MODUL 5
MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI INDONESIA
Kegiatan Belajar 1
Elemen – Elemen Pokok MBS
A.
Makna Manajemen Berbasis sekolah
Manajemen
berbasis sekolah, sebagai model kebijakan dalam pengelolaan pendidikan di
Indonesia mengandung beberapa pokok pikiran yang dapat dicermati.
Pertama, Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS), sebagai pendekatan dalam manajemen pendidikan merupakan
salah satu bentuk desentralisasi pendidikan pada level sekolah yang intinya
adalah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan mengenai
pengelolaan pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Dalam Undang – undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, sebutanya adalah “Manajemen Berbasisi
Sekolah/Madrasah”.
Kedua, penerima
kewenangan untuk mengambil keputusan di dalam pengelolaan sekolah bukan Kepala
Sekolah seorang diri ( sebagai otoritas/penguasa satuan pendidikan), melainkan
secara kolektif, yaitu Kepala Sekolah bersama para guru dan
dibantu oleh Komite Sekolah. Di negara lain, bahkan dalam hal tertentu
melibatkan wakil siswa, terutama pada jenjang pendidikan menengah. Penerimaan
kewenangan secara kolektif ini tidak berarti menghilangkan/mengurangi fungsi
Kepala Sekolah sebagai pemimpin sekolah yang sehari-harinya berhak untuk
mengambil keputusan di dalam pengelolaan sekolah. Di dalam proses pengambilan
keputusan ( terutama yang menyangkut masalah strategis atau yang pelaksanaan
dan hasilnya menyangkut kepentingan berbagai pihak ) harus melibatkan
pihak-pihak terkait tersebut ( guru dan komite sekolah ). Pengambilan
keputusan dan kepemimpinan sekolah itu bersifat partisipatif dan demokratis.
Ketiga,
pemberian kewenangan kepada sekolah dalam kerangka MBS, harus
disertai alokasi sumber daya pendidikan ( terutama alokasi dana) sesuai
kewenangan yang diberikan dan dikelola oleh sekolah sesuai perencanaan
masing-masing sekolah. Mengenai masalah ini perhatikan Pasal 47 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1) , (2), dan (3), UU No 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas.
Keempat, ada
parameter (batasan-batasan) dalam pelaksanaan MBS oleh satuan pendidikan (
Kepala Sekolah, guru dibantu komite sekolah ). Parameter tersebut diantaranya
adalah sistem pemerintahan (birokrasi) yang berlaku dan
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Sisdiknas dan aturan-aturan
pelaksanaannya, serta tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan MBS yeng tidak
boleh bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
Kelima, ada
akuntabilitas kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan (1) mutu pendidikan,
(2) keadilan bagi semua anak didik, (3) efektifitas dan efisiensi pengelolaan
satuan pendidikan. Elemen-elemen MBS tersebut merupakan elemen pokok yang masih
dapat ditambah untuk memperjelas dalam pelaksanaan. Namun demikian, pengurangan
dari elemen tersebut akan mengurangi esensi MBS.
Sungguhpun
elemen-elemen MBS tampaknya sudah jelas dan gamblang, namun masih ada
pertanyaan mendasar yang perlu dijawab, yaitu pengelolaan bidang apa saja dan
seberapa luas lingkupnya yang diberikan kepada sekolah ?
Dari hasil
kajian Umaedi ( 2004 ) di negara-negara lain, terdapat variasi/perbedaan
tentang besar kecilnya kewenangan yang dilimpahkan kepada sekolah. Ada model
yang memberikan kewenangan kepada komite sekolah untuk memberhentikan dan
mengangkat kepala sekolah dan guru, ada yang tidak demikian. Ada model yang
menyertakan wakil siswa untuk duduk dalam komite sekolah dan ada yang tidak
sejauh itu. Ada yang memfokuskan pada kewenangan pada pengelolaan anggaran (budget),
ada yang mensyaratkan kurikulum nasional untuk beberapa mata pelajaran inti,
ada yang tidak. Ada yang mensyaratkan ujian nasional, ada pula yang tidak
mensyaratkan ujian nasional.
Wohlsetter
dan Mohrman ( 1994 dan 1997 ) mengemukakan ada empat hal penting yang
didesentralisasikan ( kewenangan diberikan) kepada sekolah, yaitu (1) kekuasaan
(power) untuk mengambil keputusan, (2) pengetahuan dan
keterampilan, termasuk untuk mengambil keputusan yang baik dan pengelolaan
secara profesional, (3) informasi yang diperlukan oleh sekolah untuk mengambil
keputusan. Semula informasi ini harus dikirim ke pusat untuk pengambilan
keputusan di tingkat pusat, sekarang sekolah mengumpulkan informasi terutama
untuk dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan-pengelolaan sekolah yang
bersangkutan, (4) penghargaan atas prestasi, yang harus ditangani oleh
masing-masing sekolah.
Di samping
empat hal tersebut, mereka menambahkan tiga elemen yang dianggap prasyarat yang
bersifat organisasional, yaitu (1) panduan instruksional (pembelajaran),
seperti rumusan visi dan misi sekolah, panduan dari distrik yang memfokuskan
pada peningkatan mutu pembelajaran, (2) kepemimpinan yang mengupayakan
kekompakan (kohesi) dan fokus pada upaya perbaikan/perubahan, (3) sumber daya
yang mendukung pelaksanaan perubahan
B.
Fungsi dan subtansi manajemen berbasis sekolah
Beberapa hal yang tercakup, dalam
aspek fungsi :
-
Planning (perencanaan)
-
Organizing (pengorganisasian)
-
Actualing (pelaksanaan)
-
Controling (pelaksanaan)
-
Evaluationg dan leading
Substansi
yang dikelola pihak sekolah meliputi :
1.
Bidang Teknis Edukatif
Bidang teknis edukatif yang sangat penting adalah
aspek kurikulum dan implementasinya di sekolah Beberapa ketentuan yang
disebutkan dalam Undang – Undang sistem pendidikan nasional adalah:
a)
Standar nasional pendidikan (isi, proses, kompetensi
lulusan, tenaga kependidikan).
b)
Standar nasional pendidian
sebagai pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana prasarana dan
pembiayaan.
Dari
pasal-pasal tentang kurikulum yang dapat dipahami adalah:
a)
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar
dan menengah disusun dan ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam hal isi, proses
dan kompetensi lulusan dalam kerangka NKRI.
b)
Dalam keranga MBS, kewenangan diberikan kepada satuan
pendidikan bersama komite sekolah.
c)
Pada level sekolah, guru memiliki kewenanggan untuk
mengembangkan proses pembelajaran, sesuai dengan metode yang mereka pilih dan
kuasai, serta alat bantu dan sumber belajar yang dianggap efektif.
2.
Bidang
Ketenagaan
Pasal 41 ayat
(1),(2),(3) UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
menyiratkan keterbatasan kewenangan sekolah dengan menyatakan sebagai berikut :
a)
Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara
lintas daerah.
b)
Pengangkatan, penempatan dan penyebaran pendidik dan
tenaga kependidkan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya.
c)
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menfasilitasi
satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan.
3.
Bidang Keuangan
Berkaitan
dengan pendanaan pendidikan ini, UUD 1945 hasil amandemen ke-4 tahun 2002 pasal
31 ayat (1),(2),(4) menjamin dengan menyatakan sebagai berikut :
a)
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
b)
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya.
c)
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari APBN serta APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Mempertegas
bunyi pasal 31 ayat (4) UUD hasil amandemen, UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
pasal 49 ayat (1) menyatakan sebagai berikut :
a)
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan
dan minimal 20% dari APBD.
b)
Pasal 49 (3) UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
menyatakan.
c)
Dana pendidikan dri pemerintah dan pemerintah daerah
untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentu hibah.
4.
Bidang Sarana dan Prasarana
Penyediaan
sarana dan prasarana merupakan tugas satuan pendidikan (sekolah) tercantum pasa
pasal 45 UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas sebagai berikut :
a)
Setiap satuan pendidikan formal dan informal
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan, intelektual,
sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik
Pasal 35 UU No 20 tahun 2003 yang berkaitan dengan
sarana dan prasarana pada ayat (1) berbunyi :
Standar nasional pendidikan terdiri atas standar
isi,proses, kompetensi luluan, tenaga kependidkan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara
berencana dan berkala.
5.
Bidang Kesiswaan
Siswa atau
peserta didik merupakan komponen yang sangat penting karena menjadi muara dari seluruh
upaya perbaikan komponen-komponen lainnya dalam manajemen pendidikan. Kepmendiknas
RI Nno.051/V/2002 pasal 3 mengatur tentang penerimaan peserta didik harus
berasaskan berikut ini :
a) Objektivitas
b) Transformasi
c) Akuntabilitas
d) Tidak
diskriminatif
e) Tidak
ada penolakan dalam penerimaan peserta didik baru
6.
Bidang Administrasi Ketatalaksanaan Sekolah
Merupakan
bidang yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan bidang-bidang
terkait diatas. Secara teknis dilakukan oleh bagian tata usaha sekolah, namun
tidak terlepas dari kewenangan kepada sekolah.
Kegiatan Belajar 2
Bangunan Manajemen Berbasis Sekolah
Banyak guru, kepala sekolah, bahkan
kalangan dinas pendidikan yang melihat kebijakan pembaruan di bidang pendidikan
secara terpotong-potong tidak menyeluruh. Mereka mungkin tidak salah karena
mereka memperoleh dari berbagai sumber, kepentingan dan kegiatan yang berbeda.
Kesan yang timbul seolah-olah banyak sekalik kebijakan baru yang membuat pusing
sekolah. Bagan bangunan MBS dimaksudkan untuk menghilangkan kesan banyak sekali
kebijakanb baru yang seolah-olah berdiri sendiri-sendiri.
Keterangan:
1)
Atap Segitiga Akuntabilitas
a. Standar Nasional/Standar Kurikulum,
b. Evaluasi Independen (oleh lembaga mandiri), dan
c. Akreditasi Sekolah
2) Bangunan
Segi Empat MBS ; Proses Pendidikan
a. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),
b. Sumber Daya Pendidikan (SDP),
c. Komite Sekolah,
d. MBS
3)
Daerah Lingkaran:
Proses Belajar-Mengajar (PBM)
4)
Lantai Prasyarat:
Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Sekolah (P-SPM-S)
5)
Fondasi: Kebijakan
Pemerintah Kabupaten/Kota dan APBD
6)
Lahan: Aspirasi
Masyarakat (Dewan Pendidikan)
1.
Bangunan Segi empat MBS dan daerah lingkaran
a)
Bangunan segi empat MBS merefleksikan proses pengelolaan
pendidikan.
b)
Proses pembelajaran (PBM) digambarkan dalam bangunana
lingkaran dengan garis-garis tebal karena proses ini lebih terfokus,
direncanakan dengan sadar, materi dan metode serta sumber major yang spesifik
dan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi yang spesifik pula, sedangkan roses
pendidikan di dalam sebuah sekolah merupakan wadah interasosial yang lebih luas
dan beragam kegiatannya.
c)
Sumber Daya Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang
penting untuk keberhasilan proses pembelajaran maupun prosees pendidikan pada
umumnya pada suatu sekolah.
d)
Kurikulum berbasis kompetensi menuntut inisiatif dan
kreativitas guru, bahkan para guru baik secara sendiri atau kelompok dapat
merumuskan silabus dan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
2.
Atap Segitiga
Dalam bangunan MBS, terdapat atap
segitiga akuntabilitas yang merujuk kepada standar nasional, akreditasi sekolah
dan evaluasi independen oleh lembaga mandiri. Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan dasar dan menengah juga berfungsi sebagai standar nasional
karena ditetapkan oleh pemerintah pusat.
1Evaluasi merupakan bentuk akuntabilitas yang diberikan
kepada satuan-satuan pendidikan, termasuk program-programnya. Menurut pasal 61
UU Nomor 20 tahun 2003, sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi pada umumnya
sangat populer untuk sekolah kejuruan dan kursus-kursus serta pelatihan
keterampilan tertentu yang bersifat vokasional. Berdasarkan pasal 61 UU Nomor
20 tahun 2003, p[ara pengambil kebijakan masih mempunyai ruang untuk mengatur
pelaksanaannya.
3.
Lantai Prasyarat (SPM), Fondasi (Kebijakan
Pemerintah Kabupaten/Kota) dan Lahan (Aspirasi Masyarakat)
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu
(MBS) akan sulit diwujudkan bahkan dalam kondisi tertentu tidak dapat
dilaksanakan, kalau pemenuhan standar pelayanan minimal sekolah
(P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya pendidikan (SDM) yang
memadai. Sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Dewan Pendidikan berperan
menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan fungsinya sebagai pendukung
(turut mencari solusi dan pemecahan masalah), penasehat (pemberi saran),
pengawas (ikut mengontrol) dan mediator (penghubung berbagai pihak untuk
membantu pendidikan). Dalam praktik saling hubungan antarelemen tersebut
sungguhpun merupakan parameter, tetapi pelaksanaannya elastis/fleksibel dan
dinamis dan sangat ditentukan oleh loyalitas serta kesungguhan berbagai pihak
terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku.
Kegiatan Belajar 3
Peran Masyarakat, Dewan Pendidikan,
dan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Nasional
Dalam proses pendidikan ada tiga
lingkungan penting yang sangat berpengaruh yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat yang mempunyai sasaran yang sama yaitu anak.
Pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah tidak
terlepas dari upaya mensinergikan dukungan dan peran serta masyarakat baik yang
terdiri dari perorangan, kelompok, tokoh masyarakat, dunia usaha, organisasi
profesi dan organisasi kemasyarakatan lainnya serta orang tua peserta didik
untuk bersama-sama sekolah mengusahakan tercapainya peningkatan mutu,
pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan secara demokratis dan
accountable dalam rangka tujuan pendidikan nasional.
1.
Peran Serta Masyarakat Menurut UU No. 2 Tahun 1989
Tentang
Sisdiknas
Sisdiknas
Pada Bab XIII undang-undang No. 2 tahun
1989 pasal 47, ayat (1), (2), dan (3) tentang peran serta masyarakat disebutkan
sebagai berikut :
a)
Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang
seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional
b)
Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat tetap diindahkan
c)
Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan
pendidikan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Dari pasal 47 ayat 1, 2 dan penjelasan
pasal ini jelas, peran serta masyarakat dalam pendidikan pemaknaannya dibatasi
hanya dalam hal penyelenggaraan pendidikan di luar yang diselenggarakan oleh
pemerintah. Artinya, peran serta tersebut terbatas dalam bentuk penyelenggaraan
sekolah swasta.
Satu-satunya wadah yang memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan saran atau pertimbangan adalah
Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN), yang peranannya dinyatakan dalam
Bab XIV pasal 48 ayat 1, 2 sbb :
a)
Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan
menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui
suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh
masyarakat dan yang menyampaikan saran, nasehat, dapemikiran lain sebagai bahan
pertimbangan.
b)
Pembentukan Badan Pertimbangan Nasional dan pengangkatan
anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.
Dari hal itu, dapat diketahui bahwa
peran serta masyarakat lebih difokuskan pada pendirian (penyelenggaraan)
sekolah swasta.
Konsep bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersama
antara keluarga, masyarakat dan pemerintah dimaknai secara sempit karena hanya
dikaitkan dengan biaya pendidikan. Rumusan tersebut terdapat pada penjelasan
pasal 25 ayat 1 butir 1/
Sementara pasal 25 pada UU No. 2 tahun 1989 ayat 1 butir
1 bunyinya sbb :
a)
Setiap peserta didik berkewajiban untuk
1. Ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari
kwajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sekali lagi, tampak bahwa pengertian tanggungjawab
bersama telah dikerdilkan artinya, hanya sebatas sumbangan biaya pendidikan
bagi siswa sekolah negeri, yang bukan pada jenjang wajib belajar.
2.
Peran Serta Masyarakat menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003
Untuk memperjelas jaminan hukum
terhadap berbagai peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional,
memperhatikan pasal-pasal dalam UU No 20 tahun 2003 berikut ini :
a)
Berkaitan dengan kelompok masyarakat dalam pendidikan,
bagian kesatu, umum
b)
Berkaitan dengan hak masyarakat untuk menyelenggarakan
pendidikan bagian kedua dari Bab XV, pendidikan berbasis masyarakat, pasal 55
ayat 1 sampai 4
c)
Berkaitan dengan wadah mekanisme untuk mensinergikan
peran serta masyarakat secara keseluruhan
3.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 044/U/2002
tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Depdiknas melalui Kepmendiknas No.
044/U/2002 telah mencanangkan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
di seluruh Indonesia.
4.
Beberapa Catatan Tentang Pelaksanaan Peran Dewan
Pendidikan Dan Komite Sekolah
Beberapa catatan untuk mendukung peran
lembaga-lembaga mandiri tersebut, sebagai berikut :
a)
Batasan peran Dewan pendidikan dan Komite Sekolah
Pelaksanaan kebijakan menjadi
tanggungjwab birokrasi pendidikan di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota, sebagai pasangan kerja Dewan Pendidikan sesuai lingkupnya.
Sedangkan pelaksnaan kebijakan sekolah ada di tangan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Keterlibatan anggota maupun pengurus
baik Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah dalam melaksanakan tugasnya adalah
atas nama lembaga bukan pribadi. Apa yang mereka lakukan harus
dipertanggungjawabkab kepada lembaga dan kalau terdapat penyimpanan tentu akan
dituntut sesuau aturan perundangan yang berlaku :
a.
Hak orang tua siswa
Masalah yang menyangkut kepentingan orang tua secara
bersama/umum dapat disalurkan melalui Komite Sekolah
b.
Acuan atau Panduan Pembentukan Dewan Pendidikan dan
Komite sekolah yang dikeluarkan mendiknas dengan keputusan No 044/U/2002 sudah
cukup memadai, paling tidak untuk kondisi masyarakat dan sekolah yang sedang
dalam perailah ke arah kemandirian.
b)
Status kelembagaan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah dan keanggotaannya.
Dewan pendidikan dan Komite sekolah sebagai lembaga
mandiri , keanggotaannya bersifat terbuka dan suka rela
c) Sosialisasi Dewan pendidikan dan Komite
Sekolah secara terpadu dengan komponen pembaruan lainnya.
5) Pembentukan
komite sekolah agar dilakukan sebagai ”gayung bersambut” dengan penerapan MBS
sesuai pesan pasal 51 UU No. 20 tahun 2003
MODUL 6
IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
DI INDONESIA
Kegiatan Belajar 1
Langkah-Langkah
MBS
Manajemen Berbasis
Sekolah bukan hanya merupakan wacana yang berkembang di Indonesia dalam
pembaruan manajemen pendidikan. MBS mempunyai langkah-langkah konkret untuk
mewujudkan keinginan peningkatan mutu pendidikan. Adapun langkah-langkah yang
diajukan dengan menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia adalah (1)
evaluasi diri sekolah dalam penyelenggaraan sekolah. Suatu langkah yang
menuntut keterbukaan, kesadaran dan kejujuran pengelola sekolah untuk membuka
‘jati dirinya’. Langkah ini diikuti dengan (2) perumusan visi, misi dan tujuan
sekolah, (3) perencanaan, (4) pelaksanaan, (5) evaluasi, dan (6) pelaporan.
Rangkaian kegiatan ini merupakan siklus yang dapat ditingkatkan atau diperbaiki
dalam mencapai hasil yang paling optimal.
Kegiatan Belajar 2
Pelaksanaan
Rintisan MBS
Manajemen Berbasis
Sekolah di Indonesia sudah mulai dirintis sejak tahun 1999 ke berbagai jenjang
sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK) dan berbagai kabupaten dan provinsi di seluruh
Indonesia meskipun secara formal baru muncul pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbagai dukungan dari berbagai lembaga
internasional muncul untuk percepatan implementasi MBS tersebut seperti dari
Unesco, Unicef, pemerintan New Zealand, The British Women’s Association.
Jenis program dalam
rangka mendukung rintisan MBS, seperti Bantuan Operasional Manajemen Mutu
(BOMM), Bantuan Program Layanan Pendidikan Berbasis Luas melalui Pembekalan
Kecakapan Hidup (Broad-Based Education-Life Skill/BBE-LS), Bantuan
Pelaksanaan Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi (KSPBK), Bantuan
Pengembangan Teknologi Informasi (TI). Rintisan MBS juga dilaksanakan melalui
program lintas jenjang dan jenis pendidikan, seperti Proyek Jaring Pengaman
Sosial Beasiswa dan Dana Bantuan Operasional (DBO), Desentralized Basic
Educatioan Project (BDEP), dan Proyek Pendidikan Kecakapan Hidup
(Life-Skill Educatioan)
Hasil studi dan
monitoring terhadap program rintisan MBS dengan berbagai block-grant itu
menunjukkan bahwa masyarakat dapat menerima dan antusias dengan MBS. Namun
demikian, implementasinya masih harus dilaksanakan dengan hati-hati dan
peningkatan akuntabilitasnya.
0 Response to "Rangkuman Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia"
Post a Comment