BAB II
TINJAUAN TEORITIS ORANG TUA SISWA DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
Dalam bagian ini akan dikemukakan
tinjauan teoritis mengenai masalah penelitian yang merupakan hasil studi
kepustakaan.
A. Pengertian Bimbingan Dan Penyuluhan
Bimbingan dan penyuluhan di lingkungan pendidikan
formal sudah tidak dirasakan asing lagi, namun demikian masih banyak orang yang
salah arti maka dalam hal ini tidak ada kita meninjau arti yang sebenarnya
tentang bimbingan dan penyuluhan serta bagaimana hubungan antara bimbingan
dengan penyuluhan juga tujuan dari bimbingan dan penyuluhan.
Bimbingan dan penyuluhan berasal dari kata Guidance
and counseling, arti secara umum adalah bantuan atau tuntunan, namun tidak
setiap bantuan atau bimbingan itu dikatakan sebagai guidance (bimbingan).
Misalnya anak menangis minta jajan, karena merasa kasian, ini bukan bantuan
dalam arti bimbingan.
Untuk mendapatkan arti yang lebih jelas, di bawah ini
akan dikemukakan beberapa pendapat tentang bimbingan.
Pendapat Stoope yang dikutip Djumhur dan Moh. Surya
(1975 : 25) mengemukakan bahwa bimbingan adalah, “ suatu proses bantuan yang
terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya
secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik dirinya
maupun masyarakat.”
Crow & Crow yang juga dikutip oleh Djumhur dan
Moh. Surya menjelaska tentang bimbingan yaitu:
Bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang
memiliki kepribadian yang baik dan pendidikan yang memadai, kepada seseorang ind ividu dari setiap
usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri dan memil\kul
bebannya sendiri.
Selanjutnya pendapat Miller yang dikutip Djumhur dan
Moh. Surya (1975 : 25) mengemukakan bimbingan adalah, “ proses bantuan individu
untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan
penyesuaian diri sendiri secara maksimal kepada sekolah, keluarga dan
masyarakat.”
Daru ketiga pendapat itu dapatlah diambil kesimpulan
bahwa bimbingan itu adalah proses bantuan yang terus menerus dan sistematis
kepada ind ividu
dalam pemecahan masalah yang dihapai agar mencapai kemampuan untuk memahami
diri (self undestanding),kemampuan untuk menerima diri (self acceptance) dan
kemampuan untuk mengarahkan diri (self direction) dan kemampuan untuk
merealisasikan diri (self realization) sesuia dengan potensi atau kemampuan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Sedangkan penyuluhan (counseling) yang dikemukakan
oleh F. Adam yang dikutip Djumhur dan Moh. Surya (1975 : 29) menjelaskan bahwa
penyuluhan adalah:
Suatu pertalian timbal balik antara dua individu dimana seorang
(counselor) memberi bantuan yang lain (counselee), supaya ia dapat lebih baik
memahami dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan yang dihadapinya pada
waktu itu dan pada waktu yang akan datang.
Dari pendapat tersebut diambilkesimpulan bahwa
bimbingan dan penyuluhan merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,
karena penyuluhan (counseling) merupakan salah satu teknik dalam bimbingan dan
mempunyai hubungan yang sangat erat, perbedaan terletak didalam tindakannya.
Dengan memperhatikan uraian diatas sudah jelas bahwa
tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan dan penyuluhan ialah membantu untuk
mencapai perkembangan yang optimal agar mereka dapat menyesuaikan dirinya
dengan lingkungannya.
B. Peranan Keluarga Dalam Pendidikan
Sebelum membahas tentang peranan keluarga dalam
pendidikan lebih jauh, penulis akan tinjau dahulu tentang pengertian keluarga.
1. Pengertian Keluarga
Pada hakekatnya istilah ”keluarga” sering penulis
jumpai, namun demikian sulit untuk mendapat definisi yang konkrit tentang
keluarga. Banyak para ahli dalam bidang psikologi, sosiologi, pendidikan yang
mengemukakan pengertian tentang keluarga. Oleh karena itu untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang keluarga di bawah ini penulis mengemukakan pendapat
beberapa ahli sosiologi, psikologi, pendidikan mengenai pengertian keluarga.
Ditinjau dari pandangan sosiologi, yang dikemukakan
oleh F.I. Brown yang dikutip M.I. Sulaeman (1978 : 5) mengemukakan:
Keluarga dapat diartikan 2 macam:
a.
Dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang
hubungannya darah atau keturunan sehingga Brown membandingkannya dengan pengertian
“Clan” atau marga.
b.
Dalam arti sempit, keluarga meliputi orang tua dengan
anak atau anak-anaknya.
Selanjutnya ditinjau dari pedagogis, yang dikemukakan
olah M.J. langeveld yang dikutip M.I. Sulaeman, bahwa “suatu keluarga merupakan
satu persekutuan hidup yang dijalin cinta kasih saying antara dua jenis
manusia, yang bermaksud menyempurnakan.”
Sedangkan ditinjau dari pandangan sosiologi, yang
dikemukakan oleh A.G. Pringgodigdo (1973 : 645) bahwa:
Keluarga, kelompok yang ada hubungan darah atau perkawinan, orang-orang
yang termasuk keluarga ialah ibu, bapak dan anak-anaknya. Sekelompok manusia
ini (ibu, bapak dan anak-anaknya) disebut keluarga nuklir (nuclear family).
Keluarga luas (extended family) mencakup semua orang yang berketurunan
dari pada kakek nenek yang sama termasuk keturunan istri dan suami. Kelurga
prakreasi ialah, keluarga dimana individu itu merupakan salah seorang yang
hidup bersama yang ada ikatan jiwa yang sama.
Dari uraian tersebut diatas penulis berkesimpulan
bahwa keluarga ialah sekelompok manusia yang diikat oleh perkawinan, atau
adanya hubungan darah dan adopsi atas dasar kasih saying serta harga menghargai
setiap peran anggota keluarga yaitu ayah, ibu dan anak-anak atau anak-anaknya
yang bermaksud saling menyempurnakan diri dan menciptakan kehidupan budaya
manusia yang menguntungkan manusia itu sendiri.
Apabila kita tinjau dari beberapa pendapat mengenai
pengertian keluarga tersebut, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa dari
pendapat-pendapat tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Sedangkan
perbedaannya terdapat dari segi peninjauannya. F.I. Brown meninjau dari segi
sosiologi, M.J. Langeveld dari segi pedagogis, A.G. Pringgodigdo dkk dari segi
psikologi.
2. Peran Keluarga Dalam Pendidikan
Keluarga ialah lingkungan pertama dan utama dalam
mempengaruhi tingkah laku anak. Oleh karena itu pendidikan yang pertama di
lingkungan keluarga ini merupakan fondasi bagi pertumbuhan pribadi selanjutnya.
Hal ini berarti anak yang baru dilahirkan ia belum dapat menolong dirinya
sendiri untuk kelangsungan hidupnya, maka orang tualah yang bertugas
mendidiknya.
Sejalan dengan ini, Sikun Pribadi (1981 : 67)
mengemukakan bahwa, “ Pendidikan dalam keluarga itu disebut lingkungan primer
atau lingkungan pertama, disebut lingkungan pertama, karena tugasnya meletakkan
dasar-dasar pertama bagi perkembangan anak.”
Pendidikan dalam keluarga ini berlangsung terus
menerus sejak anak lahir hingga dewasa, pendidikan sepenuhnya di tangan orang
tua. Pendidikan oleh orang tua itu bukan saja kewajiban, melainkan hak yang
dapat dilimpahkan kepada sekolah dan bila anak menginjak remaja serta masuk
salah satu perkumpulan atau pendidikan pemuda, pendidikan dalam keluarga
berlangsung secara bersamaan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu mencapai
kedewasaan.
Cirri-ciri kedewasaan menurut Lengeveld yang dikutip
Idit Suhendi (1979 : 25) adalah sesuatu yang terarah dan tersusun, adanya
tanggung jawab atas sesuatu atau suatu keputusan, kesanggupan, ikut serta
secara konstruktif dalam pergaulan hidup, kesadaran akan norma-norma menunjukan
pribadi dengan norma.
Situasi pendidikan dalam lingkungan pendidikan harus
disadari secara alami dan manusiawi,
dimana hubungan anatara orang tua (pendidik) dengan anak saling mengisi. Dalam
arti anak mendambakan kasih sayang dari orang tua yang merasa harus untuk
melimpahkan kasih sayang untuk anaknya , M.I. Soelaeman (1979 : 4) mengemukakan
“ketergantungan anak diimbangi kesediaan orang tua membimbingnya, ketidaktahuan
anak akan sesuatu diimbangi dengan mengajar dan mendidik.”
Keluarga juga memainkan peranan yang pertama atau
utama dalam menyampaikan nilai-nilai hidup yang luhur. Oleh karena itu orang
tua harus merupakan sumber nilai-nilai hidup yang luhur serta tidak
henti-hentinya menjelmakan dan memancarkan nilai-nilai tersebut bagi anak dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga anak menemukan mana yang dinamakan baik atau
buruk, yang disebut jujur atau khianat, yang dipandang adil atau lalim, ini
pertama tama ditemukan anak dalam keluarga. Jika karena sesuatu hal anak tidak
dilindungi oleh keadaan keluarga bahagia, anak tersebut dimasa depannya akan
mengalami kesulitan baik sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Sebagaimana
dikemukakan Ny. Singgih Gunarsa (1976 : 16):
“ Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat berpengaruh atas
taraf-taraf permulaan perkembangan anak, dan banyak menentukan apakah kelak
akan berbentuk sikap keras hati atau sebaliknya sikap lembut, serta dasar-dasar
kepribadian lainnya.”
C. Pentingnya Bimbingan Dan Penyuluhan Oleh
Keluarga Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Bimbingan
dan penyuluhan oleh keluarga dirasakan sangat penting terutama dalam memberikan
bimbingan belajar dilingkungan keluarga, membangkitkan motivasi terhadap anak,
membangkitkan motivasi terhadap anak, mengadakan pendekatan guna meningkatkan
prestasi belajar anak, karena dalam pertumbuhan dan perkembangan anak tidak
selalu berjalan dengan lancer, berbagai masalah dapat muncul. Seseorang tidak
terlepas dari masalah, kadang-kadang ia mengalami masalah atau kesulitan yang
berat atau ringan.
M.I.
Soelaeman (1979 : 4) mengemukakan bahwa, “Pada orang tua terdapat tanggung
jawab, kasih saying dan kepercayaan untuk memberi bantuan kepadanya, karena
anak itu anaknya.”
Denman
ini orang tua sebagai pembimbing berkewajiban sedikit demi sedikit mengurangi
beban masalah yang dialami dalam taraf kesulitannya. Sedangkan pada periode
remaja, anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak sementara mereka ini
belum mencapai kematangan yang penuh dan belum dapat dimasukan dewasa. Maka
dengan kata lain periode remaja disebut periode transisi atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa. Ada
masa remaja disebut periode social, karena pada masa ini mempunyai minat
terhadap hal-hal kemasyarakatan dan senang hidup dalam ikatan organisasi atau
berbagai perkumpulan, seperi olah raga, kesenian dan lai-lain. Kesadaran
kelamin bertambah besar karena aktifnya kelenjar hormon-hormon, mulai tertarik
oleh lawan jenis sehingga memudahkan melakukan kegiatan social secara
koperatif.
Pada
masa anak-anak, anak patuh terhadap orang tua atau pendidik, boleh dikatakan
anak adalah kata hati orang tua. Tetapi setelah menginjak masa remaja, anak
mulai menentukan pilihannya sendiri. Anak mencari identias diri, ingin tahu
bagaimana orang orang lain, menilai dirinya, memperhatikan nilai-nilai
kemasyarakatan dan politik serta budaya. Anak mulai merenungkan makna hidup,
bahkan kadang-kadang nampak menyangsikan norma-norma yang dianut orang tua.
Anak ingin melepaskan dirinya dari ikatan orang tua untuk mencari kedewasaan.
Yang harus diakui dan disadari oleh orang tua, karena semuanya merupakan hokum
perkembangan psikis suatu individu sesuai dengan kodratnya yang telah
ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
D.
Cara Orang
Tua Dalam Membimbing Anak Belajar Di Lingkungan Keluarga
Seperti telah dikemukakan dalam latar belakang
penelitian di atas, bahwa orang tua mempunyai tugas yang sangat berat dalam
membimbing anak-anaknya belajar, karena tanpa adanya bimbingan dan perhatian
orang tua, maka kemungkinan akan mengalami kemunduran dalam belajar. Nana Syaodih
Sukmadinata dan Moh. Surya (1974 : 25) berpendapat bahwa, “agar anak belajar
dengan baik, dapat berkembang dengan baik, dapat mencapai hidupnya dengan baik,
maka baginya diperlukan suatu kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikis.”
Untuk itu orang tua perlu menciptakan situasi
kehidupan keluarga yang menimbulkan rasa aman dan tenteram dalam belajar anak
di rumah. M.I. Soelaeman mengemukakan:
Ditinjau dari segi tugas orang tua dalam membimbing anaknya belajar
tindak pertama-tama terletak dalam memaksa anak belajar, yang lebih perlu
dilaksanakan ialah menciptakan suatu iklim dan situasi dalam keluarga, yang
kiranya dapat menimbulkan dan dirasakan adanya undangan bagia nak untuk
belajar. Dalam pada itu pada anak pun hendaknya terlebih dahulu diperkenalkan
suasana belajar. Maka diharapkan iklim keluarga demikian itu dapat menciptakan
kondisi anak untuk belajar.
Penciptaan suasana yang mendorong anak untuk belajar
antara lain orang tua harus menyempatkan waktu untuk mengawasi pendidikan
(belajar) anaknya. Dengan demikian anak merasa diperhatikan dan dihargai orang
tuanya. R.I. Suhertian Citrobroto (1980 : 67) mengemukakan, “Setelah diadakan
penelitian, para sarjana ini berkesimpulan bahwa sebab-sebab mengapa anak-anak
golongan menengah menunjukan angka sukses adalah karena mereka memunyai waktu
dalam mendidik dan mengawasi anak-anaknya.”
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar anak, orang
tua perlu mengawasi dan membimbing serta memperhatikan kegiatan belajar anak
dengan penuh kebijaksanaan, artinya tidak terlalu ketat sehingga anak
seolah-olah dipaksa dan tidak terlalu longgar yang berlebihan, tetapi
pengawasan anak-anak benar-benar merasa diperhatikan, selanjutnya D.S. Abu
Ahmadi (1977 : 17) menjelaskan:
Bimbingan dan pertolongan diberikan berlebihan menyebabkan anak menjadi
cangggung, ragu-ragu untuk bertindak, tidak berani mengambil keputusan sendiri
membawa anak kepada sikap menggantungkan diri. Jika demikian halnya, anak akan
terjadi kesulitan mencapai kedewasaan dan mungkin bias terjadi anak tidak pernah
mencapai kedewasaan dalam jiwanya.
Di samping itu orang tua harus mendorong dan
membangkitkan minat anak untuk belajar. Orang tua harus menciptakan motivasi
dan membangkitkan semangat belajar anak. Dengan kata lain orang tua dalam hal
ini harus berperan sebagai motivator sebab dengan adanya dorongan dari orang
tua, kegiatan belajar anak akan lebih baik. Seerti dikemukakan oleh Thomas F.
Staton (1979 : 20):
Seseorang berhasil belajar, karena ingin belajar. Ini hokum pertama
dalam pendidikan. Barangkali kita dapat mengajar seseorang mengenal sesuatu
yang bertentangan dengan kehendak tetapi berbuat demikian seolah-olah mendorong
sebuah kereta mendaki gunung dengan rem terkunci. Dorongan untuk belajar ini
oleh ahli-ahli pendidikan disebut motivasi.
Dengan memberikan motivasi belajar kepada anak, orang
tua hendaknya mampu melihat kondisi yang sedang dihadapi oleh anak, terutama
dalam hal waktu belajar di rumah maupun di sekolah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Zahara Idris (1982 : 120) bahwa:
Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya yaitu dengan
memperhatikan pengalaman-pengalaman dan menghargai usaha-usahanya. Juga orang
tua harus menunjukkan kerjasamanya dalam cara belajar anak di rumah, membuat
pekerjaan rumah, jangan sita waktu anak dalam pekerjaan rumah tangga.
Agar anak belajar di rumah tenang, aman dan tenteram,
fasilitas yang menunjang harus diperhatikan dan dilayani oleh orang tua. Dalam
hal ini orang tua berperan sebagai fasilitator. R.I. Citrobroto (1980:67)
menganjurkan bahwa, “kebutuhan untuk maju seperti biaya, buku-buku alat
pelajaran dan sebagainya dapat dipenuhi oleh orang tua.”
Untuk itu orang tua hendaknya menyediakan tempat
belajar yang khusus, tidak terganggu oleh kesibukan keluarga lainnya.
Penerangan yang cukup tidak menyiaukan atau melahkan mata, serta ventalasi yang
cukup pula. Perlengkapan untuk belajar seperi meja, kursi belajar yang ideal,
lemari atau rak buku tempat menyimpan buku perlu mendapat perhatian dari orang
tua. Disamping itu perlu ruang belajar sehingga anak merasa betah tinggal di
ruang belajar.
Belajar tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa
alat-alat yang memadai. Oleh karena itu orang tua sebaiknya melayani kebutuhan
anak dalam hal kebutuhan alat pelajaran. Alat-alat tersebut antara lain berupa
buku-buku sumber untuk tiap bidang studi, alat-alat tulis, alat keterampilan,
kesenian, baik seni musik mapun seni rupa, orang tua selalu menyimpan dana
untuk keperluan alat insidentil yang diperlukan anak di sekolah.
Dengan adanya perhatian dan rasa kasih sayang dari
orang tua, maka akan menimbulkan rasa aman, rasa terlindung pada anak-anak,
anak akan mempercayai orang tua sebagai orang yang membawa dirinya ke arah yang
lebih baik, lebih sempurna dari keadaan sekarang.
Jadi dalam hal ini orang tua harus mampu memnciptakan
situasi yang harmonis yaitu menciptakan hubungan antar keluarga yang harmonis.
Anak-anak yang kehilangan kasih sayang dari orang tua karena kesibukan
pekerjaan dan mengabaikan perhatian terhadap anak, sehingga kurang komunikasi
antara anak dengan orang tua, maka anak tidak akan betah di rumah dan ini akan
menghambat terhadap kelancaran pendidikan.
0 Response to "Skripsi BAB II USAHA ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA"
Post a Comment