PTK untuk SLB Tuna Rungu Kelas 4 SD peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa

PTK untuk SLB Tuna Rungu Kelas 4 SD peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan.
Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat belajar bagi semua siswa. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pembaharuan dalam sistem pendidi kan yang mencakup seluruh komponen yang ada. Pembangunan d bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidiakn dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun.
Pada hakekatnya kegiatan beiajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran.
Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebeh efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.
Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan rnembangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Depdikbud (1999).
Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor di antaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksirnal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.
Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa terkhusus pada siswa yang memiliki keterbelakangan kemampuan dalam pendengaran atau siswa tuna rungu. Misalnya dengan membimbing siswa untuk aktif berkomunikasi dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa memahami dan menguasai ilmu yang dipelajarinya sesuai dengan taraf intelektualnya.
Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus memberikan suntikan dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar. Sehingga kelemahan fisik tidak menjadi halangan para siswa untuk berprestasi.  
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran penemuan (discovery) untuk mengungkapkan apakah dengan model penemuan (discovery) dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa SLB tuna rungu. Penulis memilih metode pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. Dalam metode pembelajaran penemuan (discovery) siswa iebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.
Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul " Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Anak Tuna Rungu Dengan Metode Pembelajaran Discovery Pada Siswa SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar helakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1.     Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran discovery terhadap motivasi belajar siswa tuna rungu di SLB SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat
2.     Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa tuna rungu dengan diterapkannya pembelajaran discovery di SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat

C.   Tujuan Penelitian  
            Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1.      Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa tuna rungu setelah diterapkan pembelajaran discovery di SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat
2.      Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa tuna rungu setelah  diterapkannya pembelajaran discovery di SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat

D.   Manfaat Penelitian
            Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
1.      Guru SLB, khususnya untuk guru tuna rungu dapat memberikan informasi tentang cara pmbelajaran yang efektif bagi penunjang prestasi siswa didik.
2.      Siswa tuna rungu, meningkatkan intensitas berkomunikasi dan berdikusi dengan guru dan teman dengan mengembangkan fikiran untuk meningkatkan motivasi serta prestasi belajar.
3.      Sekolah, dapat memberikan masukan bagi sekolah sebagai pedoman untuk mengambil kebijakan di sekolah tersebut.

E.   Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1.      Permasalahan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah masalah peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa tuna rungu.
2.      Penelitian tindakan kelas ini dikenakan pada siswa kelas Dasar IV-B di SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat
3.      Dalam penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2011/2012.
4.      Penelitian tindakan kelas ini dibatasi pada kompetensi dasar menyimpulkan hasil penyelidikan tentang benda atau gambar yang diberikan oleh guru untuk diamati.

F.   Definisi Operasional
Variabel Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut :
1.      Metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah : Suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belaiar sendiri.
2.      Motivasi belajar adalah : Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3.      Prestasi belajar adalah : Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.





BAB II
KAJIAN TEORI

A. Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery)  
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund, discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dan sebagainya. Suatu konsep misalnya: segi tiga, panas, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri   atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning siswa (belajar sendiri) itu, sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Penggunaan teknik discovery ini guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Maka teknik ini memiliki keuntungan sebagai berikut:
  • Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
  • Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
  • Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengankernampuannya masing-masing.
  • Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. 
  • Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Walalupun demikian baiknya teknik ini toh masih ada pula kelemahan yang perlu diperhatikan ialah :
  • Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
  • Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.
  • Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan.
  • Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.
  • Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif.

B. Motivasi Belajar  
a.       Pengertian Motivasi
Motivasi adalah daya dalarn diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan-kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu pendorong yang rnengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

b.      Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)   Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: ]05) ada beberapa strategi dalam mengaiar untuk membangun motivasi intrins.k. Strategi tersebut adalah sebagai berikut: 
-         Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
-         Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.
-         Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan surnber belajar di sekolah. 
-         Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya. 
-         Meminta siswa untuk menjeiaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang merniliki motivasi intrinsik dalam darinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
2)   Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di kelasnya (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
a.    Kompetisi (persaingan) : guru berusaha menciptakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
b.    Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat) : Pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TPK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai TPK tersebut.
c.    Tujuan yang jelas : Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan sesuatu perbuatan.
d.    Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
e.    Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
f.      Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bawa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.

C. Prestasi Belajar
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk rnengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar siswa tuna rungu adalah kemampuan siswa untuk dapat melakukan komunikasi dan mampu mengembangkan pemikirannya setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar.

D. Tuna Rungu

Anak tuna rungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat pendengaran yang berfariasi antara 27dB –40 dB dikatakan sangat ringan 41 dB – 55 dB dikatakan Ringan, 56 dB – 70 dB dikatakan Sedang, 71 dB – 90 dB dikatakan Berat, dan 91 ke atas dikatakan Tuli

Dari ketidak mampuan anak tuna rungu dalam berbicara, muncul pendapat umum yang berkembang, bahwa anak tuna rungu ialah anak yang hanya tidak mampu mendengar sehingga tidak dapat berkomunikasi secara lisan dengan orang dengar. Karena pendapat itulah ketunarunguan dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang mengundang simpati, dibanding dengan ketunaan yang berat dan dapat mengakibatkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari.

Batasan ketunarunguan tidak saja terbatas pada yang kehilangan pendengaran sangat berat, melainkan mencakup seluruh tingkat kehilangan pendengaran dari tingkat ringan, sedang, berat sampai sangat berat. Menurut Moores, definisi ketunarunguan ada dua kelompok.

Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu mendengar.

Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.

Heward & Orlansky memberikan batasan ketunarunguan sebagai berikut : Tuli (deaf) diartikan sebagai kerusakan yang menghambat seseorang untuk menerima rangsangan semua jenis bunyi dan sebagai suatu kondisi dimana suara-suara yang dapat dipahami, termasuk suara pembicaraan tidak mempunyai arti dan maksud-maksud kehidupan sehari-hari. Orang tuli tidak dapat menggunakan pendengarannya untuk dapat mengartikan pembicaraan, walaupun sebagian pembicaraan dapat diterima, baik tanpa maupun dengan alat bantu mendengar.




E. Siswa Tuna Rungu
Pada awalnya bagi orang tua yang mempunyai anak dengan masalah gangguan pendengaran pilihan pertama untuk menyekolahkan anak adalah di SLB, hal ini disebabkan minimnya pengetahuan orang tua dalam membesarkan anak dengan gangguan pendengaran, termasuk memberikan pendidikan. Tapi pada perkembangan selanjutnya banyak kasus yang membuktikan bahwa anak dengan gangguan pendengaran dapat bersekolah di sekolah umum hal ini tak lepas dari beberapa faktor yang mendukung meningkatnya kualitas komunikasi 2 arah, yaitu:
1.      Kemajuan teknologi alat bantu dengar yang dapat menjangkau semua tingkat gangguan pendengaran dengan hadirnya teknologi digital, FM system dll.
2.      Kemajuan dunia medis dengan operasi kohlea.
3.      Beragamnya metode terapi yang dapat dipilih dan yang dapat disesuaikan bagi kebutuhan anak seperti speech therapy (terapi wicara), audio verbal therapy (terapi mendengar) dan Natural Auditory Oral (NAO) dll.
4.      Banyak pula orang tua yang berpendapat bahwa SLB adalah sarana pendidikan yang paling baik bagi anak hal ini disebabkan oleh beratnya tingkat gangguan pendengaran yang mempengaruhi kemampuan komunikasi hingga belum dapat berkomunikasi verbal 2 arah yang dengan baik.
Berikut ini adalah beberapa kasus jenjang pendidikan yang diambil oleh orang tua dalam menyekolahkan anak dengan gangguan pendengaran :
1.      Bersekolah di SLB, dari awal pra sekolah, TK hingga pendidikan menengah atas (SMA) bersekolah di SLB.
2.      Bersekolah di SLB kemudian pindah ke sekolah umum, dengan melihat perkembangan kemampuan komunikasi 2 arah yang makin baik banyak orang tua berkeyakinan bahwa anak dapat bersekolah di sekolah umum, biasanya hal ini dimulai selepas dari TK atau SD.
3.      Bersekolah di sekolah umum, beberapa kasus menunjukkan bahwa anak dengan gangguan pendengaran dapat bersekolah di sekolah umum sejak TK hingga SMA, dengan dibantu dengan terapi yang sesuai dengan kebutuhan anak secara intensif  sejak balita.

F. Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar Terhadap Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery)

Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertetntu. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik (Nur, 2001: 3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh pctensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar.
Sedangkan metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah suatu metode pembelajaran yarg memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat secara aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan menberikan informasi singkat (Siadari, 2001: 7). Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan (discovery) akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih baik dan meningkatkan siswa dan kemampuan berfikir secara bebas. Secara umum belajar penemuan (discovery) ini melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selain itu, belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja sampai menemukan jawaban (Syafi'udin, 2002: 19).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya motivasi dalam pembelajaran model penemuan (discovery) tersebut maka hasil-hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas usaha belajar siswa akan tinggi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intesitas usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

G.   Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan adalah sebagai berikut:
  1. Penerapan pembelajaran disvovery dapat meningkatkan motivasi belajar siswa tuna rungu di SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat
  2. Penerapan pembelajaran discovery dapat meningkatkan prestasi belajar siswa tuna rungu di SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas(PTK) yang bersifat reflektif, partisipatif, kolaboratif, dan spiral, bertujuan untuk melakukan perbaikan –perbaikan terhadap sistim, cara kerja, proses, isi, dan kompetensi atau situasi pembelajaran.  PTK yaitu suatu kegaitan menguji cobakan suatu id eke dalam  praktik atau situasi nyata dalam harapan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar ( Riyanto, 2001)

B. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian ini, peneliti sebagai guru dan merencanakan kegiatan berikut :
1.      Menyusun angket untuk pembelajaran dan menyusun rencana program pembelajaran;
2.      Mengumpulkan data dengan cara mengamati kegiatan pembelajaran dan wawancara untuk mengetahui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru kelas;
3.      Melaksanakan rencana program pembelajaran yang telah dibuat; dan
4.      Melaporkan hasil penelitian.


C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Sungai Aur Pasaman Barat yang berlokasi di alamat Jl.lintas ujunggading- simpang empat, sungai tanang kec. Sungai Aur, Pasaman Barat Sumatera Barat. Lokasi sekolah ini dapat dijangkau dengan kendaraan angkutan umum, dan sekitar 100 meter di lalui dengan jalan kaki.

D. Data dan sumber
1.      Data dalam penelitian ini adalah kemampuan berfikir siswa yang diperoleh dengan mengamati munculnya pertanyaan dan jawaban yang muncul selama diskusi berlangsung dan diklasifikasikan menjadi C1 – C 6. Data untuk hasil penelian diperoleh berdasarkan nilai ulangan harian (test).
2.      Sumber data penelitian adalah siswa kelas Dasar IV-B Sebagai obyek penelitian

E. Prosedur pengumpulan data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :
1. Wawancara.
Wawancara awal dilakukan pada guru dan siswa untuk menentukan tindakan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi awal siswa.


2. Angket.
Angket merupakan data penunjang yang digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan respon  atau tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif
3.  Observasi.
Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data kemampuan berpikir siswa yang terdiri dari beberapa deskriptor yang ada selama pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Obsevasi dilakukan oleh 3 orang observer.
4.  Test.
Test dilaksanakan setiap akhir siklus, hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Test tersebut berbentuk multiple choise agar banyak materi tercakup.
5. Catatan lapangan.
Catatan lapangan digunakan sebagai pelengkap data penelitian sehingga diharapkan semua  data yang tidak termasuk dalam observasi dapat dikumpulkan pada penelitian ini.

F. Analisis data
1.      Kemampuan Berfikir
Kualitas pertanyaan dan jawaban siswa dianalisis dengan rubrik. Kemudian untuk mengetahui peningkatan skor kemampuan berfikir, pertanyaan dan jawaban yang telah dinilai dengan rubrik pada Siklus I dibandingkan dengan pertanyaan dan jawaban yang telah dinilai dengan rubric pada Siklus II.
            Rumus untuk mencari skor klasikal kemampuan bertanya siswa

Skor riil     X      4
Skor maks
Keterangan:
Skor riil                        : skor total yang diperoleh siswa.
Skor maksimal  : Skor  total yang seharusnya diperoleh siswa.
4                                  : Skor maksimal dari tiap jawaban
  (pedoman penskoran lihat lampiran)
2.    Hasil Belajar
Hasil belajar pada aspek kognetif dari hasil test dianalisis dengan teknik analisis evaluasi untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Caranya adalah dengan menganalisis hasil test formatif dengan menggunakan kriteria ketuntasan belajar. Siswa dianggap telah belajar tuntas apabila daya serapnya mencapai 65 %, Secara kelompok dainggap tuntas jika telah belajar apabila mencapai 85 % dari jumlah siswa yang mencapai daya serap minimal 65 % (Dedikbud 2000 dalam Aswirda 2007)






BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tahap-tahap penelitian  
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan proses pembelajaran yang dilakukan adalah model pembelajaran kooperatif. Penelitian ini akan dilaksanakan  dalam 2 siklus . Setiap siklus tediri dari perencanaan, tindakan, penerapan tindakan, observasi, refleksi.
1. Siklus I
a.  Perencanaan
Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan persiapan. Kegiatan pada tahap ini adalah :
·         Penyusunan RPP dengan model pembelajaran yang direncanakan dalam PTK.
·         Menyiapkan instrument-instrumen yang dibutuhkan untuk penelititan.
·         Penyusunan lembar masalah/lembar kerja siswa sesuai dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai
·         Membuat  soal test yang akan diadakan untuk mengetahui hasil pemebelajaran siswa.
·         Memberikan penjelasan pada siswa mengenai teknik pelaksanaan model pembelajaran yang akan dilaksanakan
b.    Pelaksanaan Tindakan
·         Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan penelitian guru menjadi fasilitator selama pembelajaran, siswa dibimbing untuk belajar secara kooperatif learning dengan model diskusi. Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah (sesuaikan dengan skenario pembelajaran)
·         Kegiatan penutup. Di akhir pelaksanaan pembelajaran pada tiap siklus, guru memberikan test secara tertulis untuk mengevalausi hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
c.       Observasi
Pengamatan dilakukan selama proses proses pembelajaran berlangsung dan hendaknya pengamat melakukan kolaborasi dalam pelaksanaannya.
d.      Refleksi
Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diperoleh. Hasil analisis data yang telah ada dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang ingin dicapai.
Refleksi daimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah atau belum terjadi, apa yang dihasilkan,kenapa hal itu terjadi dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya untuk menghasilkan perbaikan pada siklus II

2. Siklus II.
Kegiatan pada siklus dua pada dasarnya sama dengan pada siklus I  hanya saja perencanaan kegiatan mendasarkan pada hasil refleksi pada siklus I sehingga lebih mengarah pada perbaikan pada pelaksanaan siklus I.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anak tuna rungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat pendengaran yang berfariasi antara 27dB –40 dB dikatakan sangat ringan 41 dB – 55 dB dikatakan Ringan, 56 dB – 70 dB dikatakan Sedang, 71 dB – 90 dB dikatakan Berat, dan 91 ke atas dikatakan Tuli

Dari ketidak mampuan anak tuna rungu dalam berbicara, muncul pendapat umum yang berkembang, bahwa anak tuna rungu ialah anak yang hanya tidak mampu mendengar sehingga tidak dapat berkomunikasi secara lisan dengan orang dengar. Karena pendapat itulah ketunarunguan dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang mengundang simpati, dibanding dengan ketunaan yang berat dan dapat mengakibatkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya motivasi dalam pembelajaran model penemuan (discovery) tersebut maka hasil-hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas usaha belajar siswa akan tinggi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intesitas usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

B. Saran
  1. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa tuna rungu setelah diterapkan pembelajaran discovery di SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat
  2. Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa tuna rungu setelah  diterapkannya pembelajaran discovery di SLB Negeri Sungai Aur Pasaman Barat

 
















DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Jakarta: Balai Pustaka
Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Bunawan, Lani dan C. Susila Yuwati (2000)Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu, Yayasan Santi Rama, Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional (2000), Pengajaran Bina Persepsi Bunyi dan Irama untuk Anak Tunarungu, Jakarta
Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004), Pedoman Pendidikan Terpadu/Inklusi Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas, Jakarta
Gatty (1994), Mengajarkan Wicara kepad anak-anak Tunarungu, Alih bahasa Hartotanojo, Yayasan Karya Bakti, Wonosobo
Nugroho Bambang (2004), Pentingnya Intervensi Dini Secara Edukatif Bagi Anak Tunarungu, Makalah Pelatihan Teknis Tunarungu, Jakarta
PTK Siswa Tuna Grahita Kelas 5 SLB Semester 1 Mapel IPS Penggunaan Media Gambar

PTK Siswa Tuna Grahita Kelas 5 SLB Semester 1 Mapel IPS Penggunaan Media Gambar


PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA TUNA GRAHITA KELAS V SLB NEGERI WONOGIRI SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2010/2011 PADA PEMBELAJARAN IPS MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan media gambar dalam meningkatkan prestasi belajaran IPS konsep menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia pada siswa kelas V semester I SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2008/2009.
Penelitian dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus tindakan. Subjek penelitian adalah siswa kelas V semester I SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri dari 6 orang siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar IPS pada siswa Kelas V di  SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya dampak proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan pada setiap tahapan tindakan pembelajaran yang dilakukan guru.

Kata Kunci: Prestasi belajar, media gambar.



PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD/SDLB adalah mata pelajaran IPS. Hal ini termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 37 UU Sisdiknas tahun 2003 mengamanatkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat IPS yang merupakan ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan dan sebagainya, yang dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat. Dengan demikian, maka implikasi dari maksud dan tujuan PIPS, maka kurikulum Pendidikan IPS berisikan garis-garis besar struktur disiplin ilmu dan model perilaku manusia yang tumbuh dalam masyarakat.

Pembelajaran IPS di SD/SDLB selama ini dilakukan dengan cara yang konvensional sehingga pembelajaran cenderung bersifat teacher centered. Siswa menjadi kurang aktif dalam pembelajaran sehingga hasil yang diperoleh kurang optimal.

Siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran IPS di SD/SDLB pada umumnya disebabkan oleh pendekatan yang digunakan guru kurang mendorong siswa untuk belajar secara kondusif. Penyajian materi pelajaran oleh guru cenderung monoton, guru cenderung lebih banyak berceramah dan kurang variatif, pelajaran bersifat abstrak dan teoritis sehingga siswa tidak aktif dan menimbulkan kebosanan, oleh karena itu dalam proses belajar IPS di SD/SDLB perlu kirannya dirancang keterlibatan siswa secara aktif.

Kondisi yang sama terjadi pula pada kelas V SLB Negeri Wonogiri. Berdasarkan hasil ulangan harian, jumlah siswa yang sudah mencapai batas tuntas belajar baru mencapai 40,00% dari 6 siswa yang ada. Kondisi tersebut diduga karena siswa kurang memahami apa yang disampaikan guru dalam pembelajaran.

Rendahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep yang diajarkan guru ditunjukkan dengan rendahnya tingkat ketuntasan belajar siswa. Hasil ulangan harian pada semester I tahun pelajaran 2010/2011 untuk siswa kelas V menunjukkan bahwa dari 6 orang siswa yang ada, baru 2 orang atau 40,00% siswa yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 60. Hal ini berarti bahwa sekitar 4 orang siswa atau 60,00% harus mengikuti pembelajaran remedial.

Hasil pengamatan awal terhadap kelas-kelas pelajaran IPS di SLB Negeri Wonogiri menunjukkan bahwa kelas-kelas pembelajaran IPS tampak monoton. Pengelolaan pembelajaran pun tampak statis. Akibatnya, banyak pembelajar yang menganggap enteng pelajaran IPS. Mereka kurang serius mengikuti pelajaran. Bahkan, sering dijumpai pembelajar yang bersifat antipati.

Bertolak dari hasil penelitian di atas mengenai pengalaman belajar lebih banyak diperoleh melalui indera lihat, maka dalam proses belajar-mengajar diupayakan penggunaan media visual sebagai alat bantu penyampaian materi pelajaran. Dapat dikatakan bahwa penggunaan media dalam pengajaran khususnya media gambar akan sangat membantu mempercepat pemahaman atau pengertian dari murid sebagai peserta didik.

B. Perumusan Masalah dan Pemecahannya
Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajaran IPS konsep menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia pada siswa kelas V semester I SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2008/2009?”

Alternatif pemecahan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas adalah dengan penggunaan media visual sebagai alat bantu penyampaian materi pelajaran. Penggunaan media dalam pengajaran khususnya media gambar akan sangat membantu mempercepat pemahaman atau pengertian dari murid sebagai peserta didik.

C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: “Untuk mengetahui penggunaan media gambar dalam meningkatkan prestasi belajaran IPS konsep menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia pada siswa kelas V semester I SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2008/2009.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam khasanah penelitian pengajaran bagi guru-guru di SLB mengenai penggunaan media dalam pembelajaran.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para guru tentang penggunaan media dalam pembelajaran sehingga siswa lebih berminat dalam mengikuti kegiatan belajar.

KAJIAN TEORETIS
A. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan media gambar dalam pembelajaran dilakukan oleh Intan Silvana Maris pada tahun 2009. Penelitian yang dilakukan Intan Silvana Maris mengambil setting pada pembelajaran IPS di kelas III SD Negeri Jaya Harapan Kp. Asisor Desa Karyabakti Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar IPS pada siswa.

Penelitian lain tentang penggunaan media gambar dilakukan oleh Artiningsih (2010). Penelitian mengambil judul “Penggunaan Media Gambar Dalam Pembelajaran PPKn Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Tentang Pokok Bahasan Keyakinan Pada Siswa Kelas III SD Negeri Sumbersari I Kota Malang”.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar PKn pada siswa kelas III.

B. Kajian Teoretis
1. Konsep Belajar
Belajar ialah suatu  proses usaha yang dilakukan  oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan  tingkah laku yang baru  secara keseluruhan, sebagai hasil  pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Pengertian lain tentang belajar dikemukakan oleh Wittrock. Menurut Witrock seperti dikutip oleh Good dan Brophy (1994: 124) belajar merupakan proses untuk memperoleh perubahan yang relatif tetap dalam hal pemahaman, sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan dan ketrampilan melalui pengalaman. Menurut Wittrock dikatakan bahwa:

“learning is the processes involved in changing through experience. It is the process of acquiring relatively permanent change in understanding, attitude, knowledge, information, ability, and skill through experience” (Good dan Brophy, 1994: 124).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan. Perubahan tersebut bersifat relatif permanen, yaitu dalam hal sikap, pengetahuan, ketrampilan, pemahaman, dan informasi. Proses tersebut dilakukan melalui pengalaman.

2. Konsep Mengajar
Mengajar ialah menyerahkan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman dan kecakapan-kecakapan  kepada anak didik kita. Atau usaha mewariskan kebudayaan masyarakat pada generasi berikutnya sebagai generasi penerus.

3. Media Gambar
Secara harfiah kata media barasal dari bahasa latin yaitu bentuk jamak dari medium yang berarti alat, sarana dan perantara atau segala sesuatu yang membawa atau menyalurkan informasi antara sumber dan penerimaan pesan.  Media adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver). Dalam dunia pengajaran, pada umumnya pesan atau informasi tersebut berasal dari sumber informasi, yaitu guru, sedangkan penerima informasinya adalah siswa.

Menurut Santoso S. Hamijaya dalam Ahmad Rohani (2007: 2)  media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima. Lebih lanjut Heinich, et al (1985: 7) menyatakan media adalah pembawa informasi antara sumber dan penerima pesan.

Pendapat Oemar Hamalik (1994: 12) media pembelajaran adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran. Media adalah sarana yang digunakan untuk menampilkan pelajaran dan dalam pengertian yang lebih luas disebut media pendidikan, dengan pengertian bahwa pendidikan bukan hanya mencakup pengajaran saja tetapi juga pendidikan dalam arti yang lebih luas.
Media pembelajaran mempunyai fungsi yaitu: (1) media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar, (2) media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, (3) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu, (4) media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka (Arsyad 2002: 26-27).

Media merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, agar pemanfaatannya dapat maksimal, maka harus memperhatikan beberapa hal Menurut Gerlach sebagaimana dikutip oleh Dientje Borman Rumampuk (1988: 19) bahwa sebagian bagian integral dari proses belajar mengajar. Apabila memilih suatu media pembelajaran hendaknya memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut: (1) harus diketahui dengan jelas media itu untuk tujuan apa, (2) pemilihan media harus secara obyektif, (3) tidak ada satu pun media yang bisa dipakai untuk semua tujuan karena masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing, (4) pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan metode mengajar serta materi pengajaran yang akan disampaikan, (5) untuk mengenai media dengan tepat, guru hendaknya mengenal ciri– ciri media, (6) pemilihan media supaya disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan, dan (7) pemilihan media juga harus didasarkan pada kemampuan, dan pola belajar siswa.

Tingkatan pengalaman  perolehan hasil belajar seperti itu digambarkan oleh Dale (1969) dalam Azhar Arsyad (2007: 8) sebagai suatu proses komunikasi. Materi yang ingin disampaikan dan diinginkan siswa dapat menguasainya disebut sebagai suatu pesan. Guru sebagai sumber pesan menuangkan pesan ke dalam simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding).

Uraian tersebut memberikan petunjuk bahwa agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, siswa sebaiknya diajak untuk memanfaatkan semua alat inderanya. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diroses, dengan berbagai indera.

Adapun nilai dan manfaat media pembelajaran menurut Restiyah NK (1982: 70) adalah sebagai berikut: 1) menambah dan meningkatkan perhatian anak; 2) mencegah verbalisme; 3) memberikan pengalaman yang nyata dan langsung; 4) membantu menumbuhkan pikiran/pengertian yang teratur dan sistematis; 5) mengembangkan sikap eklporatif; 6) berorioentasi pada lingkungan dan memberi manfaat dalam pengamatan; dan 7) membangkitkan motivasi kegiatan belajar serta memberi pengalaman yang menyeluruh.

Telah diuraikan sebelumnya bahwa media pengajaran seharusnya dipilih secara sistematik, agar dapat digunakan secara efektif dan efisien. Menurut Budinuryanta (1998:17) mengemukakan bahwa ada tiga langkah pokok dalam prosedur penggunaan media pengajaran yang perlu diikuti yaitu (1) persiapan, (2) pelaksanaan (penyajian dan penerimaan) dan (3) tindak lanjut.

4. Media Gambar
Media gambar berbentuk dua dimensi (grafis) karena hanya memiliki ukuran panjang dan lebar. Yang termasuk media gambar adalah gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, kartun, komik, poster, peta dan lain-lain.
Media gambar telah berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi seperti gambar fotografi. Gambar fotografi bisa diperoleh dari berbagai sumber : surat kabar, majalah, brosur, dan buku-buku. Gambar, lukisan, kartun, ilustrasi, foto yang diperolah dari berbagai sumber tersebut dapat dipergunakan oleh guru secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar pada tiap jenjang pendidikan dan berbagai disiplin ilmu. (Sujana 2000: 78).
Bertolak dari yang dikemukakan oleh para ahli di atas mengenai pengalaman belajar lebih banyak diperoleh melalui indera lihat, maka dalam proses belajar-mengajar siswa Sekolah Dasar diupayakan penggunaan media visual sebagai alat bantu penyampaian materi pelajaran. Dapat dikatakan bahwa penggunaan media dalam pengajaran khususnya media gambar akan sangat membantu mempercepat pemahaman atau pengertian dari murid sebagai peserta didik.

5. Pembelajaran IPS dengan Media Gambar
Proses belajar mengajar adalah merupakan suatu proses yang mendukung serangkaian perbuatan guru yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Uzer Usman, 2002: 1). Interkasi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar, Interaksi dalam peristiwa belajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa. Tetapi berupa interaksi edikatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

Proses belajar mengajar yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara berbagai komponen pengajaran. Muh Ali (2007: 4) mengemukakan bahwa komponen-komponen pengajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama yaitu: (1) guru (2) isi atau materi pelajaran dan (3) siswa. Selain dengan Muh Ali, Tabrani Rusyan, dkk (1999) 3) juga mengatakan bahwa komponen-klomponen utama dalam proses belajar mengajar adalah : (1) siswa yang harus mengembangkan dirinya seoptiomal mungkin melalui berbagai kegiatan (belajar) guna mencapai tujuan dengan taraf perkembangan yang dialaminya (2) tujuan, yaitu apa yang diharapkan melalui proses belajar mengajar, dan (3) guru yang selalu mengusahakan terjadinya situasi yang tepat sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada diri siswa dengan mengarahkan segala sumber dan menggunakan strategi belajar yang tepat.

Tujuan pengunaan media adalah untuk meningkatkan efektifitas dalam metode mengajar. Oleh karen itu berkewajiban untuk mengajar dan mendorong teman atau guru yang lain untuk memanfatkan media pembelajaran baik yang telah tersedia maiupun yang harus di buat sendiri (Soediharto, 1997: 1). Berdasarkan uraian di atas, jelas tergambar bahwa media merupakan bagian dari proses komunikasi. Baik buruknya sebuah komunikasi ditunjang oleh penggunaan saluran dalam komunikasi tersbut. Saluran / channel yang dimaksud di atas adalah media gambar. Karena pada dasarnya pembelajaran merupakan proses komunikasi, maka media yang dimasuk adalah media gambar pembelajaran terutama pada peningkatan pemahaman materi pelajaran IPS kelas V SLB.

C. Kerangka Pemikiran
Media gambar merupakan sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagi curahan perasaan atau pikiran suatu pokok bahasan. Sejumlah gambar, lukisan, baik dari majalah, buku, koran, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan pelajaran dapat dipergunakan sebagai alat peraga pembelajaran. Penggunaan media gambar diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa akan materi yang disampaikan guru.

Dengan menggunakan media gambar diharapkan siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran IPS dan dapat belajar secara kondusif. Pembelajaran IPS yang dilakukan menjadi lebih bervariatif dan memberikan pengalaman belajar yang berbeda kepada siswa. Penyajian materi pembelajaran yang bervariatif dapat menghilangkan kesan monoton guru, guru lebih kreatif  dalam menyampaikan materi dan siswa akan lebih aktif mudah memahami materi yang diajarkan. Media gambar merupakan perangkat pengajaran yang dapat menarik minat siswa secara efektif. Media gambar dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa (dalam Soeparno, 2008: 25).

Dilihat dari keefektifan pengguna dari alat bantu gambar dalam proses belajar mengajar pelajaran IPS berdasarkan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu bagaimana siswa belajar melalui gambar, meningkatkan pemahaman siswa akan materi yang disampaikan guru.
Dengan menggunakan media gambar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan media ini siswadiharapkan leih paham karena pembelajaran menjadi lebih konkrit dan realistis. Media gambar merupakan suatu yang diwujudkan secara visual. Agar lebih jelas, maka kerangka pemikiran di atas dapat divisualisasikan ke dalam bagan sebagai berikut.



Gambar 1. Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajaran IPS konsep menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia pada siswa kelas V semester I SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2008/2009.”

METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelas V Semester I SLB Negeri Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011. Alasan pemilihan lokasi adalah karena peneliti mengajar di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam pelaksanaan tindakan.

Penelitian dilaksanakan dalam waktu 2 (tiga) bulan yaitu dari persiapan penelitian bulan Oktober 2010 sampai dengan penyusunan laporan penelitian bulan Desember 2010

B. Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa tunagrahita kelas V SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa sebanyak 6 anak, yang terdiri dari 3 siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan.

C. Prosedur Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan-tindakan mereka dalam melaksankan tugas, memperdalam pemahaman terhadap kondisi dimana praktek pembelaran dilakukan.

Prosedur yang digunakan dalam penelitan ini mengikuti model alur yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Kurt Lewin dalam Arikunto (2002: 83) mengemukakan model yang didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu: 1) Perencanaan atau plannin; 2) Tindakan atau acting; 3) Pengamatan atau observing; dan 3) Refleksi atau reflecting.

Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian dari awal sampai akhir penelitian. Penelitian ini terdiri dari dua siklus tindakan yang masing-masing terdiri dari beberapa kegiatan.

Alur pikir dalam penelitian tindakan, menurut Elliott (2001: 2) dimulai dari diagnosis masalah dan faktor sebab timbulnya masalah, dilanjutkan dengan pemilihan tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan, penetapan desain tindakan dan prosedur pengumpulan data, analisis data, dan refleksi.

Penelitian tindakan ini dilakukan dalam dua siklus tindakan. Prosedur penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini mengacu pada desain penelitian tindakan kelas. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi sebagai berikut: 1) refleksi awal untuk mengidentifikasi masalah; 2) analisis mencari fakta; 3) pelaksanaan tindakan; 4) pengamatan; dan     5) refleksi.

D. Alat Pengambilan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian tindakan ini berupa tes menulis bilangan. Tes diberikan pada setiap akhir tindakan pembelajaran yang dilakukan guru. Budiyono (2003: 54) berpendapat “Metode tes adalah cara mengumpulkan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepad subjek penelitian. Dalam penelitian ini, metode tes digunakan untuk mengumpulkan data menganai ketrampilan menulis bilangan untuk mengumpulkan data mengenai ketrampilan menulis bilangan yang dilakukan siswa melalui metode pembelajaran ethologi yang dilakukan guru.

E. Teknik Pengambilan dan Analisis Data
1. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dan tes.

2. Teknik Analisis Data
Mengacu pada model penelitian tindakan yang digunakan, alur pikir dalam penelitian diawali dari diagnosis masalah dan faktor penyebab masalah dalam pembelajaran PKn, dilanjutkan dengan memilih tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan, penetapan desain penelitian dan prosedur pengumpulan data, analisis data, dan refleksi.
Prosedur analisisnya menggunakan model alur dari Kemmis dan Taggart yang intinya mengidentifikasi perkembangan dan perkembangan dan perubahan subjek setelah subjek sampel diberi perlakuan khusus atau dikondisikan pada situasi tertentu dengan pembelajaran tindakan dalam kurun waktu tertentu dan berulang-ulang sampai program dinyatakan berhasil (Wiriaatmadja, 2006: 65).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Awal
Berdasarkan identifikasi awal, bentuk kesulitan belajar yang dialami siswa Kelas IV SLB Negeri  1 tahun pelajaran 2010/2011 berupa kesulitan dalam memahami fakta-fakta yang disampaikan guru. Rendahnya kemampuan siswa dalam memahami fakta-fakta sejarah yang disampaikan guru tidak terlepas dari rendahnya motivasi belajar siswa selama mengikuti pelajaran sejarah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran, banyak siswa yang kelihatan mengantuk selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, dan kurangnya intensitas interaksi antara siswa dengan guru selama berlangsungnya proses belajar mengajar di kelas.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah tampak aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran adalah sebanyak 2 orang siswa atau 30,33%, siswa yang cukup aktif sebanyak 2 orang atau 30,33%, dan siswa yang belum aktif sebanyak 2 orang atau 30,33%.

Hasil tes ulangan harian diperoleh dari 6 orang siswa kelas V SLB Negeri  Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011. Hasil tes menunjukkan bahwa dari 6 siswa ternyata masih ada sekitar 4 orang siswa atau 66,67% belum mencapai batas tuntas minimal sebesar 60. Nilai rata-rata kelas diperoleh sebesar 54,17. Dengan demikian, secara klasikal siswa kelas V SLB Negeri  Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 belum mencapai batas tuntas minimal yang dipersyaratkan.



B. Deskripsi Tindakan Siklus I
Hasil observasi perilaku siswa dalam proses pembelajaran tindakan Siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) keaktifan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran tindakan dipandang masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang pasif dalam belajar dan belum termotivasi untuk mencari tahu tentang konsep yang harus dipelajari sehingga terkesan menunggu informasi yang diberikan oleh guru; (b) Tingkat kemandirian belajar siswa masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kesan malas pada siswa untuk mempelajari apa yang disarankan guru dan kurang mau berusaha untuk mencari pengetahuan tentang konsep yang dipelajari dengan inisiatif sendiri; dan (c) interaksi antar siswa dalam pembelajaran sudah cukup baik, tetapi interaksi tersebut hanya berkisar pada teknis penyusunan konsep bukannya pada substansi materi pokok bahasan yang dipelajari.

Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat diidentifikasikan adanya hambatan untuk mencapai suasana kelas yang kondusif, yaitu: (a) situasi pembelajaran berpusat pada guru yang sudah terkondisi masih sangat membekas pada diri siswa. Untuk itu diperlukan waktu untuk mengubah kebiasaan yang sudah terpateri dan mengkondisikannya ke dalam pembelajaran yang berpusat siswa; (b) motivasi belajar kurang karena apabila siswa menghadapi kesulitan tidak dapat segera menyelesaikannya; (c) kemandirian belajar pada siswa masih rendah, siswa masih berharap pada bantuan teman atau guru dalam mencari pengetahuan; dan (d) guru sebagai sumber belajar belum dimanfaatkan secara optimal, salah satu penyebabnya adalah adanya rasa sungkan pada diri siswa untuk bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami.

Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktivan siswa dalam pembelajaran pada tindakan siklus I dapat dipaparkan sebagai berikut. jumlah siswa yang sudah tampak aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran adalah sebanyak 4 orang siswa atau 66,67%, siswa yang cukup aktif sebanyak 1 orang atau 16,67%, dan siswa yang belum aktif sebanyak 1 orang atau 16,67%.

Hasil tes ulangan harian diperoleh dari 6 orang siswa kelas V SLB Negeri  Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011. Hasil tes menunjukkan bahwa dari 6 siswa ternyata masih ada sekitar 3 orang siswa atau 50,50% belum mencapai batas tuntas minimal sebesar 60. Nilai rata-rata kelas diperoleh sebesar 60,00. Dengan demikian, secara klasikal siswa kelas V SLB Negeri  Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 sudah mencapai batas tuntas minimal yang dipersyaratkan.



Berdasarkan hasil perolehan tes awal dan tes tindakan pembelajaran Siklus I dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan, yaitu dari 54,17 pada tahap awal menjadi 60,00 pada akhir tindakan Siklus I.

Ditinjau dari tingkat ketuntasan belajar, jumlah siswa yang mencapai batas tuntas minimal pada Siklus I mengalami kenaikan dibandingkan dengan kondisi awal. Jumlah siswa yang mencapai batas tuntas minimal pada kondisi awal sebanyak 2 siswa atau 33,33% mengalami peningkatan menjadi 3 siswa atau 50,00% pada Siklus I.

Refleksi:
1) Implementasi pembelajaran tindakan pada Siklus I berhasil meningkatkan dampak produk berupa peningkatan penguasaan kompetensi dasar siswa dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa dari 54,17 pada kondisi awal menjadi 60,00 pada Siklus I. Tingkat ketuntasan belajar siswa sebagai dampak produk juga mengalami peningkatan, yaitu dari 33,33% pada kondisi awal menjadi 50,00%;
2) Dampak proses yang berhasil diciptakan dari penggunaan strategi pembelajaran dengan media gambar meskipun masih belum optimal adalah bahwa aktivitas kelas menjadi semakin aktif, dan kemandirian belajar siswa mulai muncul. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat aktivitas belajar siswa;
3) Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus I adalah: (a) belum berubahnya pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran berpusat pada siswa; (b) dampak produk berupa penguasaan kompetensi penuh secara klasikal belum tercapai, yaitu mencapai tingkat ketuntasan kelas sebesar 75%. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan yang dilakukan pada tindakan pembelajaran Siklus II.
C. Deskripsi Tindakan Siklus II
Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktivan siswa dalam pembelajaran pada tindakan siklus I dapat dipaparkan sebagai berikut. jumlah siswa yang sudah tampak aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran adalah sebanyak 3 orang siswa atau 50,00%, siswa yang cukup aktif sebanyak 2 orang atau 33,33%, dan siswa yang belum aktif sebanyak 1 orang atau 16,67%.
Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat diidentifikasikan adanya hambatan untuk mencapai suasana kelas yang kondusif, yaitu: (a) situasi pembelajaran berpusat pada guru yang masih membekas pada diri siswa sudah mulai berkurang; (b) motivasi belajar semakin meningkat; (c) kemandirian belajar pada siswa mulai meningkat, siswa sudah mulai melakukan inisiatif dalam mencari pengetahuan; dan (d) guru sebagai sumber belajar mulai dimanfaatkan meskipun masih belum optimal.
Hasil tes ulangan harian diperoleh dari 6 orang siswa kelas V SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011. Hasil tes menunjukkan bahwa dari 6 siswa ternyata masih ada 1 orang siswa atau 16,67% yang belum mencapai batas tuntas minimal sebesar 60. Nilai rata-rata kelas diperoleh sebesar 64,17. Dengan demikian, secara klasikal siswa kelas V SLB Negeri  Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 sudah mencapai batas tuntas minimal yang dipersyaratkan.



Berdasarkan hasil perolehan tes awal dan tes tindakan pembelajaran Siklus II dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan, yaitu dari 60,00 pada akhir tindakan siklus I menjadi 64,17 pada akhir tindakan Siklus II.

Ditinjau dari tingkat ketuntasan belajar, jumlah siswa yang mencapai batas tuntas minimal pada Siklus II mengalami kenaikan dibandingkan dengan kondisi pada akhir tindakan Siklus I. Jumlah siswa yang mencapai batas tuntas minimal pada akhir tindakan Siklus I sebanyak 3 siswa atau 50,00% mengalami peningkatan menjadi 5 siswa atau 83,33% pada akhir tindakan Siklus II.

Refleksi:
1) Implementasi pembelajaran tindakan pada Siklus II berhasil meningkatkan dampak produk berupa peningkatan penguasaan kompetensi dasar siswa dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa dari 60,00 pada akhir tindakan Siklus I menjadi 64,17 pada akhir tindakan Siklus II. Tingkat ketuntasan belajar siswa sebagai dampak produk juga mengalami peningkatan, yaitu dari 50,00% pada kondisi awal menjadi 83,33%.
2) Dampak proses yang berhasil diciptakan dari penggunaan strategi pembelajaran dengan menggunakan media gambar meskipun masih belum optimal adalah bahwa aktivitas kelas menjadi semakin aktif, dan kemandirian belajar siswa terlihat jelas. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya jumlah siswa yang belum terlibat aktif dalam pembelajaran hingga menjadi 10,34%.
3) Hal-hal yang masih belum berhasil dalam pembelajaran tindakan Siklus II adalah: (a) pola pembelajaran yang berpusat pada guru sudah mulai berubah menjadi pola pembelajaran berpusat pada siswa; (b) dampak produk berupa penguasaan kompetensi penuh secara klasikal sudah tercapai, yaitu mencapai tingkat ketuntasan kelas > 70%.

D. Pembahasan
Hipotesis yang menyebutkan bahwa penggunaan media gambar dapat meningkatkan pemahaman pembelajaran IPS pada siswa kelas V SLB Negeri     Wonogiri dalam hal keaktivan dan kemandirian belajar siswa terbukti. Hal ini ditunjukkan dengan hasil observasi dan tes yang dilakukan pada setiap tahapan kegiatan pembelajaran yang menunjukkan adanya dampak proses maupun dampak produk dari penggunaan media gambar dalam pembelajaran yang dilakukan guru.

Dampak produk dari penggunaan media gambar dalam pembelajaran IPS pada siswa kelas V SLB Negeri  Wonogiri adalah berupa meningkatnya pemahaman siswa terhadap konsep pembelajaran yang disampaikan guru. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan dan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa.

Hasil tes ulangan harian yang diperoleh siswa menunjukkan bahwa pada tahap awal, tingkat ketuntasan belajar siswa baru mencapai 33,33% atau baru 2 siswa yang sudah mencapai batas tuntas belajar. Jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan belajar pada akhir tindakan Siklus I mengalami peningkatan menjadi 50,00% atau sudah mencapai 3 orang siswa. Jumlah siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan belajar pada akhir tindakan Siklus II mengalami peningkatan menjadi 83,33% atau sudah mencapai 5 siswa.



Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil produk pembelajaran dengan menggunakan media gambar berhasil meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Penggunaan media dalam pembelajaran merupakan salah satu dari aspek pengelolaan kelas. Hal ini sejalan dengan tujuan manajemen kelas sebagaimana dikemukakan Walker bahwa “classroom systems are developed by teachers to support the larger schoolwide policies and procedures and to manage the academic performance and social behavior of students within instructional environments and arrangements”.

Langkah perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan guru sebagai hasil refleksi dari evaluasi tindakan pembelajaran pada siklus sebelumnya merupakan upaya guru untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam setiap siklus pembelajaran sudah sesuai dengan pandangan Richards, yaitu dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (1) menetapkan dan mengkomunikasikan tujuan pembelajaran pada awal pembelajaran suatu unit; (2) memberikan umpan balik terhadap tujuan-tujuan tersebut; (3) meninjau ulang tujuan pembelajaran secara terus-menerus dan sistematis; dan (4) memberikan umpan balik yang bersifat sumatif terhadap tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Langkah tersebut ternyata mampu mendorong siswa untuk ikut terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan analisis, maka selanjutnya dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Hasil penelitian yang dilakukan menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut: Penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar IPS pada siswa Kelas V di  SLB Negeri Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya dampak proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan pada setiap tahapan tindakan pembelajaran yang dilakukan guru.
Jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan belajar pada akhir tindakan Siklus I mengalami peningkatan menjadi 50,00% atau sudah mencapai 3 orang siswa. Jumlah siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan belajar pada akhir tindakan Siklus II mengalami peningkatan menjadi 83,33% atau sudah mencapai 5 siswa.

B. Saran
1. Bagi Sekolah
Sekolah diharapkan dapat mendorong para guru untuk mencoba berbagai pendekatan pembelajaran agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
2. Bagi Guru
Guru diharapkan lebih bervariatif dalam mengaplikasikan pendekatan pembelajaran yang dilakukan sehingga kemampuan siswa  semakin meningkat.
3. Bagi Siswa
Siswa di sekolah yang kedudukannya sebagai obyek pendidikan hendaklah menyadari bahwa dirinya sebagai faktor utama yang menentukan keberhasilan belajar.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Bandung . Rhineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rhineka Cipta.
–––––––. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Arsyad, Azhar. 2004. “Media Pembelajaran”. Jakarta: PT. Grafindo        Persada.

Elliott, John. 2001. Classroom Action Research. Article. http:// www.madison.edu diakses pada 25 April 2008.

Hamalik, Oemar.2000. Metode dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung:  Tarsito.

Kisworo. 2008. Pembelajaran IPS tetap Bermakna. Artikel.htm. www.upy.ac.id diakses pada 4 Mei 2008.

Mudhoffir. 2004. “Teknologi Instruksional, Sebagai Landasan Perencanaan Dan Penyususnan Prograam Pengajaran”. Bandung: PT. Remaja Rodakarya.

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional: Meniptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan.. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Saidihardjo. 2004. Pengembangan Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Subagyo, P. Djoko. 2001. “Metode Penulisan Dalam Teori Dan Praktik”. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2003. “Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar”. Bandung: Sinar Baru.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2002.  “Kamus Bahasa Indonesia Edisi II”. Depdikbud: Balai Pustaka.

Winkel. 2006. “Psikologi Pengajaran”. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya..