Eksposur Akuntansi
Dalam menganalisis eksposur akuntansi, maka diperlukan pendekatan-pendekatan berupa metode-metode konversi mata uang asing. Metode konversi mata uang asing dalam analisis eksposur akuntansi terdiri dari 4 metode, yaitu :
a.     Metode Current / NonCurrent
Metode ini merupakan metode yang paling tua diantara metode konversi mata uang. Dengan metode ini, semua asset dan kewajiban lancar dari cabang-cabang perusahaan dikonversikan dalam mata uang negara asal dengan kurs saat ini, yaitu pada saat neraca disusun. Sedangkan aset dan kewajiban yang tidak lancar dikonversikan pada kurs historis, yaitu kurs pada saat aset diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh karena itu, cabang perusahaan di luar negeri yang memiliki modal kerja yang dinilai positif dalam mata uang lokal akan meningkatkan resiko rugi (translation loss) akibat devaluasi dengan metode current / noncurrent. Sebaliknya bila modal kerja ternyata negatif dalam mata uang lokal berarti terdapat keuntungan ( translation gain ) akibat revaluasi dengan metode tersebut.
b.     Metode Monetary / Non monetary
Aset moneter ( terutama kas, surat berharga, piutang jangka pendek dan piutang jangka panjang ) dan kewajiban moneter ( terutama utang lancar dan utang jangka panjang ) dikonversi pada kurs saat ini. Sedang pos-pos moneter, seperti stok barang, aset tetap dan investasi jangka panjang, dikonversi pada kurs historis.
Pos-pos dalam Laporan Rugi / Laba dikonversi pada kurs rata-rata pada periode tersebut, kecuali untuk pos penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan aset  dan kewajiban nonmoneter. Biaya depresiasi dan biaya penjualan dikonversi pada kurs yang sama dengan pos dalam neraca. Akibatnya, biaya penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs yang berlainan dengan kurs yang digunakan untuk mengkonversi penjualan.



c.    Metode Temporal
Metode ini merupakan modifikasi dari metode moneter / nonmoneter. Perbedaannya, dalam metode moneter / nonmoneter, persediaan  (inventory) selalu dikonversi dengan kurs historis. Sedang dalam metode temporal, persediaan umumnya dikonversi dengan kurs historis, namun bisa saja dikonversi dengan kurs saat ini apabila persediaan tersebut dicatat dalam neraca dengan nilai pasarnya. Secara teoritis, metode temporal lebih menekankan pada evaluasi biaya ( historis ataukah pasar ).
Pos-pos dalam laporan  rugi-laba umumnya dikonversi dengan kurs rata-rata pada periode pelaporan. Sedangkan biaya penjualan, cicilan utang dan depresiasi yang berkaitan dengan pos-pos dalam neraca dengan kurs historis  ( harga di masa lalu ).
d.    Metode Current Rate
Metode ini merupakan metode yang paling gampang karena semua pos neraca dan rugi-laba dikonversi dengan kurs saat ini. Metode ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntansi Inggris, Skotlandia dan Wales. Secara luas digunakan oleh perusahaan-perusahaan Inggris. Dengan metode ini, bila aset yang didenominasi dalam valas melebihi kewajiban dalam valas, suatu devaluasi akan menghasilkan kerugian.
Variasi dari model ini adalah mengkonversi semua aset dan kewajiban, kecuali aset tetap bersih yang dinyatakan dengan kurs saat ini.

2.1.3.   Pentingnya Mengukur Eksposur Akuntansi
Perusahaan transnasional yang tidak perduli dengan eksposur akuntansi umumnya berpendapat bahwa pendapatan yang diperoleh oleh cabang-cabang perusahaan tidak perlu dikonversi dalam mata uang perusahaan induknya. Ini diakibatkan karena mereka tidak yakin eksposur akuntansi relevan. Kendati demikian, agaknya perlu dipahami apa yang mempengaruhi derajat eksposur perusahaan terhadap kemungkinan laba/rugi karena konversi laporan keuangan. Besar kecilnya eksposur akuntansi tergantung dari :
Pertama, seberapa jauh peranan cabang-cabang perusahaan di luar negeri. Semakin besar persentase bisnis perusahaan yang dilakukan oleh cabang di luar negeri, semakin besar persentase pos-pos  laporan keuangan yang mudah terpengaruh eksposur akuntansi.
Kedua, lokasi cabang-cabang perusahaan di luar negeri. Ini diakibatkan karena pos-pos laporan keuangan setiap cabang biasanya dinyatakan  dalam mata uang lokal di negara tersebut.
Ketiga, standar akuntansi yang dipergunakan. Setiap negara umumnya mempunyai standar akuntansi yang sudah baku, yang amat bervariasi antar negara. Di Indonesia sistem standar ini ditetapkan oleh Standar Akuntansi Keuangan ( SAK).



2.1.4.   Mengantisipasi  Eksposur Akuntansi
Manajemen atas eksposur akuntansi berpusat pada konsep hedging, yaitu dengan menerapkan posisi offsetting currency sedemikian rupa sehingga kerugian ataupun keuntungan pada mata uang awal yang digunakan dapat secara tepat dihilangkan dengan laba/rugi valas pada mata uang yang digunakan untuk hedging ( currency hedge ). Metode yang dapat digunakan untuk mengantisipasi perubahan kurs ini adalah :
1.    Menyesuaikan aliran dana, yaitu mengubah jumlah atau mata uang      ( atau kombinasi keduanya ) dan rencana aliran kas dari perusahaan induk dan atau dari cabang untuk mengurangi eksposur akuntansi dalam mata uang lokal. Caranya dapat dilakukan lewat :
(a)    Metode langsung, yaitu dengan menyatakan ekspor dalam hard currencies dan impor dinyatakan dalam mata uang lokal, melakukan investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang dinyatakan dalam hard currencies dan mengganti pinjaman dalam hard currencies dengan pinjaman dalam mata uang lokal.
 (b)  Metode tidak langsung, termasuk transfer, leading dan lagging.
2.    Balance sheet hedge, yang memerlukan sejumlah aset dan kewajiban yang sama pada neraca konsolidasi perusahaan. Bila ini dapat dilakukan untuk setiap mata uang asing, eksposur akuntansi bersih akan sama dengan nol. Suatu perubahan kurs akan mengubah nilai exposure assets yang sama namun pada arah yang berlainan dengan perubahan nilai exposed liabilities. Bila perusahaan mengkonversi dengan metode moneter/nonmoneter posisi net exposure yang sama dengan nol disebut monetary balance.
Biaya dari balance sheet hedge tergantung dari biaya peminjaman relatifnya. Bila biaya peminjaman valas, setelah disesuaikan dengan risiko valas, lebih tinggi dibanding biaya peminjaman uang perusahaan induk, balance hedge mengandung biaya yang positif, dan sebaliknya. Dengan demikian , balance sheet hedge merupakan kompromi mengenai bagaimana denominasi rekening neraca diubah, yang mungkin saja dengan biaya yang dinyatakan dalam biaya peminjaman dan efesiensi operasi, agar tercapai tingkat proteksi valas tertentu.

2.2.   Valuta Asing
2.2.1.   Pengertian Valuta Asing
Menurut  Jonny N Wiraatmadja, dalam bukunya “Foreign Exchange” pengertian dari valuta asing adalah sebagai berikut :
 “ Valuta asing adalah mata uang yang dimiliki negara lain dan merupakan alat tukar dan pembayaran yang sah di negara tersebut. Valuta asing akan mempunyai arti apabila dapat diperjualbelikan atau ditukarkan dengan valuta lain tanpa suatu hambatan “.
( 07,1990 )

Didalam PSAK No.10 terdapat pernyataan mengenai Transaksi Dalam Mata Uang Asing yang menjelaskan tentang pengertian dari mata uang asing adalah sebagai berikut :
“ Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan suatu perusahaan. Mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan mata uang “.
( 01,1996 )

Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa valuta asing dapat disebut juga mata uang asing karena keduanya merupakan alat tukar yang sah di negara  mana uang tersebut digunakan dan dapat diperjualbelikan.

2.2.2.   Jenis-jenis Valuta Asing
Valuta  asing dapat digolongkan pada dua jenis nilai tukar, sesuai dengan kemampuan dari nilai tukar masing-masing mata uang di negara mana tempat digunakannya dan disahkannya nilai tukar mata uang tersebut, sedangkan ukuran bagi kuat lemahnya nilai tukar suatu mata uang ditentukan oleh kuat lemahnya perekonomian negara dimana uang sebagai alat tukar yang sah digunakan. Sebagaimana dijelaskan oleh Jonny N Wiraaatmadja , dalam bukunya “ Foreign Exchange yang menjelaskan jenis valuta asing sebagai berikut :
“Ada  dua jenis valuta asing yang dapat diperjualbelikan atau ditukarkan dengan valuta lain :
Hard currencies  adalah mata uang yang dapat diperdagangkan dengan mudah dan setiap orang  mau menerimanya. Biasanya jenis mata uang ini berasal dari negara-negara maju.
Contohnya : USD, DEM, JPY, SGD, SEK, dll.
Soft currencies adalah mata uang yang tidak dapat diperdagangkan dengan mudah. Biasanya jenis mata uang ini berasal dari        negara – negara berkembang.
Contohnya : IDR, dll .”
(07,1990)

Dari kedua penjelasan diatas dapat ditegaskan bahwa nilai tukar berupa uang dapat digolongkan pada dua jenis nilai tukar sesuai dengan pengakuan dari perdagangan antara negara dimana mudah dan sulitnya suatu mata uang diperdagangkan tergantung dari perekomomian negara dimana uang tersebut digunakan dan disahkan.

2.2.3.   Kurs Valuta Asing
Akibat dari aktivitas perusahaan yang menyangkut valuta asing dan transaksi perusahaan yang menggunakan mata uang asing, dalam pelaporan keuangan, perusahaan menggunakan mata uang negaranya masing-masing  maka timbullah apa yang disebut kurs. Sebagaimana dijelaskan dalam Standar Akuntansi Keuangan No.10, dalam pernyataan tentang Transaksi Dalam Mata Uang Asing sebagai berikut :
-       Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang asing.
-       Selisih kurs atau disebut juga exchange difference adalah selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang  pelaporan pada kurs yang berbeda.
-       Kurs penutup adalah nilai tukar spot pada tanggal neraca.
-       Kurs spot ( spot rate ) adalah kurs yang berlaku pada tanggal transaksi.
-       Kurs masa depan ( forward rate ) adalah kurs pertukaran mata uang asing di kemudian hari  yang ditentukan berdasarkan perjanjian .
(  01,1996 )

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang asing yang timbul akibat perbedaan pengakuan nilai tukar  dalam perdagangan antara negara, dimana masing-masing negara melakukan perdagangan, mempunyai alat tukar yang sah. Akan tetapi negara-negara tersebut mempunyai kemampuan perekonomian yang berbeda-beda dimana perekonomian suatu negara menjadi dasar penilaian kuat lemahnya nilai tukar uang suatu negara. Untuk mengantisipasi ketidakpastian penilaian atas nilai tukar dari satu negara dengan negara lainnya, maka ditentukan satu nilai tukar sebagai pedoman dalam perhitungan kuat lemahnya mata uang yaitu $ USD ( Dolar Amerika ). Hal ini disepakati oleh negara-negara di dunia sehubungan dengan penilaian bahwa sampai saat ini negara Amerika Serikat merupakan negara maju yang paling stabil dalam perkembangan perekonomiannya.  

2.2.4.   Jenis Transaksi Valuta Asing
Jenis dari transaksi valuta asing dapat digolongkan berdasarkan waktu dan perjanjian dimana  valuta yang diperjualbelikan akan diserahkan  oleh pihak yang berkepentingan didalamnya. Adapun       jenis-jenis dari transaksi valuta asing dapat digolongkan sebagai berikut :
-       Transaksi Spot adalah transaksi tunai yang hari penyerahan valuta dilakukan dua hari kerja atau 2 x 24 jam hari kerja setelah tanggal valuta dengan nilai tukar yang telah disepakati sebelumnya.
-       Transaksi Forward adalah  transaksi berjangka dengan penyerahan valuta pada suatu tanggal kemudian dengan menggunakan kurs yang telah disepakati pada tanggal terjadinya transaksi. ( Misalnya 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan )
-       Transaksi Swap adalah transaksi valuta asing yang simultan antara transaksi spot ( beli ) dengan transaksi forward ( jual ) atau sebaliknya biasanya digunakan untuk menjaga posisi dan nilai tukar valuta sementara waktu dengan biaya tertentu atau pertukaran dua valuta melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau sebaliknya.
Dengan adanya transaksi-transaksi tersebut pihak perusahaan dapat melakukan transaksi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing dalam meminimalisasi resiko perubahan kurs dan mendapatkan cadangan valuta asing apabila ada transaksi pembayaran dengan valuta asing yang jatuh tempo.

2.3.        Utang Usaha Luar Negeri
2.3.1.   Pengertian Utang usaha Luar Negeri
Adapun definisi dari utang usaha luar negeri menurut Rustian Kamaluddin, dalam bukunya “ Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri “ adalah :
“Utang usaha Luar negeri adalah utang yang berasal dari pinjaman yang diberikan oleh negara lain ataupun perusahaan dari negara asing dengan menggunakan mata uang  negara pemberi pinjaman dengan          syarat-syarat pinjaman komersial yang bertujuan untuk menjalankan usaha kerjasama”.
(33;1988)

Menurut Spriyanto, Agung F. Sampurna, dalam bukunya “Utang Luar Negeri Indonesia” utang usaha luar negeri didefinisikan sebagai berikut :
“Utang usaha Luar negeri adalah utang yang diberikan oleh pihak luar negeri yang memiliki unsur komersial dan diberikan berdasarkan atas adanya kerja sama   dalam menjalankan suatu usaha tertentu”.
(32;1999)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa utang usaha luar negeri adalah utang yang berasal dari pinjaman yang diberikan oleh negara atau perusahaan dari negara asing dengan syarat pinjaman komersial dan diberikan atas adanya kerja sama dalam menjalankan suatu usaha tertentu.

2.3.2.   Bentuk Pinjaman Luar Negeri
Pinjaman Luar negeri yang diberikan oleh pihak pemerintah asing maupun pihak perusahaan asing dapat berupa :
-       Pinjaman dalam rangka bantuan pembangunan resmi  ( Official Development Assistance – ODA ) yaitu pinjaman yang diberikan oleh pemerintah asing  ( bilateral ) maupun oleh lembaga-lembaga internasional ( multilateral ) kepada pemerintah penerima bantuan yang dapat bersyarat lunak maupun kurang lunak.
-       Pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh perusahaan pemerintah maupun perusahaan swasta ( Non Official Development Assistance – Non ODA ) yaitu pinjaman yang diterima secara bilateral dari bank atau kreditor luar negeri dengan syarat-syarat komersial atau syarat-syarat berat, termasuk kredit ekspor luar negeri dan pinjaman komersial luar negeri.

2.3.3.   Pengelolaan Pinjaman Dan Pembayaran Utang
Pinjaman yang dilakukan oleh pihak swasta dan badan usaha milik negara di negara-negara berkembang sering kali turut didorong dan ditunjang oleh pemerintah dalam memberikan garansi ( jaminan ) secara resmi, menawarkan fasilitas swap dan sebagainya. Sebagai akibatnya, disamping karena terbatasnya akses untuk sumber keuangan resmi, maka mereka sering kali mendapatkan kredit komersial dalam jumlah yang relatif besar dan kebanyakannya berjangka pendek. Jika hal ini terus berlangsung , maka akan membahayakan posisi utang dan kestabilan moneter, dan pada gilirannya seringkali mengakibatkan terjadinya krisis utang dan ketidakstabilan nilai mata uang asing di negara berkembang yang bersangkutan.
Berhubungan karena itu negara-negara berkembang perlu menjaga keseimbangan antara pinjaman dari sumber komersial dengan pinjaman dari sumber resmi. Disamping itu jumlah pemasukan pinjaman komersial itu perlu dilaksanakan secara terkendali dan selektif. Pengendalian dapat dilakukan secara langsung melalui perijinan dan pengawasan administratif maupun secara tidak langsung dengan menaikan / menurunkan tingkat suku bunga dalam negeri , keharusan mendepositokan sebagian dari pinjaman komersial itu pada bank sentral atau bank umum.
Terhadap pinjaman luar negeri yang digunakan sewaktu sudah tiba masanya perusahaan wajib membayar bunga beserta cicilan pokok utangnya dalam valuta asing sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku menurut kontrak perjanjiannya. Dalam hubungan ini suatu perusahaan tidak akan mengalami masalah pembayaran utang (debt service problem) bilamana dimana perusahaan memiliki persediaan uang dalam mata uang asing negara yang bersangkutan atau negara memiliki aliran modal luar negeri yang cukup jumlahnya untuk menjaga kestabilan cadangan devisa negara tersebut. Dengan demikian perusahaan dapat memenuhi kewajiban pembayaran utangnya, disamping dapat memenuhi pembayaran kebutuhan impornya pada tingkat yang diperlukan. Jika terjadi hal yang sebaliknya, maka akan timbul kesulitan pembayaran utang dari negara yang bersangkutan.
Kesulitan pembayaran utang akan meningkat menjadi krisis pembayaran utang bilamana  perusahaan yang bersangkutan tidak sanggup dan tidak mau, karena kesulitan yang lebih gawat, membayar kembali utangnya sesuai menurut jadwalnya. Krisis utang luar negeri pada pokoknya  merupakan suatu krisis pada neraca pembayaran, yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya krisis pembangunan.


Terjadinya kesulitan dan krisis utang luar negeri perusahaan di negara-negara berkembang pada dasarnya disebabkan oleh     kombinasi-kombinasi dari beberapa hal, yang terpenting diantaranya adalah :
(1)   Keadaan perekonomian dunia yang merosot atau kurang menguntungkan, tercermin dari adanya resesi dan pertumbuhan ekonomi yang lamban, pasaran (ekspor) yang suram, penurunan harga komoditi ekspor, fluktuasi nilai mata uang asing dan kenaikan tingkat suku bunga.
(2)   Kebijaksanaan dalam negeri yang keliru atau tidak tepat, khususnya dalam kebijaksanaan penyesuaian ekonomi dan kebijaksanaan pengelolaan utang.
Sebagai kelanjutan dari terjadinya krisis utang luar negeri seringkali perusahaan-perusahaan terpaksa melakukan penjadwalan kembali                ( rescheduling ) utang-utangnya.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka dalam upaya menghindarkan timbulnya kesulitan pembayaran utang luar negeri itu perusahaan-perusahaan  penerima pinjaman perlu melakukan pengelolaan utang yang baik dan secara selektif. Dapat dikemukakan dalam kaitan ini bahwa ada tiga tujuan utama dalam pengelolaan utang luar negeri yaitu :
(a)    Untuk menjaga agar perkembangan utang masih dalam batas kapasitas perusahaan untuk membayarnya dengan memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal.
(b)    Untuk mengambil langkah-langkah dalam mengantisipasi dan menghindarkan terjadinya krisis utang potensial .
(c)    Agar dapat terselenggaranya sistem monitoring, pencatatan dan pengambilan keputusan untuk persetujuan (baru) utang luar negeri.
Untuk melaksanakan pengelolaan utang luar negeri dengan baik dan efektif perlu dilakukan berbagai hal, yaitu :
(1)   Memproyeksi secara teliti profil waktu dari kewajiban-kewajiban pembayaran utangnya.
(2)   Memperkirakan penerimaan hasil ekspor, penerimaan dalam perusahaan dalam negeri dan akses di masa datang dalam hal berbagai sumber pembiayaan .
(3)   Monitoring potensi-potensi untuk pembayaran kembali atau pembiayaan kembali utang-utangnya. Hal ini bertujuan untuk :
a.    Mengambil manfaat dari pinjaman baru yang mempunyai syarat-syarat lebih baik.
b.    Menyesuaikan jangka waktu pelunasan utang terhadap penerimaan (total) yang dihasilkan proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman.
c.    Menanggulangi kekurangan-kekurangan penerimaan hasil ekspor dalam membiayai kebutuhan impor.
2.3.4.   Tata Cara Pencatatan Pinjaman Luar Negeri
Suatu perusahaan dapat melakukan aktivitas yang menyangkut valuta asing   ( foreign activities ) dalam dua cara yaitu dengan melakukan transaksi dalam mata uang asing termasuk kegiatan pinjam meminjam dalam bentuk valuta asing maupun memiliki kegiatan usaha luar negeri (foreign operations). Untuk memasukkan transaksi dalam valuta asing pada laporan keuangan suatu perusahaan, transaksi harus dinyatakan dalam mata uang pelaporan perusahaan.
Tata cara pencatatan untuk transaksi dalam mata uang asing  meliputi penentuan kurs yang digunakan dan pengakuan pengaruh keuangan dari perubahan kurs valuta asing dalam laporan keuangan.
Adapun tata cara pencatatan transaksi dalam mata uang asing yang termasuk didalamnya pencatatan utang luar negeri dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.    Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan mata uang yang berlaku di negara dimana perusahaan tersebut berdiri yaitu di Indonesia dengan mata uang Rupiah.
2.    Pada setiap tangal transaksi :
-       Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan kedalam mata uang Rupiah dengan menggunakan metode-metode konversi mata uang sesuai dengan kepentingan perusahaan.
-       Pos nonmoneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca, tetapi  tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi.
3.    Selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter  dalam mata uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan.
4.    Selisih kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian yang meliputi beberapa periode akuntansi,  maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode pelaporan dengan menghitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.
5.    Walaupun selisih kurs yang timbul dalam transaksi valuta asing pada prinsipnya harus diakui dalam laba/rugi periode berjalan, namun terdapat perlakuan akuntansi yang diijinkan yakni  sebagai penambah nilai buku aktiva ( carrying amount ) jika memenuhi semua persyaratan sebagai berikut :
  1. Terjadi devaluasi atau depresiasi luar biasa.
  2. Tidak tersedia fasilitas hedging kewajiban dalam mata uang asing yang timbul dari perolehan aktiva tersebut.
  3. Nilai buku aktiva setelah penyesuaian tidak melebihi jumlah terendah antara biaya pengganti ( replacement cost ) dan jumlah yang dapat diperoleh kembali ( amount recoverable ) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut.
6.    Perlakuan akuntansi transaksi valuta berjalan valuta berjangka / SWAP yang dilakukan untuk bertujuan hedging hutang adalah sebagai  berikut :
  1. Pada saat terjadinya transaksi :
-     Piutang atau hutang  valuta asing dicacat sebesar kurs tunai yang berlaku pada saat itu ( spot rate )
-     Hutang atau piutang rupiah dicacat sebesar kurs masa depan          ( forward rate )
-     Selisih kurs tunai dan kurs masa depan dicacat sebagai diskonto atau premi yang harus diamortisasi sesuai dengan jangka waktu transaksi valuta berjangka tersebut.
  1. Laba atau rugi yang timbul sebagai akibat perbedaan kurs tunai tanggal neraca dan kurs tunai pada saat terjadinya transaksi valuta berjangka harus diakui pada periode yang bersangkutan.
  2. Jika selisih kurs hutang atau piutang valuta asing akibat devaluasi ditangguhkan, maka selisih kurs akibat devaluasi atas transaksi valuta berjangka ( yang dimaksudkan untuk hedging hutang atau piutang yang bersangkutan ) juga harus ditangguhkan dan diamortisasi selisih kurs akibat devaluasi atas hutang atau piutang yang dihedge. Selisih kurs transaksi valuta berjangka yang terjadi pada tanggal devaluasi dikurangi selisih kurs transaksi valuta berjangka akibat devaluasi harus diakui dalam periode yang bersangkutan.
  3. Dalam neraca forward receivable atau forward payable, dan diskonto atau premi yang belum diamortisasi yang timbul dari kontrak valuta berjangka yang berhubungan harus dijadikan satu   dibagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi netto dari seluruh pos tersebut.


0 Response to "Skripsi Ekonomi BAB II"

Post a Comment