Makalah Budidaya Ikan Potensi LOBSTER MUTIARA (Panulirus ornatus) BAB IV dan Daftar Pustaka

Makalah Budidaya Ikan Potensi LOBSTER MUTIARA (Panulirus ornatus) BAB IV dan Daftar Pustaka

BAB IV
KESIMPULAN

Lobster mutiara merupakan lobster komersial yang memiliki nilai jual yang cukup mahal dibandingkan beberapa lobster lainnya. Lobster laut sangat beragam jenisnya dan mempunyai spesifikasi perkembangan dan tabiat hidup berbeda. Salah satu jenis lobster yang potensial adalah lobster mutiara (Panulirus ornatus), hidup di perairan Indo-Pasifik, daerah lintang rendah (Phillips et al., 1980). Jenis lobster tersebut pertumbuhannya paling tinggi jika dibandingkan dengan lobster tropis lainnya seperi P. versicolor, P. homarus dan P. polyphagus(Vijayakumaran dan Radhakrishnan, 1997)Siklus hidup lobster terdiri dari 5 fase yaitu mulai dari dewasa yang memproduksi sperma atau telur, menetas menjadi filosoma (larva), kemudian berubah menjadi puerulus (post larva), tumbuh menjadi juvenil dan dewasa (Phillips et el. 1980).
Lobster memiliki sifat nokturnal yaitu sifat binatang yang aktif mencari makan pada malam hari. Pada siang hari lobster lebih suka membenamkan diri dalam lumpur atau menempel pada suatu benda yang terbenam dalam airSifat lobster yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan atau budidaya lobster adalah kanibalisme.  Individu lobster yang lebih kuat dapat memangsa individu yang lebih lemah atau lebih kecil ukurannya jika kondisi pakan berkurang.  Lobster yang dalam kondisi moulting biasanya sangat lemah dan mudah menjadi sasaran pemangsaan oleh lobster lainnyaPadat penebaran benih sangat tergantung pada ukuran benih yang ditebar.  Benih ukuran 5 – 30 gram dapat ditebar dengan kepadatan 40 – 60 ekor/m2 luas dasar jaring, ukuran 30 – 50 gram padat penebaran 20 – 30 ekor/m2 dan ukuran di atas 50 gram padat penebaran 15 – 17 ekor/m2.


 
DAFTAR PUSTAKA

Saputra,  Suradi Wijaya., 2009, “Status Pemanfaatan Lobster (Panulirus Sp) Di Perairan Kebumen”, Jurnal Saintek Perikanan Vol. 4, No. 2, 2009 : 10 – 15.

Yusnaini, 2009, “Ciri Morfologi Jenis Kelamin Dan Kedewasaanlobster Mutiara (Panulirus Ornatus)Sex Morphologycal Characteristics And Maturity Of The Ornated Lobster Panulirus Ornatu”, Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) Vol. 19 (3) Desember 2009: 166– 174.
Makalah Budidaya Ikan Potensi LOBSTER MUTIARA (Panulirus ornatus) BAB III

Makalah Budidaya Ikan Potensi LOBSTER MUTIARA (Panulirus ornatus) BAB III

BAB III
PEMBAHASAN

Karakteristik ekologi atau lingkungan perairan sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan lokasi budidaya lobster sangat berkaitan dengan karakteristik habitat dan kebiasaan hidup lobster di alam.  Selain mempertimbangkan aspek biofisik-kimia perairan sesuai dengan kebutuhan hidup lobster, pemilihan lokasi budidaya lobster juga perlu mempertimbangkan aspek aksesibilitas. Kondisi perairan terhadap keadaan cuaca dan pengaruh dari daratan juga menjadi pertimbangan.
Ditinjau dari aspek aksesibilitas dan sifat keterbukaan perairan terhadap cuaca serta pengaruh dari daratan, pemilihan lokasi budidaya lobster hendaknya memperhatikan:
1.      Aksesibilitas yaitu tingkat kemudahan atau keterjangkauan lokasi dari daratan untuk memudahkan mobilisasi sarana produksi.
2.      Lokasi hendaknya terlindung dari pengaruh badai, angin kecang, arus kuat dan gelombang tinggi.  Oleh karena budidaya lobster pada umumnya membutuhkan waktu yang relatif panjang, maka pemilihan lokasi yang cukup terlindung dari pengaruh cuaca ekstrim secara musiman mutlak dipertimbangkan.  Daerah-daerah berteluk atau perairan pantai yang terlindung sepanjang tahun merupakan lokasi yang cocok untuk budidaya lobster pada KJA.
3.      Lokasi budidaya lobster hendaknya terbebas dari pengaruh pencemaran yang berasal dari permukiman, industri, pelabuhan, pertambangan dan kegiatan lain yang berpotensi mengalirkan limbah ke laut.
4.      Lokasi budidaya lobster hendaknya menghindari muara-muara sungai yang dapat menimbulkan penurunan kadar salinitas secara ekstrim dan pelumpuran pada saat musim hujan.
5.      Lokasi budidaya lobster hendaknya terbebas dari fenomena arus balik (up welling).
Sedangkan ditinjau dari parameter fisik, kimia dan biologi perairan, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi yaitu: Dasar perairan bersubstrat keras, pecahan karang atau berpasir, pergerakan air cukup baik dengan kecepatan arus berkisar antara 20 – 50 cm/detik, kedalaman tidak kurang dari 5 meter pada surut terendah atau berkisar 7–25 m, kecarahan air 3 – 5 meter atau kondisi plankton tidak blomming, salinitas 28 – 35 ppt, suhu air 28 – 30 0C, oksigen terlarut 7 – 8 ppm, pH 7,0 – 8,5.
·         Benih dan Penebaran Benih
Benih untuk menunjang pengembangan budidaya lobster masih sepenuhnya mengandalkan benih hasil tangkapan di alam. Benih hasil tangkapan di alam sangat beragam ukurannya, mulai dari ukuran kurang dari 0,5 gram/ekor yang kondisi karapasnya belum mengeras (transparan) sampai berukuran 100 gram.  Benih yang berukuran kurang dari 0,5 gram/ekor biasanya terlebih dahulu dilakukan pemeliharaan pendederan sebelum dipasarkan untuk mensuplai unit-unit pembesaran. Pendederan benih membutuhkan waktu 3 – 5 bulan hingga diperoleh benih berukuran 3 – 5 gram/ekor.
Padat penebaran benih sangat tergantung pada ukuran benih yang ditebar.  Benih ukuran 5 – 30 gram dapat ditebar dengan kepadatan 40 – 60 ekor/m2 luas dasar jaring, ukuran 30 – 50 gram padat penebaran 20 – 30 ekor/m2 dan ukuran di atas 50 gram padat penebaran 15 – 17 ekor/m2.
Dalam penebaran benih lobster ke KJA perlu dilakukan dengan hati-hati. Salah satu faktor kematian dalam penebaran benih adalah masalah cara adaptasi. Adaptasi adalah proses penyesuaian lingkungan oleh organisme dari lingkungan media lama ke lingkungan media hidup secara bertahap.
Suhu sangat berpengaruh dalam proses adaptasi saat penebaran benih, oleh karena itu penebaran benih harus dilakukan pada saat suasana teduh. Pagi hari, sore atau malam hari merupakan saat dimana perubahan suhu tidak terlalu mencolok.  Sebelum benih ditebar, benih perlu diadaptasikan dengan cara aklimatisasi suhu (penyesuaian suhu) terlebih dahulu sekitar 15 – 30 menit sebelum dilepas di jaring.
·         Shelter
Shelter berfungsi sebagai tempat perlindungan atau tempat persembunyian bagi lobster yang sedang berganti kulit (moulting) sehingga  kematian udang akibat kanibalisme dapat ditekan.  Bahan yang dipergunakan sebagai shelter dapat berupa potongan bambu yang diberi pemberat yang diletakkan di dasar jaring atau rumput laut jenis Gracillaria yang disebar di dasar jaring.
·         Pakan dan Pemberian Pakan
a.                   Jenis Pakan
Pakan yang diberikan kepada lobster umumnya berupa ikan rucah segar yang diperoleh dari hasil tangkapan bagan.  Namun demikian, lobster dapat juga diberikan jenis pakan lainnya seperti remis, kerang, tiram,  keong sawah, bekicot, dan by product dari industri pengolahan ikan atau pemotongan ayam.
b.                  Frekuensi Pemberian Pakan
Pada ukuran udang kurang dari 10 gram, diberikan pakan sebanyak 30% dari biomassa dengan frekuensi satu kali sehari yaitu pada sore hari.  Ukuran 10 – 50 gram diberikan pada sebanyak 20% dari biomassa dengan frekuensi 2 kali sehari (pagi dan sore hari), ukuran 50 – 100 gram diberikan sebanyak 15% dengan frekuensi 2 kali sehari dan ukuran 100 – 200 gram diberikan sebanyak 10% dengan frekuensi 2 kali sehari.
·         Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengontrolan terhadap jaring sangat penting untuk mencegah masuknya hama.  Sedangkan penyakit dapat muncul jika kondisi jaring tidak bersih atau terdapat sisa-sisa pakan yang membusuk tersangkut di jaring.  Sisa pakan yang membusuk dapat menjadi media pertumbuhan jamur dan bakteri yang dapat menginfeksi udang terutama selama kondisi udang lemah saat ganti kulit (moulting). 
Makalah Budidaya Ikan Potensi LOBSTER MUTIARA (Panulirus ornatus) BAB II

Makalah Budidaya Ikan Potensi LOBSTER MUTIARA (Panulirus ornatus) BAB II

BAB II
EKO BIOLOGI

·                     Habitat
Lobster ini bernama Ornate spiny lobster (nama internasional) dan lobster mutiara (nama Indonesia). Lobster ini memiliki warna dasar biru kehijauan sampai biru kekuningan. Pada bagian segmen abdomenberwarna kegelapan pada bagian tengah dan bagian sisi mempunyai bercak putih. Lobster ini memiliki kaki bebercak putih. Lobster ini mendiami perairan dangkal di pantai antara 1–8m yang kadang-kadang sedikit keruh, tetapi juga ditemukan pada kedalaman lebih dari 50 m.  Hidup di substrat berpasir dan berlumpur, kadang-kadang di bawah batu dan terumbu karang. Lobster ini memiliki ukuran panjang maksimum hingga 50 cm. Lobster mutiara (Panulirus ornatus) biasanya ukurannya jauh lebih kecil, yaitu antara 30 –35 cm.
Penyebaran geografis lobster ini berada di Indo-Pasifik Barat dari Laut Merah dan Afrika Timur, ke selatan Jepang, Kepulauan Solomon, Papua New Guinea, Australia, Kaledonia Baru dan Fiji.  Tahun 1988, lobster ini ditemukan di pantai timur Israel di Mediterania.Penyebaran lobsterini adalah di wilayah perairan selatan Pulau Jawa yaitudi perairan Teluk Palabuhanratu, Pameungpeuk, Tanjung Panaitan, dan  kepulauan Seribu.
·                     Morfologi
Tubuh lobster mutiara terdiri dari dua bagian utama, yaitu kepala yang menyatu dengan dada (cephalothorax), dibungkus oleh karapas yang keras berduri, melekat 5 pasang kaki jalan (periopod) dan bagian badan terdiri dari daging, punggung dibungkus oleh karapas, tempat melekat kaki renang (pleopod) 4 pasang dan ekor (telson). Pada lobster puerulus belum terbentuk kaki renang.
Warna karapas lobster mutira dewasa dominan coklat mudah bergaris-garis hitam, tingkat warna coklat sangat dipengaruhi oleh habitat/media pemeliharaan. Lobster dipelihara pada media yang tidak disinari langsung matahari, warna karapas cenderung lebih putih dari pada lobster yang dipelihara pada media terbuka (karamba) di laut. Warna karapas tidak dapat dijadikan sebagai kriteria penentuan jenis kelamin dan tingkat kedewasaan. 
·                     Kebiasaan Makan
Lobster memiliki sifat nokturnal yaitu sifat binatang yang aktif mencari makan pada malam hari. Pada siang hari lobster lebih suka membenamkan diri dalam lumpur atau menempel pada suatu benda yang terbenam dalam air. Hewan nokturnal memiliki aktivitas yang tinggi pada permulaan menjelang malam dan berhenti beraktivitas dengan ketika matahari terbit (Cobb and Phillips, 1980). Pada prinsipnya udang karang (Panulirus sp) bersifat pemakan segala (omnivora), namun demikian hewan ini menggemari mengkonsumsi ikan, moluska, ekinodermata dan hewan lainnya terutama yang mengandung lemak, serta jenis algae (Subani, 1978).
Sifat lobster yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan atau budidaya lobster adalah kanibalisme.  Individu lobster yang lebih kuat dapat memangsa individu yang lebih lemah atau lebih kecil ukurannya jika kondisi pakan berkurang.  Lobster yang dalam kondisi moulting biasanya sangat lemah dan mudah menjadi sasaran pemangsaan oleh lobster lainnya.
·                     Reproduksi
Lobster berkembang biak dengan cara bertelur. Lobster betina sudah matang telur pada ukuran panjang total 16 cm. Sementara itu, udang jantan yang telah matang gonad berukuran lebih panjang, yaitu sekitar 20 cm. Lobster betina yang sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau menempelkan butir-butir telurnya di bagian bawah abdomen sampai telur tersebut dibuahi dan menetas menjadi larva udang. Menjelang akhir periode pengeluaran telur dan setelah dibuahi, lobster akan bergerak menjauhi pantai dan menuju ke perairan karang yang lebih dalam untuk penetasan. Nontji (1993) menyatakan bahwa, jumlah telur yang dihasilkan setiap ekor betina lobster dapat mencapai lebih dari 400.000 butir. Sedangkan menurut Subani (1984)dalam Utami (1999), seekor lobster betina dapat menghasilkan 275.000 butir telur pada setiap musim pemijahan.
Udang karang (lobster) mempunyai daur hidup yang kompleks. Telur yang telah dibuahi menetas menjadi larva dengan beberapa tingkatan (stadium). Secara umum dikenal adanya tiga tahapan stadia larva, yaitu “naupliosoma”, ”filosoma”, dan “puerulus”. Perubahan dari stadia satu ke stadia berikutnya selalu terjadi pergantian kulit yang diikuti perubahan-perubahan bentuk (metamorphose) yang terlihat dengan adanya modifikasi-modifikasi terutama pada alat geraknya. Lama hidup sebagai stadia larva untuk lobster berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Lobster yang hidup di perairan tropis, prosesnya lebih cepat dibanding dengan yang hidup di daerah sub-tropis. Waktu yang diperlukan untuk mencapai stadia dewasa untuk lobster torpis antara 3 sampai 7 bulan (Subani, 1984 dalam Utami, 1999).
·                     Potensi Sumber Daya
Lobster mutiara merupakan lobster komersial yang memiliki nilai jual yang cukup mahal dibandingkan beberapa lobster lainnya. Lobster ini memiliki ciri fisik yaitu punggung atau badan abdomen berwarna hijau dengan kombinasi belang-belang kuning. Perkembangan udang karang atau lobster dengan melihat prospek pasar yang sangat besar dan merupakan komoditas dengan kandungan gizi yang sangat baik, Ditjen Perikanan Budidaya telah berupaya melakukan pengembangan budidaya lobster berkelanjutan. Salah satunya adalah ProyekSpiny Lobster Aquaculture Development In Eastern Indonesia, Vietnam and Australia yang berjalan sampai dengan tahun 2013. Tujuan dari proyek ini adalah untuk meningkatkan produksi yang berkelanjutan dari budidaya spiny lobster tropis (Panulirus ornatus dan Panulirus homarus) di Indonesia untuk memenuhi permintaan global yang besar, terutama dari China.