Makalah Pengertian Kurikulum

Makalah Pengertian Kurikulum

Pengertian Kurikulum

Kata kurikulum ( curriculum) pada awalnya digunakan dalam dunia olah raga. Kata ini berasal dari kata curir ( pelari ) dancurere (tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan jarak yang harus ditempuh seorang pelari dari start hingga finish.
Kata kurikulum, kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan sebagai "sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijazah" ( pengertian kurikulum dalam arti sempit ).
 Dari pengertian tersebut, terkandung dua hal pokok, yaitu:

  1. adanya mata pelajaranyang harus ditempuh oleh siswa.
  2. Tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah.
Berdasarkan uraian tersebut, implikasinya terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai semua mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru pada posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh sejauh mana mata pelajaran tersebut dikuasai (biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian).

Sebenarnya kurikulum tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup seluruh pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami oleh siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Harold B Alberty (1965) bahkan memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are providede for the students by the school), baik kegiatan di dalam maupun di luar kelas. Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) juga menemukakan pendapat yang senada. Kurikulum dianggap sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah (The currculum is the sum of total of school effort to influences learning, whwthwr in the classroom, on the playground, or out of school).

Beberapa ahli memiliki pendapat berbeda tentang pengertian kurikulum, diantaranya adalah:
  1. Menurut George A. Beaucham (1976), kurikulum sebagai bidang studi membentuk suatu teori yaitu teori kurikulum. Selain sebagai bidang studi kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan.
  2. Menurut Hilda Taba (1962), Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah.(Hilda Taba ;1962 dalam bukunya “Curriculum Development Theory and Practice).
  3. Nengly and Evaras (1976), Kurikulum adalah semua pengalaman yang direncanakan yang dilakukan oleh sekolah untuk menolong para siswa dalam mencapai hasil belajar kepada kemampuan siswa yang paling baik.
  4. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching on Learning (1956), menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut” The curriculum is the sum totals of schools efforts to influence learning, whether in the class room, on the play ground, or out of school. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah, atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra kulikuler.
  5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku school improvement. Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tanaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervise dan administrasi dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemingkinan memilih mata pelajaran.
  6. Menurut Valiga, T & Magel, C. Kurikulum adalah urutan pengalaman yang ditetapkan oleh sekolah untuk mendisiplinkan cara berfikir dan bertindak.
  7. Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
  8. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
  9. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
  10. B. Bara, Ch (2008), Kurikulum yakni bahwa konsep kurikulum dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis pengertian yang meliputi: (1) kurikulum sebagai produk; (2) kurikulum sebagai program; (3) kurikulum sebagai hasil yang diinginkan: dan (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi peserta didik.
  11. Hamid Hasan (1988) berpendapat bahwa istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian yang saling berhubungan. Keempat dimensi tersebut adalah :
    a-   Kurikulum sebagi sebuah ide
    b- Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan kurikulum sebagai suatu ide
    c-  Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut kurikulum sebagai sebuah realita atau implementasi kurikulum
    d- Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
  12. Daniel Tanner & Laurel Tanner berpendapat, kurikulum merupakan Pengalaman pembelajaran yang terencana dan terarah, yang disusun melalui proses rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang sistematis di bawah pengawasan lembaga pendidikan agar pembelajar dapat terus memiliki minat untuk belajar sebagai bagian dari kompetensi sosial pribadinya.
  13. Romine berpendapat kurikulum mencakup semua temu permbelajaran, aktivitas dan pengalaman yang diikuti oleh anak didik dengan arahan dari sekolah baik di dalam maupun di luar kelas.
  14. Oleh Murray Print kurikum didefinisikan sebagai semua ruang pembelajaran terencana yang diberikan kepada siswa oleh lembaga pendidikan dan pengalaman yang dinikmati oleh siswa saat kurikulum itu terapkan.
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang seiring perkembangan teori dan praktik pendidikan sehingga sulit untuk mengambil suatu pengertian untuk mewakili pandangan-pandangan tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut muncul upaya untuk mengklasifikasikan konsep-konsep kurikulum ke dalam beberapa segi/dimensi.
  • Klasifikasi berdasarkan pandangan lama dan kemudian
    Pandangan lama menganggap kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa, sedangkan pandangan kemudian lebih menekankan pada pengalaman belajar.
  • Klasifikasi berdasarkan pandangan tradisional dan modern
    Pandangan tradisiolnal menganggap kurikulum tidak lebih dari sekedar rencana pelajaran di suatu sekolah. Pandangan modern menganggap kurikulum sebagai sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Dalam dunia pendidikan atau persekolahan di Indonesia, pandangan yang lazim dipakai adalah kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses beljar-mengajar. hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum yang tertera dalam Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional, yang menyebutkan: " Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar". Rencana atau pengaturan tersebut dituangkan dalam kurikulum tertulisyang disebut Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
GBPP memuat komponen-komponen minimal yang mencakup:
  • tujuan yang ingin dicapai, 
  • konten atau materi yang akan disampaikan, 
  • strategi pembelajaran yang dapat dilakukan, dan 
  • evaluasi
  • distribusi materi dalam setiap semester/caturwulan, media pembelajaran, dan sumber-sumber rujukan.

Peranan dan Fungsi Kurikulum

Dalam pendidikan formal di sekolah kurikulum memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan, setidaknya ada tiga peranan kurikulum yang dinilai sangat penting, yakni  peranan konservatif, peranan kritis, atau evaluatif, dan peranan kreatif ( Hamalik, 1990).
  1. Peranan Konservatif
    Perananan konservatif menekankan bahwa kurikulum bisa dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada para generasi muda ( siswa).
    Pada hakikatnya peranan konservatif menempatkat kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya sangat mendasar , disesuaikan pada kenyataan bahwa pendidikan merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakat.
  2. Peranan Kreatif
    Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan yang baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannnya.
  3. Peranan Kritis dan Evaluatif
    Peranan ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu perlu disesuaikan dengan kondisi pada masa sekarang. Oleh karena perkembangan yang terjadi di masa sekarang dan di masa yang akan datang belum tentu sesuai dengan kebutuhan, maka peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, tetapi juga berperan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya, serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Jadi kurikulum berperan sebagai kontrol  atau filter sosial.
Ketiga peranan kurikulum di atas harus berjalan secara seimbang dan harmonis, agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Adalah menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait untuk menyelaraskan ketiga nya. Oleh karena itu, idealnya semua pihak terkait (guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat) benar-benar memahami apa yang menjadi tujuan dan isi kurikulum, yang diterapkan sesuai bidang tugas masing-masing, yaitu :
  • Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses belajar-mengajar.
  • Bagi kepala Sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagi pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan.
  • Bagi orang tua kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya dalam belajar di rumah.
  • Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah
  • bagi siswa, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam belajar. 
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa, Alexander Inglis ( dalam Hamalik, 1990) mengmukakan enam fungsi kurikulum sbb:
  1. Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptif function).
  2. Fungsi integrasi (the integrative function).
  3. Fungsi diferensiasi (the differentiating function).
  4. Fungsi persiapan (the propaedeutic function).
  5. Fungsi pemilihan (the selective function).
  6. Fungsi diagnostic (the diagnostic function).
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yakni mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannnya (baik linkungan fisik maupun sosial) yang dinamis.

Fungsi integrasi  mengandung makna, kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi yang utuh. Sebagai anggota masyarakat siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakat.

Fungsi diferensiasi   mengandung makna, kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa.

Fungsi persiapan mengandung makna, kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan study ke jenjang selanjutnya, juga mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat.

Fungsi pemilihan  mengandung makna, kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu  memberikan kesempatan pada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini erat kaitannnya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan akan adanya perbedaan individu siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk itu, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksible.

Fungsi diagnostik   mengandung makna, kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan sisiwa untuk memahami dan menerima potensi kelemahan yang dimilikinya, atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

Keenam fungsi di atas harus dimiliki oleh suatu lembaga pendidikan secara menyeluruh, dengan demikian kurikulum dapat memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dab perkembangan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan.

Referensi :
Materi Pokok perkembangan Kurikulum dan Pembelajaran, UT 2012
Makalah Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum

Makalah Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum

A. Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum 
Ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan administratif ( administrative approach) dan pendekatan akar rumput ( grassroots approach).

1. Pendekatan Administratif
Pendekatan ini disebut pendekatan top-down atau line staff model, karena pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif dari para pejabat/pemegang kebijakan pendidikan. Selanjutnya dengan menggunakan semacam garis komando, pengembangan kurikulum menetes ke bawah. 
Proses pengembangan kurikulum top-down umumnya sebagai berikut:

TAHAP 
PROSES
PertamaPembentukan tim pengarah yang bertugas menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan, serta merumuskan konsep dasar dan garis-garis besar kebijakan. Tim pengarah ini biasanya terdiri atas para pejabat pengambil keputusan, pengawas pendidikan,ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah para tokoh masyarakat.
KeduaPembentukan tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional, memilih dan menyusun urutan bahan pelajaran, memilih strategi pembelajaran, media dan alat pembelajaran, menyusun pedoman evaluasi,dan pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru. Anggota kelompok kerja adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu, ditambah dengan guru-guru yang sudah berpengalaman melaksanakan kurikulum
KetigaKurikulum direvisi, dan bila dianggap perlu diujicobakan, dan dievaluasi kelayakannya. Hasil uji coba digunakan sebagai bahan penyempurnaan.
KeempatMenyebarluaskan serta memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah disusun tersebut.

2. Pendekatan Akar Rumput
Model ini biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Tugas para administrator dalam pengembangan model ini hanya sebagai motivator dan fasilitator. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum bisa dimulai dari guru secara individual, atau kelompok (misalnya kelompok guru mata pelajaran dari beberapa sekolah).
Pendekatan grassroot dalam pengembangan kurikulum dapat dilakukan hanya jika guru-guru di sekolah mempunyai kemampuan dan sikap profesional yang tinggi serta memahami seluk-beluk pendidikan.
Dari sudut pandang yang lain, pengembangan kurikulum dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yakni :
  1. Pendekatan Mata Pelajaran
    Pendekatan ini bertolak dari mata pelajaran (subject matter) sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Dalam pendekatan ini juga disebut separated subject centered curriculum atau isolated curriculum.Pembagian tanggung jawab guru menggunakan sistem guru mata pelajaran.
  2. Pendekatan Interdisipliner
    Suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat yang mempengaruhi segi-segi kehidupan harus ditinjau dari berbagai segi, selainmenguasai disiplin ilmu, juga diperlukan kematanga intelektial tertentu, dimana siswa SD belum memiliki kematangan tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut, sebaiknya kurikulum sekolah dasar tidak disusun berdasarkan mata pelajaran yang terpisah-pisah, melainkan mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang sama dipadukan menjadi satu bidang studi (broadfield). Pendekatan seperti ini disebut pendekatan interdisipliner.
    Pendekatan interdisipliner terdiri atas tiga pendekatan, yakni:
    a. Pendekatan struktural
    Pendekatan struktural bertolak dari struktur suatu disiplin ilmu tertentu.
    b. Pendekatan Fungsional
    Pendekatan ini bertolak dari suatu masalah yang bermakna bagi kehidupan manusia, yang terjadi dalam masyarakat atau lingkungan sekolah.Berdasarkan masalah terseput, dikaji berbagai disiplin ilmu yang berada pada satu bidang yang sama, yang dianggap relevan dengan masalah tersebut.
    c. Pendekatan derah
    Pendekatan ini bertolak dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai subjek pelajaran. Berdasarka daerah tersebut, kemudian dipelajari aspek-aspek yang relevan, seperti aspek biografi, ekonomi dan antropologi.
  3. Pendekatan Integratif
    Pendekatan ini bertolak dari suatu keseluruhan atau kesatuan yang bermakna dan berstruktur.Bermakna artinya keseluruhan tersebut memiliki arti dan dan faedah tertentu. Pendekatan ini berasumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Manusia bukanlah jumlah dari bagian-bagian tubuh atau penjumlahan badaniah dan rohaniah, melainkan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Pendidikan anak adalah pendidikan yang menyeluruh dalam rangka pembentukan pribadi siswa yang terintegrasi, oleh karena itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa, sehingga mampu mengembangkan pribadi yang utuh.Mata pelajaran/ bidang studi hanya bagian yang mempengaruhi perkembantan anak.  Pengembangan terpadu dewasa ini banyak dikembangakan di negara kitadengan istilah integrated curriculum dengan sistem penyampaian menggunakan sistem pembelajaran terpadu.
 Perlu diingat, dalam pelaksanaannya, kita dapat menerapkan beberapa jenis pendekatan sekaligus.

B. Model Pengembangan Kurikulum
Model pengembangan kurikulum adalah proses untuk membuat keputusan dan merevisi suatu program kurikulum. Berikut adalah model pengembangan kurikulum menurut beberapa ahli :

Model Pengembangan Kurikulum dari Ralp W. Tyler
Model Tyler menekankan pada bagaimana merancang suatu kurikulum disesuaikan dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Menurut Tyler ada 4 hal pokok untuk mengembangkan kurikulum, yakni
  1. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai,
    Merumuskan tujan merupakan langkah pertama dan utama yang harus dilakukan, sebab tujuan merupakan arah dan sasaran pendidikan. Merumuskan tujuan kurikulum sangat bergantung pada teori dan filsafat pendidikan serta model kurikulum yang dianut. Bagi pengembang kurikulum yang lebih berorientasi pada disiplin ilmu, maka penguasaan berbagai konsep dan teori yang tergambar dalam disiplin ilmu menjadi sumber utama tujuan kurikulum. Kurikulum yang demikian disebut kurikulum yang bersifat discipline oriented.
    Pengembang kurikulum yang lebih humanis mengarahkan tujuan kurikulum pada pengembangan pribadi siswa. sumber utama perumusan tujuan tentu saja siswa itu sendiri, baik yang berhubungan dengan minat, bakat maupun kebutuhan untuk membekali hidupnya (child centered).
    Pengembang kurikulum yang berorientasi rekonstruksi sosial memposisikan kurikulum sekolah sebagai alat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat (society centered)
  2. Pengalaman belajar 
    Pengalaman belajar adalah segala aktivitas siswa dalam beri nteraksi dengan lingkungan. Menurut Tyler, pengalaman belajar bukanlah isi atau materi pelajaran, juga bukan aktivitas guru dalam memberikan pelajaran, melainkan aktivitas dalam proses pembelajaran. Dengan demikian yang bharus dipertanyakan adalah "apa yang telah atau akan dikerjakan siswa?" bukan " Apa yang akan atau telah diperbuat guru?".
    ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa:
    a.  Pengelaman belajar siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
    b.  Setiap pengalaman belajar harus memuaskan siswa
    c.  Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan siswa
    d.  Satu penaglaman belajar dapat mencapat beberapa tujuan yang berbeda.
  3. Pengoganisasian Pengalaman Belajar
    Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar, yakni penorganisasian secara vertikal dan horisontal. Pengorganisasian secara vertikal dilakukan apabila menghubungkan pengalaman belajar dalam satu kajuian yang sama, dalam tingkat/kelas yang berbeda. Sedangkan pengorganisasian secara horisontal jika kita menghubungkan pengalaman belajar pada tingkat/kelas yang sama.

    Ada tiga prinsip dalam pengorganisasian pengalaman belajar :
    a.  Kesinambungan
    Pengalaman belajar yang diberikan harus berkesinambungan dan diperlukan untuk pengembagan pengalaman belajar selanjutnya.

    b.  Urutan Isi
    Hal ini erat kaitannya dengan kontinuitas. Perbedaan dengan prinsip pertama terletak pada tingkat kesulitandan keluasan bahasan, artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan harus memperhatikan tingkat perkembangan siswa.

    c.  Integrasi
    Suatu pengalaman yang diberikan kepada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang yang lain.
  4. Pengembangan Evaluasi
    Dengan evaluasi kita dapat menentukan apakah kurikulum yang digunakansedah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh seklah atau sebaliknya. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan evaluasi :
    a.  Evaluasi harus menilai ketercapaian perubahan tingkah laku siswa sesuai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
    b.  Evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.

    Evaluasi dalam pengembangan kurikulum memiliki dua fungsi :
    a.  Fungsi Sumatif
    Fungsi ini berkaitan dengan pengumpulan data tentang ketercapaian tujuan atau penguasaan isi kurikulum oleh siswa.

    b. Fungsi Formatif 
    Fungsi ini berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi untuk mengetahui apakah program yang disusun telah dianggap sempurna atau perlu perbaikan.

Model Pengembangan Kurikulum Menurut Hilda Taba
Model Hilda Taba lebih menitik beratkan pada bagaiman mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.
Pada prinsipnya ada 5 langkah pengembangan kurikulum model Taba :

a. Menghasilkan unit-unit percobaan(pilot unit) melalui langkah-langkah berikut :
  1. Mendiagnosis kebutuhan
    Dimulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswamelalui diagnosis tentang gaps, berbagai kekurangan ( deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa.
  2. memformulasikan tujuan
  3. Memilih isi
    Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan, tetapi harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaanya untuk siswa.
  4. Mengorganisasikan isi.
    Berdasarkan hasil seleksi isi, selanjutnya kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannnya sehingga tampak pada tingkat/kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.
  5. Memilih pengalaman belajar
    Pada tahap ini, ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
  6. Mengorganisasikan pengalaman belajar
    Pengalaman-pengalaman belaar yang telah ditentukan dikemas dalam paket-paket kegiatan. Pada tahap ini, sebaiknya siswa diajak serta agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.
  7. Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa
    Guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa.
  8. Menguji keseimbangan isi kurikulum
    Pengujian ini dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalam belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
b.  Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
c.  Merevisi Dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
d.  Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum
e.  Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji

Pada tahap terakhir perlu dipersiapkan guru-guru yang akan melaksanakan di lapangan, alat-alat, dan fasilitas yang sesuai dengan tuntutan kurikulum.


Model Pengembangan Kurikulum dari Olivia
Menurut Olivia suatu model kurikulum harus bersifat sederhana, komperhensif dan sistematik. Model ini terdiri dari 12 langkah :
  1. Menetapkan dasar filsafat yang digunakan dan pandangan tentang hakikat belajar dengan mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan umum siswa dan kebutuhan masyarakat.
  2. Menganalisis kebutuhan masyarakat tempat sekolah berada , kebutuhan khusus siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diajarkan.
  3. Merumuskan tujuan umum kurikulum yang didasarkan pada kebutuhan (langkah sebelumnya)
  4. Merumuskan tujuan khusus kurikulum yang merupakan penjabaran dari tujuan umum kurikulum.
  5. Mengorganisasikan rancangan implementasi kurikulum
  6. menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran
  7. Merumuskan tujuan khusus pembelajaran.
  8. menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran yang dimungknkan daat mencapai tujuan pembelajaran.
  9. Menyeleksi dan menyempurnakan teknik penilaian yang akan digunakan
  10. Mengevaluasi pembelajaran
  11. Mengevaluasi kurikulum.
Menurut olivia, model yang digunakan ini dapat digunakan dalam 3 dimensi :
  • digunakan dalam penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus, seperti bidang studi tertentu, baik dalam tataran penyempurnaan kurikulum, maupundalam proses pembelajaran.
  • Digunakan untuk membuat keputusandalam merancang suatu program kurikulum
  • Mengembangkan program pembelejaran secara lebih khusus

Model Pengembangan Kurikulum dari Beauchamp
Beaucham mengemukakan 5 langkah pengembangan kurikulum, sbb :
  1. Menentukan wilayah atau area yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum
  2. menetapkan pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum
  3. Menetapkan prosdur yang akan ditempuh.
    Keseluruhan prosedur tersebut ditempuh dalam 5 langkah sbb :
    • Membentuk tim pengembang kurikulum
    • Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan
    • Melakukan studi tentang penentuan kurikulum baru.
    • Merumuskan kriteria dan alternatif pengembangan kurikulum
    • Menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki
  4. Implementasi kurikulum
  5. Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut :
    • evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah
    • evaluasi terhadap desain kurikulum
    • evaluasi keberhasilan anak didik 
    • evaluasi sistem kurikulum.
Sumber :
Materi Pokok perkembangan Kurikulum dan Pembelajaran, UT 2012
Makalah Penjas Orkes Maksud dan Tujuan Konvensi Nasional

Makalah Penjas Orkes Maksud dan Tujuan Konvensi Nasional

Latar Belakang
Payung hukum pembangunan sistem keolahragaan nasional berupa UU No. 3 Tahun 2005 beserta PP nya telah disahkan dan diluncurkan oleh Pemerintah. Dalam payung hukum tersebut tercakup subsistem utama keolahragaan yang meliputi olahraga pendidikan (pendidikan jasmani), olahraga rekreasi (olahraga masyarakat) dan olahraga kompetitif (prestasi). Payung hukum tersebut, tentu perlu diterjemahkan menjadi kebijakan-kebijakan pembinaan sebagai panduan bagi peningkatan dan penyempurnaan secara berkelanjutan dalam ketiga subsistem keolahragaan tersebut di atas. Kebijakan yang mantap memerlukan dukungan hasil riset dalam subdisiplin ilmu keolahragaan terkait.

Persoalan besar dari ketiga subsistem tersebut tetap berkisar di seputar peningkatan mutu proses penyelenggaraannya, dan mutu pencapaian hasilnya, di samping lemahnya keterpaduannya mulai dari tataran kebijakan, penyelenggaraan, pemantauan hingga penilaian (evaluasi). Proses penyelenggaraannya bergelimang dengan mitos, fakta "ilmiah semu" dan common sense, meskipun perlu diakui yakni pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman langsung dalam bentuk tacit knowledge berupa, hikmah yang tertangkap secara cerdas oleh para pembina yang tekun melalui proses refleksi yang tekun, sungguh sangat bermanfaat dan sering membuahkan hasil pembinaan yang membanggakan.

Berdasarkan tinjauan sekilas di atas, maka tema konvensi nasional dalam pendidikan jasmani, kesehatan, rekreasi, olahraga dan tari adalah:

"Paradigma Baru Pembangunan Keolahragaan Nasional Berbasis Ilmu Secara Terpadu"


MAKSUD & TUJUAN

Maksud:

Konvensi nasional penjas dan olahraga ini dimaksudkan untuk menggalang seluruh potensi masyarakat olahraga di Indonesia dalam rangka membangkitkan kembali semangat membangun, sekaligus memberikan arah dan isi bagi sistem keolahragaan nasional dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian serta untuk menumbuh kembangkan ilmu keolahragaan itu sendiri.

Tujuan:

* Menghimpun gagasan untuk pembangunan keolahragaan nasional yang bersumber pada pengetahuan berbasis penelitian guna mendukung terselenggaranya pembinaan secara sistemik dan sistematik.
* Menggali fakta-fakta ilmiah dari sejumlah subdisiplin ilmu keolahragaan untuk mendukung pengembangan kebijakan dan implementasinya hingga pelaksanaan pembinaan pada tataran praksis dalam bidang pendidikan jasmani, pendidikan kesehatan, rekreasi, olahraga, dan tari.
* Merangsang penelitian dan publikasi dalam ilmu keolahragaan
Makalah E-Learning Penjas Orkes

Makalah E-Learning Penjas Orkes

E-Learning dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah "maya". Definisi E-Learning sendiri sebenarnya sangatlah luas, bahkan sebuah portal / web besar yang menyediakan informasi tentang suatu topik dapat tercakup dalam lingkup e-learning ini. Namun, istilah e-Learning lebih tepat ditujukan sebagai usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar yang ada di sekolah ke dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet.

e-learning merupakan istilah untuk pendidikan yang disampaikan dengan banyak pengertian. Dimasa lalu, hal ini termasuk digunakannya komputer mainframe, floppy diskette, CD-ROM multimedia, dan videodisk interaktif. saat ini, teknologi Web (Internet dan Intranet) telah menjadi media penyampaian yang paling digemari. Di masa depan, e-Learning akan disampaikan menggunakan PDA's (misalnya Palm Pilot dan POcket PC) bahkan lewat piranti wireless seperti telepon selular. ini merupakan hal baru, bentuk pendidikan bergerak (mobile education)yang disebut dengan m-Learning.

Harus diakui bahwa tujuan e-Learning menitikberatkan pada efisiensi proses belajar mengajar. Cara pengajaran maupun materi ajar tetap mengacu pada kurikulum nasional. Konsep Knowledge Management, belajar mandiri yang berbasis pada kreativitas siswa, akan mendorong siswa melakukan analisa hingga sintesa pengetahuan, menghasilkan tulisan, informasi dsn pengetahuan sendiri menjadi fokus yang lebih mengarah ke masa depan. Siswa tidak lagi dibombardir dengan doktrin ilmu pengetahuan tetapi juga lebih dirangsang untuk mengeksploitasi pengetahuan dan menjadi bagian integral proses pemurnian pengetahun itu sendiri.

Dari uraian diatas, ada satu pertanyaan yang timbul dalam benak saya, mungkinkah e-learning penjas akan ada di negeri ini ???
Makalah "Apakah Modifikasi Pembelajaran Penjas Orkes Perlu?"

Makalah "Apakah Modifikasi Pembelajaran Penjas Orkes Perlu?"

PENDAHULUAN

Modifikasi pembelajaran pendidikan jasmani penulis anggap penting untuk diketahui oleh para guru pendidikan jasmani. Diharapkan dengan mereka dapat menjelaskan pengertian dan konsep modifikasi, menyebutkan apa yang dimodifikasi dan bagaimana cara memodifikasinya, menyebutkan dan menerangkan beberapa aspek analisis modifikasi.

Dalam penyelenggaraan program pendidikan jasmani hendaknya mencerminkan karakteristik program pendidikan jasmani itu sendiri, yaitu “ Developentally Appropriate Practice” (DAP). Artinya bahwa tugas ajar yang disampaikan harus memerhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu mendorong kea rah perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan anak didik yang diajarnya. Perkembangan atau kematangan yang dimaksud mencakup fisik, psikis maupun keterampilannya.

Tugas ajar itu juga harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan karakteristik individu dan mendorongnya kea rah perubahan yang lebih baik.
a. Pernahkah anda membayangkan apakah kita mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan karakteristik siswa melalui tugas ajar yang kita berikan ?
b. Apakah keadaan media pembelajaran yang dimiliki sekolah anda bias memfasilitasi aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani secara optimal ?
c. Perlukah kita mengadakan perubahan, penataan atau mengembangkan kemampuan daya dukung pendidikan jasmani di sekolah kita ?
d. Upaya apa yang bias kita lakukan agar proses pembelajaran pendidikan jasmani tersebut bisa memberikan hasil yang lebih baik ?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin sering muncul manakala kita merenungi tugas kita sebagai seorang guru pendidikan jasmani yang cukup berat.

2. KONSEP MODIFIKASI

Modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru agar proses pembelajaran dapat mencerminkan DAP. Esensi modifikasi adalah menganalisis sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar siswa dalam belajarnya.

Cara ini dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan membelajarkan siswa yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya kurang terampil menjadi lebih terampil. Cara-cara guru memodifikasi pembelajaran akan tercermin dari aktivitas pembelajarannya yang diberikan guru mulai awal hingga akhir pelajaran. Selanjutnya guru-guru pendidikan jasmani juga harus mengetahui apa saja yang bisa dan harus dimodifikasi serta tahu bagaimana cara memodifikasinya. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan berikut harus dipahami dengan sebaik-baiknya.

a. Apa yang dimodifikasi ?

Beberapa aspek analisis modifikasi ini tidak terlepas dari pengetahuan guru tentang tujuan,karakteristik materi, kondisi lingkungan, dan evaluasinya.

Disamping pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang tujuan, karakteristik, materi, kondisi lingkungan, dan evaluasi, keadaan sarana, prasarana dan media pengajaran pendidikan jasmani yang dimiliki oleh sekolah akan mewarnai kegiatan pembelajaran itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari yang paling dirasakan oleh para guru pendidikan jasmani adalah hal-hal yang berkaitan dengan sarana serta prasarana pendidikan jasmani yang merupakan media pembelajaran pendidikan jasmani sangat diperlukan.

Minimnya sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang dimiliki sekolah-sekolah, menuntut seorang guru pendidikan jasmani untuk lebih kreatif dalam memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada. Seorang guru pendidikan jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara yang semenarik mungkin, sehingga anak didik akan merasa senang mengikuti pelajaran penjas yang diberikan. Banyak hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh guru pendidikan jasmani untuk kelancaran jalannya pendidikan jasmani.

Guru pendidikan jasmani di lapangan tahu dan sadar akan kemampuannya. Namun apakah mereka memiliki keberanian untuk melakukan perubahan atau pengembangan – pengembangan kea rah itu dengan melakukan modifikasi ?

Seperti halnya halaman sekolah, taman, ruangan kosong, parit, selokan dan sebagainya yang ada dilingkungan sekolah, sebenarnya dapat direkayasa dan dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani.

Dengan melakukan modifikasi sarana maupun prasarana, tidak akan mengurangi aktivitas siswa dalam melaksanakan pelajaran pendidikan jasmani. Bahkan sebaliknya, karena siswa bisa difasilitasi untuk lebih banyak bergerak, melalui pendekatan bermain dalam suasana riang gembira. Jangan lupa bahwa kata kunci pendidikan jasmani adalah “Bermain – bergerak – ceria”.

b. Mengapa Dimodifikasi ?

Lutan (1988) menyatakan : modifikasi dalam mata pelajaran pendidikan jasmani diperlukan, dengan tujuan agar :
a) Siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran 
b) Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi
c) Siswa dapat melakukan pola gerak secara benar.

Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada dalam kurikulum dapat disajikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik anak. 

Menurut Aussie (1996), pengembangan modifikasi di Australia dilakukan dengan pertimbangan :
a) Anak-anak belum memiliki kematangan fisik dan emosional seperti orang dewasa; 
b) Berolahraga dengan peralatan dan peraturan yang dimodifikasi akan mengurangi 
cedera pada anak;
c) Olahraga yang dimodifikasi akan mampu mengembangkan keterampilan anak lebih cepat 
dibanding dengan peralatan standar untuk orang dewasa, dan
d) Olahraga yang dimodifikasi menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan pada anak-anak 
dalam situasi kompetitif.

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa pendekatan modifikasi dapat digunakan sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran pendidikan jasmani, oleh karenanya pendekatan ini mempertimbangkan tahap-tahap perkembangan dan karakteristik anak, sehingga anak akan mengikuti pelajaran pendidikan jasmani dengan senang dan gembira.
Skripsi PTK BAB IV dan Daftar Pustaka Tuna Grahita Penjas Orkes

Skripsi PTK BAB IV dan Daftar Pustaka Tuna Grahita Penjas Orkes

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Pada dasaarnya anak tuna grahita itu sama dengan anak yang normal dalam segi motoriknya akan tetapi anak  tuna grahita atau disebut keterbelakangan mental memiliki kelambatan dalam belajar. Program penjas adaptif sangatlah membantu bagi anak tuna grahita dengan pengajaran yang tepat maka pendidikan olahraga akan mengenai sasarannya. Modifikasi kurikulum pendidikan penjas adaptif dilakukan terhadap: alokasi waktu, isi/materi kurikulum, proses belajar-mengajar, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas.
4.2. Saran
Anak tuna grahita bukan momok yang harus dikucilkan dalam pembelajaran penjas disekolah maupun temannya dan masyarakat bahkan mereka harus mendapatkan perhatian yang lebih terkhusus untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti halnya anak yang normal lainnya.
Sehingga diperlukan lembaga khusus yang menangani anak tuna laras. Peserta didik yang menyandang kelainan demikian juga memperoleh pendidikan yang layak, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam hal ini menyatakan dengan singkat dan jelas bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran” yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2007. Diklat pembekalan guru kelas/ agama SD mata pelajaran penjas. Jawa barat
http//irfandedikpurnomo.files.wordpress.com/.../anak-tunagrahita-dan-karakteristiknya.doc
Skripsi PTK BAB III Tuna Grahita Penjas Orkes

Skripsi PTK BAB III Tuna Grahita Penjas Orkes

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Karakteristik Pendidikan Bagi Anak Tuna Grahita
                        Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan intelegensi, terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo. Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat. Selain itu, juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.
Keterbatasan lain yang dimiliki anak tunagrahita yaitu kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu,kurang dapat merespon dan menangkap suatu materi. Sehingga kurikulum yang digunakan tunagrahita adalah kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum pendidikan penjas adaptif dilakukan terhadap: alokasi waktu, isi/materi kurikulum, proses belajar-mengajar, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas. Dengan ini, maka diharapkan mereka akan mendapatkan sejumlah pengalaman baru yang kelak dapat dikembangkan anak guna melengkapi bekal hidup. Mengingat kondisi peserta didik yang memiliki keterbatasan intelegensi dan juga keterbatasan lainnya, dan juga pentingnya pendidikan. Maka dari hal tersebut bahwa pentingnya pendidikan untuk anak tuna grahita termasuk  pendidikan motorik anak dalam olahraga, Serta yang perlu di perhatikan adalah karakteristiknya (Modul Depdiknas: 2007), seperti:
a.       Dalam belajar keterampilan membaca, keterampilan motorik, keterampilan lainnya adalah sama seperti anak normal pada umumnya.
b.      Perbedaan tuna grahita dalam mempelajari keterampilan terletak pada karakteristik belajarnya.
c.       Perbedaaan karakteristik belajar pada anak tuna grahita ada dalam tiga daerah yaitu;
1.      Tingkat kemahirannya dalam keterampilan tersebut.
2.      Generalisasi dan transfer keterampilan yang baru diperoleh.
3.      Perhatiannya terhadap tugas..
Adapun Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi,
1.Fisik (Penampilan)
Ø  Hampir sama dengan anak normal
Ø  Kematangan motorik lambat
Ø  Koordinasi gerak kurang
Ø  Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
2.Intelektual
Ø  Sulit mempelajari hal-hal akademik.
Ø  Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
Ø  Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
Ø  Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
3.Sosial dan Emosi
Ø  Bergaul dengan anak yang lebih muda.
Ø  Suka menyendiri
Ø  Mudah dipengaruhi
Ø  Kurang dinamis
Ø  Kurang pertimbangan/kontrol diri
Ø  Kurang konsentrasi
Ø  Mudah dipengaruhi
Ø  Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.

3.2.            Pendekatan Pembelajaran Penjas Adaptip Bagi Anak ALB
Penjas adaptif berperan penting dalam keberhasilan anak mengikuti proses pendidikan. Program Penjas adaptif memiliki cirri yang berbeda dengan pendidikan jasmani biasanya yaitu programnya disesuaikan dengan kelainan anak, programnya mengarah kepada perbaikan dan koreksi kelainan, dan programnya mengarah kepada pengembangan dan peningkatan jasmani individu siswa. Supaya program pengajaran atau pembinaandapat diikuti bagi anak ALB (tuna grahita)  maka perlu adanya modifikasi dalam setiap aspek pembelajaran. Adapun modifikasi program pembelajarannya secara umum adalah sebagai berikut:
a.       Kurikulumnya baik secara perubahan total maupun perubahan sebagian dari kurikulum.
b.      Strategi belajarnya dapat dig anti atau di sesuaikan berdasarkan sutu kondisi dan sikon yang memungkinkan.
c.       Medianya (materi dan alat) yang digunakan di sesuaikan bagi anak tuna grahita.
d.      Pengaturan kelasnya, disini sangat penting karena perlunya suatu teknik mengajar yang sesuai dengan anak tuna grahita atau anak ALB lainnya
e.       Lingkungan atau sarana fisik yang dapat menunjang bagi pemberian suatu pembinaan penjas.
Adapun pendekatan  pengajaran bagi anak tuna grahita atau ALB lainya yaitu:
a.       Pengajaran klasikal diberikan kepada anak tuna grahita atau ALB lainnya yang memiliki tingkat akademis normal dan sama dalam satu kelas, sehingga kegiatan dan materinya sama dalam satu kelas.
b.      Pengajaran individual adalah pengajaran yang diberikan orang-perorang dari anak ALB.
c.       Individualisasi pengajarannya adalah pendekatan dalam kelas akan tetapi setiap anak memiliki sutu program sesuai dengan tingkat pencapaian dalam belajar.
d.   Memberikan pembelajaran dengan metode inklusi.
3.3.            Pembelajaran Penjas Atau Olahraga Bagi Anak Tuna Grahita
Dalam penyelenggaraan program pendidikan jasmani hendaknya mencerminkan karakteristik program pendidikan jasmani itu sendiri, yaitu “ Developentally Appropriate Practice” (DAP). Artinya bahwa tugas ajar yang disampaikan harus memerhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu mendorong kearah perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan anak didik yang diajarnya. Perkembangan atau kematangan yang dimaksud mencakup fisik, psikis maupun keterampilannya.
Dengan pendidikan jasmani atau olahraga yang diadaptasi dan dimodifikasi sesuai kebutuhan jenis kelainan dan tingkat kemampuan albmerupakan salah satu factor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pendidikan olahraga atau penjas bagi anak yang berkelainan termasuk tuna grahita.  pendidikan jasmani adaftif merukpakan suatu system penyampaian layanan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan pemecahan masalah bagi anak ALB. Adapun cirri dari program penjas adaptif antara lain:
a.       program penjas addaptif disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan siswa.
b.      Program pengajaran penjas adaptif harus dapat membantu dan mengkoreksi kelainan yang disandang oleh siswa.
c.       Program pengajaran penjas adaptif harus dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan jasmani individu.
Untuk pembinaan anak tuna grahita dalam penjas atau olahraga dapat dilihat dari hal di atas serta adanya suatu perombakan dalam program pembelajaran. Anak tuna grahita biasanya kurang cepat dalam menerima atau merespon dari apa yang dipelajarinya atau dilakukannya.