BAB
III
TINJAUAN
TEORETIS PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH TERHADAP MUTU PROSES PEMBEAJARAN
A. Kinerja Kepala Sekolah
Kepala
sekolah menurut Wahjosumidjo (2002 : 83) didefinisikan sebagai seorang tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah tempat
diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat terjadi interaksi antara
guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sedangkan
pengertian kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah) secara lebih spesifik
(Diknas, 2000 : 11) adalah :
“Cara atau usaha kepala sekolah
dalam mempengaruhi, mendorong,
membimbing, mengarahkan, dan menggerakan guru, siswa, orang tua siswa,
masyarakat, dan pihak lain yang terkait untuk berkerja dan berperan serta guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
Kepala
sekolah diartikan sebagai pimpinan tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinannya
akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah.
Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kinerja yang tinggi. Untuk
mempunyai kinerja yang tinggi maka kepala sekolah harus memiliki kemampuan atau
bekal keterampilan yang memadai dalam bidang kepemimpinan. Menurut Pidarta
(1988 : 70) terdapat tiga kemampuan atau keterampilan dasar yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin termasuk kepala sekolah, yaitu : (1) Keterampilan teknik
(technical skill). (2) Keterampilan hubungan kemanusiaan (human
relation skill). (3) Keterampilan konseptual (conceptual skill).
Keterampilan-keterampilan ini secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Keterampilan Teknik (Technical Skill)
Keterampilan
teknik menurut Pidarta ( 1988 : 70) ialah keterampilan dalam menggunakan
pengetahuan, metode, teknik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas
tertentu.
Menurut Tunggara (2001 : 35)
keterampilan teknik adalah keterampilan yang berhubungan dengan
pengetahuan, metode, dan teknik-teknik
tertetu dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Wahjosumidjo ( 2002 : 101) menjelaskan
bahwa keterampilan teknik adalah keterampilan yang berkenaan dengan :
(a) Penguasaan pengetahuan tentang
metode, proses, prosedur, dan teknik untuk menyelesaikan tugas/kegiatan khusus;
dan
(b) Kemampuan untuk memanfaatkan
serta mendayagunakan sarana, prasarana, peralatan yang diperlukan untuk
mendukung kegiatan yang bersifat khusus tersebut.
Singkatnya
keterampilan teknik itu merupakan kecakapan spesifik tentang proses, prosedur,
atau teknik-teknik, atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal
khusus dan penggunakan fasilitas, peralatan, serta teknik-teknik pengetahuan
yang spesifik.
Dalam
kaitannya dengan kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah), keterampilan ini
menurut Resmiati ( 1998 : 32) berkenaan dengan pengetahuan khusus yang
diperlukan untuk memformulasikan fungsi-fungsi pokok atau tugas-tugas yang
berkaitan dengan posisi sebagai pemimpin. Adapun rincian keteramilan teknik ini
meliputi : Menggunakan sistem observasi kelas, pengelolaan belajar mengajar,
menetapkan tujuan pengajaran, merencanakan pengajaran, penyeleksian sumber
pelajaran, menentukan metode mengajar, mendemontrasikan keterampilan
pengajaran, dan menggunakan evaluasi.
Adapun
aspek-aspek yang akan diteliti dalam mengukur keterampilan teknik yang dimiliki
kepala sekolah adalah :
(a)
Menentukan tujuan pengajaran
(b)
Merencakanan pengajaran
(c )
Mengobservasi kelas
(d)
Pengelolaan belajar mengajar
(e)
Menentukan metode pengajaran
(f)
menggunakan evaluasi.
2. Keterampilan Hubungan Kemanusiaan ( Human
Relation Skill)
Keterampilan
hubungan kemanusiaan menurut Tracey yang dikutip oleh Wahjosumidjo (2002 : 386)
adalah kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok
dan untuk menciptakan usaha kerja sama di lingkungan kelompok yang dipimpinnya.
Keterampilan ini menurut Pidarta (1988 70) berhubungan dengan keterampilan untuk bekerja sama, memotivasi,
serta memimpin.
Wahjosumidjo
( 2002:101) menjelaskan bahwa keterampilan hubungan kemanusiaan berkenaan
dengan :
(a) Kemampuan untuk memahami
perilaku manusia dalam proses kerja
sama.
(b) Kemampuan untuk memahami
isi hati, sikap, dan motif lain.
(c) Kemampuan untuk
berkomunikasi secara jelas dan efektif.
(d) Kemampuan untuk menciptakan
kerja sama yang efektif, kooperatif,
praktis, dan diplomatis.
(e) Mampu berperilaku yang
dapat diterima.
Keterampilan
ini, menurut Tungggara (2001 : 35) menunjukkan kemauan seorang pemimpin dalam
bekerja dengan melalui orang lain secara efektif dan untuk membina kerja sama.
Untuk mencapai kemampuan ini, seorang pemimpin harus dapat mengenal dirinya
sendiri dan sesama orang lain.
Tracey (
dalam Wahjosumidjo, 2002 : 35) menjelaskan bahwa human skills menunjukkan
keterampilan yang berkaitan dengan orang atau manusia, yaitu : (a) Mampu mempengaruhi orang lain.
(b) Mampu melihat dirinya
sendiri atau sikapnya.
(c)Mampu menciptakan suatu lingkungan
dimana pemimpin dan bawahannya merasa yakin, suasana memungkinkan bekerja sama
secara harmonis dan produktif.
(d) Mampu menjadi
komunikator dan pemimpin yang efektif.
(e) Mampu berhubungan dengan orang
lain, dan menciptakan lingkungan yang
terpercaya, keterbukaan, dan rasa hormat bagi individu.
Dalam kaitannya
dengan kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah),
keterampilan ini menurut Resmiati (1998 : 83) berhubungan
dengan kemampuan kepala sekolah dalam bekerja sama dengan orang lain dan
memotivasi mereka agar bersungguh-sungguh dalam bekerja. Adapun rincian
keterampilan hubungan kemanusiaan ini meliputi : Merespon perbedaan individu,
kemampuan komunikasi, memimpin interaksi (diskusi), memecahkan konflik, dan kemampuan
bekerja sama.
Aspek-aspek
yang akan diamati dalam mengukur keterampilan hubungan kemanusiaan yang
dimiliki kepala sekolah adalah :
(a)
Kemampuan berkomunikasi
(b)
Kemampuan bekerja sama
(c)
Merespon perbedaan individu
(d)
Memecahkan konflik.
3. Keterampilan Konseptual (conceptual skill)
Keterampilan
konseptual menurut Tunggara (2001:36) adalah keterampilan yang berhubungan
dengan kemampuan dalam berpikir, menganalisa suatu masalah, memutuskan, dan
memecahkan masalahtersebut dengan baik. Untuk ini seorang pemimpin dituntut
memiliki pemahaman yang utuh terhadap organisasinya.
Secara
singkat Pidarta (1988 : 25) mengartikan bahwa keterampilan konseptual adalah
keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi.
Wahjosumidjo
(2002 :101) menjelaskan bahwa keterampilan konseptual adalah keterampilan yang
berkenaan dengan :
(a) Kemampuan analisis dan
dan berpikir rasional
(b) Cakap dalam berbagai
konsepsi
(c)Mampu menganalisis berbagai
kejadian, serta mampu memahami berbagai kecenderungan.
(d) Mampu mengantisipasi
perintah
(e) Mampu mengenali maca-macam
kesempatan dan problema-problema
sosial.
Menurut
Tracey (dalam Wahjosumidjo, 2002 : 100) keterampilan konseptual adalah
keterampilan yang berkenaan dengan : (a) Kemampuan seorang pemimpin melihat
organisasi sebagai satu keseluruhan; (b) mengetahui bagaimana fungsi organisasi
yang bermacam-macam saling bergantung satu sama lain, bagaimana pertumbuhan yang terjadi, dan pada satu
bagian tertentu akan berpengaruh terhadap bagian yang lain ; (c)
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan seluruh aktivitas, kepentingan dan
persfektif dari individu dan kelompok ke dalam satu organisasi sebagai
totalitas.
Dalam
kaitannya dengan kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah), keteram ini menurut
Resmiati (1998 : 81) berhubungan dengan kemampuan membuat keputusan dan melihat
hubungan-hubungan penting dalam mencapai tujuan. Adapun rincian keterampilan
konseptuan ini meliputi : Menetapkan prioritas, mengukur kebutuhan guru, menganlisis
lingkungan pendidikan, menggunakan sistem perencanaan, memonitor atau
mengontrol aktivitas kelas.
Adapun
aspek-aspek yang akan diamati, dalam mengukur keterampilan konseptual yang
dimiliki kepala sekolah adalah :
(a)
Kepemilikan visi.
(b)
Perencanaan kegiatan sekolah.
(c)
Memonitor aktivitas kelas.
(d)
Mengembangkan kemampuan guru.
(e)
Pengorganisasian sekolah.
Hal lain
yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya
adalah motivasi yang kuat sehingga dapat tahan banting dalam mengelola,
mengendalikan dan mengatur sekolah.
Motivasi dapat diartikan sebagai
keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong
kegiatan atau moves dan mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah
mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangangan.
Kebutuhan
tersebut timbul akibat adanya berbagai hubungan. Kebutuhan dan berwujud
fisik-biologis serta sosial ekonomi. Akan tetapi yang lebih penting adalah
adanya kebutuhan-kebutuhan (needs) yang bersifat sosial-psikis, serta
penghargaan, pengakuan, keselamatan, perlindungan, keamanan, jaminan sosial.
Secara singkat bahwa motivasi dapat diartikan sebagai bagian integral dari
jalinan kerja dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi.
Secara
singkat dari segi pasif motivasi tampak sebagai kebutuhan dan sekaligus sebagai
pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi baik sumber daya manusia maupun
sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif motivasi tampak sebagai
suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi sumber daya manusia
agar secara produktif berhasil mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Motivasi
kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi yang ada,
menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur serta meningkatkan kegairahan
kebersamaan. Masing-masing pihak bekerja menurut aturan atau ukuran yang
ditetapkan dengan saling menghormati, membutuhkan, mengerti, dan menghargai hak
dan kewajiban masing-masing dalam totalitas proses kerja operasional.
Berdasarkan
pandangan tersebut, motivasi dapat diformulasikan sebagai berikut :
1) Adalah
setiap perasaan atau kehendak dan keinginan yang amat
mempengaruhi kemauan individu, individu tersebut
didorong untuk
berperilaku dan bertindak.
2) Adalah
pengaruh, kekuatan yang menimbulkan perilaku individu.
3) Adalah setiap tindakan atau
kejadian yang menyebabkan berubahnya perilaku seseorang.
4) Adalah proses-proses dalam yang
menentukan gerakan atau perilaku individu kepada tujuan (goal). (H.B.
Siswanto, 1990 : 132).
Motivasi
seseorang (kepala sekolah) akan ditentukan oleh motivatornya. Motivator yang
dimaksud adalah merupakan penggerak motivasi seseorang sehingga menimbulkan
pengaruh perilaku yang bersangkutan. Motivasi seseorang biasanya adalah :
(1) Prestasi (Achievement),
seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat
mendorongnya mencapai sasaran.
(2) Penghargaan (Recognition),
pengakuan atau suatu prestasi yang telah dicapai oleh seseorang akan merupakan
motivator yang kuat. Pengakuan atas suatu prestasi, akan memberikan kepuasan
batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah.
Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam penghargaan atau medali,
dapat menjadikan motivator yang lebih
kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau bonus/uang.
(3) Tantangan (challenge ),
adanya tantangan yang dihadapi, merupakan motivator kuat bagi seseorang untuk
mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat
dicapai biasanya tidak mampu menjadi motivator, bahkan cenderung untuk menjadi
aktivitas rutin. Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan aktivitas
kegairahan untuk mengatasinya.
(4) Tanggung jawab (responsibility), adanya rasa ikut serta
memiliki (sense of belonging) atau rumoso handarbeni akan
menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.
(5) Pengembangan (development),
pengembangan kemampuan seseorang baik dari pengalama kerja atau kesempatan
untuk maju dapat merupakan motivator kuat bagi individu untuk bekerja lebih
giat atau lebih bergairah. Apalagi jika pengembangan dari organisasi selalu
dikaitkan dengan prestasi atau produktivitas kerja.
(6) Keterlibatan (involvement),
rasa ikut terlibat atau involved dalam suatu proses pengambilan
keputusan atau bentuknya dapat pula “kotak saran” dari bawahan yang dijadikan
masukan untuk manajemen merupakan motivator yang cukup kuat untuk bawahan yang
bersangkutan. Rasa terlibat akan
menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab, rasa dihargai yang merupakan tantangan
yang harus dijawab, melalui peran serta berprestasi, untuk pengembangan usaha
maupun pengembangan pribadi. Adanya rasa keterlibatan bukan saja menciptakan
rasa memiliki dan rasa turut bertanggung jawab tetapi juga menimbulkan rasa
turut mawas diri untuk bekerja lebih baik, menghasilkan produk yang lebih
berkualitas.
(7) Kesempatan (oportunity),
kesempatan untuk maju dalam bentuk karier yang terbuka, dari hirarki bawah
sampai pada hirarki manajemen puncak akan merupakan motivator yang cukup kuat
bagi pekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan
nasib, tidak akan merupakan motivasi untuk berprestasi atau bekerja produktif.
Sedangkan
motivator lain yang timbul dari para
kapala sekolah umumnya adalah :
(1) Kepuasan
(2) Keadilan
(3) Harapan
(4) Pengukuhan (H.B.
Siswanto, 1990 : 143).
Semua
motivator tersebut merupakan aspek yang diteliti dalam motivasi kerja kepala
sekolah. Kepuasan berorientasi kepada
faktor dalam diri individu yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku. Bila semua ini telah
berakar pada diri kepala sekolah maka akan timbul motivator lain yaitu prestise
(prestige) dan kekuasaan (power).
Prestise dilukiskan sebagai sekumpulan
definisi yang tidak tertulis dari berbagai perbuatan yang diharapkan individu
tampil di muka orang lain yaitu sampai berapa tinggi ia dihargai atau tidak
dihargai, baik secara formal atau tidak formal dengan tulus hati.
Kekuasaan
yaitu kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar sesuai dengan
maksudnya. Kekuasaan ini dapat timbul karena
posisi sebagai kepala sekolah maupun karena kekuasaan yang mempribadi
(kekuasaan yang mengandalkan pengaruhnya dari kekuatan kepribadian dan
perilakunya).
Motivator
lain yang timbul pada seorang pemimpin pendidikan (kepala sekolah) adalah
keadilan. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keadilan di organisasi yang
dipimpinnya karena bawahan akan selalu membandingkan usaha dan imbalan mereka
dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam iklim kerja yang sama. Begitu juga harus
mampu berbuat adil dalam memberikan
waktu kerja, dan jabatan bagi bawahannya.
Harapan (expectancy) pun perlu dimiliki
oleh para kepala sekolah karena menunjukkan persepsi individu mengenai sulitnya
mencapai perilaku tertentu dan mengenai kemungkinan tercapainya perilaku
tersebut. Harapan ini mencakup kepada hal-hal berikut :
(1) Kemampuan (ability)
dapat menunjukkan potensi individu untuk
melaksanakan taugas atau pekerjaan. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan
fisik dan mental yang dimiliki individu untuk melaksanakan pekerjaan.
(2) Kekuatan (force ) yaitu
untuk menilai besar dan arahnya semua kekuatan yang mempengaruhi individu.
(3) Valensi (valence ) yaitu
preferensi hasil sebagaimana yang dilihat individu. Suatu hasil mempunyai
valensi positif apabila dipilih dan lebih disenangi, dan mempunyai valensi
negatif bila tidak dipilih kembali, dan valensi nol apabila individu acuh tak
acuh memperolehnya.
(4) Pertautan (instrumentality)
adalah persepsi individu bahwa hasil pertama akan dihubungkan dengan hasil
kedua.( H.B. Siswanto, 1990:148).
Pengukuhan
(reinforcement) merupakan motivator kepala sekolah untuk memodifikasi
perilaku bawahan yang dapat diukur. Dalam banyak hal pengukuhan ini bekerja
sesuai dengan yang diperkirakan sebelumnya. Sedangkan dalam hal lain pengukuhan
tidak dapat memodifikasi perilaku bawahan sebagai akibat tidak adanya aturan
kompetisi yang jelas dan tegas. Dengan demikian pengukuhan seringkali
diterapkan dalam hal pemberian jabatan, peraturan/tata tertib, dan kompetisi
dalam kenaikan jabatan atau penetapan gaji.
B. Mutu Proses Pembelajaran
Pembangunan
nasional adalah manifestasi tanggung jawab kebangsaan dalam mewujudkan
cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia .
Pembangunan bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama
masyarakat merupakan usaha pengejawantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses pencerdasan bangsa dilakukan baik melalui
jalur sekolah maupun jalur luar sekolah.
Pembangunan
bidang pendidikan mengemban misi pemerataan pendidikan yang menimbulkan ledakan
pendidikan (education explosion). Hal ini memberikan peningkatan mutu
secara sangat signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia (human
resources development) bangsa Indonesia .
Untuk
mengarah kepada peningkatan kualitas pendidikan maka lembaga pendidikan pun
harus menempatkan diri sebagai pusat keunggulan (centre of excellence)
dalam pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia .
Lembaga
pendidikan yang unggul Syafaruddin (2002: 84) berpendapat :
(1) Strategi yang terfokus kepada
pelanggan. Berarti kepuasan pelanggan internal dan eksternal dan respons
terhadap tujuan dari dalam, sasaran dan perbaikan dalam peran, tanggung jawab
dan perilaku harus menjadi fokus pekerjaan.
(2) Kepercayaan terhadap orang-orang,
baik internal maupun eksternal merupakan sumber daya yang sangat penting.
Pemberdayaan orang-orang pada manajemen pribadi merupakan hal yang vital.
(3) Aktivitasnya yang menunjukkan
perbaikan terus menerus merupakan norma yang diharapkan, sehingga status quo
merupakan hal yang tabu dalam semua bidang.
(5) Jaminan mutu yang
terus berjalan berdasarkan penilaian kinerja.
(6) Bersikap positif terhadap
koreksi kegagalan, mencakup koreksi yang lebih disukai melalui tindakan
preventif yang mendukung, menyesuaikan perubahan dalam organisasi melalui
kelompok penyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan.
(7) pemikiran yang berbeda terhadap
segala sesuatu dalam pencarian atau pengejaran kepuasan pelanggan.
Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya
dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena ini ditandai dari rendahnya mutu
lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung
tambal sulam, bahkan lebih berorientasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil
pendidikan mengecewakan masyarakat. Masyarakat terus mempertanyakan relevansi
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi,
politik, sosial, dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan
kebutuhan pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi
sekolah. Bahkan sumber daya manusia yang disiapkan melalui pendidikan sebagai
generasi penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak,
moral, dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.
Kondisi tersebut menyebabkan sebagian
masyarakat menjadi pesimis terhadap sekolah. Ada anggapan bahwa pendidikan tidak lagi
mampu menciptakan mobilitas sosial mereka secara vertikal, karena sekolah tidak
menjanjikan pekerjaan yang layak. Sekolah kurang menjamin masa depan anak yang
lebih baik. Untuk mengubah kinerja pelaksana pendidikan selama ini perlu
memperbaiki kerusakan kejahatan, korupsi, atau kerusakan akhlak dari praktek
pengelolaan pendidikan nasional umumnya, pendidikan di sekolah pada khususnya. Para kepala sekolah sebagai manajer sudah saatnya
mengoptimalkan mutu kegiatan pembelajaran untuk memenuhi harapan pelanggan
pendidikan. Sekolah berfungsi untuk membina sumber daya manusia yang kreatif
dan inopatif, sehingga lulusannya memenuhi kebutuhan masyarakat, baik pasar
tenaga kerja sektor formal maupun sektor informal. Para
manajer pendidikan dituntut mencari dan menerapkan suatu strategi manjemen baru
yang dapat mendorong perbaikan mutu di sekolah-sekolah.
Selain kepala sekolah para pendidik pun
seharusnya mempelajari bagaimana menggunakan dan mengoptimalkan strategi dasar
agar dapat berhasil melakukan perbaikan mutu lulusan dan pelayanan di sekolah.
Alat-alat dan teknik mutu berarti mengenali penyelesaian masalah secara
kreatif.
Program perbaikan mutu (quality
improvement program) yang banyak dilakukan oleh perusahaan, organisasi jasa
dan pendidikan melalui manajemen mutu terpadu, dirancang untuk meningkatkan
kemampuan institusi agar dapat lebih kompetitif dengan sekolah lain. Hal ini
menuntut agar lembaga memenuhi kebutuhan pelanggannya dengan biaya yang paling
rendah, sehingga perlu setiap orang dalam pekerjaannya secara lebih efisien.
Dengan begitu pekerjaan ulang dan pemeriksaan dalam segala kegiatannya harus
dihindari melalui pencegahan timbulnya kesalahan.
Dalam rangka menghapus semua pekerjaan
ulang dan pemeriksaan ulang tersebut,
menurut Faure yang dikutip oleh Syafaruddin (2002 : 76) bahwa perlu
ditangani masalah-masalah yang menyebabkan individu tidak dapat menampilkan
pekerjaan yang benar sejak pertama kali. Kemampuan para pegawai mengenali
masalah, menelusuri penyebab asalnya, dan menerapkan tindakan perbaikan yang
efektif, merupakan bangunan dasar bagi program perbaikan mutu .
Beberapa alat yang dapat digunakan
dalam perbaikan mutu pendidikan menurut Edward Sallis yang dikutip oleh
Syafaruddin (2002 : 77) yaitu :
1.
Gugah pikiran (brainstorming) merupakan suatu
alat yang digunakan dalam manajemen mutu terpadu untuk memancing dan menghimpun
sejumlah gagasan tentang isu dan masalah tertentu. Alat ini digunakan terutama
apabila masalah itu sendiri belum jelas (dalam tahap indentifikasi masalah) dan
juga dalam tahap analasis masalah.
2.
Jaringan kerja kemiripan (affinity network),
teknik ini digunakan untuk mengelompokan sejumlah gagasan, pendapa, atau bahan-bahan
kajian menurut kemiripan dan keserupaannya. Gagasan itu adalah pendapat yang
mempunyai kemiripan yang dikelompokkan dalam suatu kategori yang kemudian
diberi judul. Teknik ini digunakan agar tim kerja sama tidak kacau dan
tenggelam dalam lautan gagasan yang simpang siur.
3.
Diagram tulang ikan (fishbone diagram or ishikawa),
teknik ini memetakan hubungan antara faktor-faktor yang diperkirakan
berpengaruh terhadap suatu masalah atau hasil yang diinginkan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tersebut disusun dalam suatu daptar yang strukturnya
berbentuk susunan tulang ikan. Teknik ini digunakan apabila suatu tim kerja
sama ingin mengidentifikasi dan menelaah faktor-faktor yang mengkin menjadi
penyebab dari suatu maslah dalam peningkatan kualitas.
4.
Pengukuran kinerja (benchmarking) ,alat ini
digunakan untuk membandingkan kinerja lembaga kita sendiri dengan kinerja
lembaga lain dalam rangka mengetahui kinerja yang baku . Alat ini digunakan untuk mewujudkan
keunggulan kompetitif.
5.
Pemetaan arah karier (career path-mapping), alat
ini digunakan untuk mengidentifikasi tahapan-tahapan penting atau
kendala-kendala yang cukup potensial dalam perjalanan karier seorang siswa. Ia
digunakan apabila ingin mengetahui arah karier/bakat seorang siswa dan
sekaligus mengidentifikasikan karakteristik dan baku mutu dari karier seorang pelajar. Perlu
diperhatikan bahwa penggunaan jenis alat dan teknik ini harus disesuaikan
dengan masalah yang akan diselesaika, terutama menyangkut hal-hal berikut : (a)
tingkat pemahaman anggota tim terhadap masalah, (b) tingkat kerumitan masalah,
(c) tahapan dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini penting sebab tidak
semua alat dan teknik tersebut sesuai untuk semua masalah.
Salah satu alternatif penanggulangan masalah ini adalah dengan
meningkatkan mutu proses pembelajaran di sekolah yang bersangkutan. Mutu proses
pembelajaran dapat diketahui melalui penerapan kedisiplinan pada siswa dan
guru, prestasi siswa, kualitas guru, kelengkapan perangkat pembelajaran, dan
aktivitas anak didik ( Mudjito, 1993 : 46).
1. Kedisiplinan
Kedisiplinan
yang baik merupakan tolak ukur pertama yang dapat dilihat oleh masyarakat
terhadap suatu sekolah. Baik kedisiplinan dari pihak kepala sekolah, guru,
stap, maupun pelajarnya. Kepala sekolah yang
disiplin akan berdampak disiplin terhadap guru, stap, dan pelajarnya. Begitu
pula guru yang disiplin akan berdampak disiplin pada pelajarnya. Bila semua
unsur sudah disiplin maka sekolah menjadi efektif. Sekolah yang efektif adalah
sekolah yang mempunyai karakteristik berikut :
a. Memiliki etos sekolah
yang baik
b. Manajemen kelas yang
baik
c. Harapan guru yang
tinggi
d. Guru sebagai contoh
teladan yang positif
e. Umpan balik yang
positif dan memberikan perlakuan terhadap siswa
f. Koordinasi kerja yang
baik antara guru dan siswa
g. Adanya tanggung jawab
siswa
h. Staf membagi aktivitas
antara staf dan pelajar.(Syafaruddin, 2002 :91).
Sekolah
yang efektif adalah tipe sekolah yang
dicari oleh masyarakat, karena masyarakat menilai suatu sekolah dari hal-hal
yang nampak ; Kepala sekolah, guru, staf, dan siswanya yang datang dan pulang tepat waktu; Keadaan sekolah yang aman,
tentram, bersih, menarik, dan kondusif untuk terjadinya proses belajar mengajar; Administrasi sekolah yang
transfaran, administrasi kepala sekolah, guru, dan stap yang lengkap dan rapih.
Bukanlah guru saja dalam menegakkan
disiplin dalam suatu sekolah tetapi banyak unsur yang terkait dimulai dari
kepala sekolah, guru, staf, siswa, orang tua, tokoh masyarakat, pemimpin
pemuda, dan lingkungan sekitarnya. Jika salah satu atau semuanya tidak
melaksanakan disiplin maka kedisiplinan di sekolah yang bersangkutan akan
tampak kurang disiplin atau kedisiplinan tak terwujud.
Pelanggaran terhadap
disiplin sekolah terlihat dan terdengar di sana sini. Murid-murid yang terjaring di
pasar swalayan pada jam-jam sekolah, membolos dan terlambat datang di sekolah,
dan pulang sebelum waktunya, merupakan contoh konkrit kurang disiplin di
kalangan murid-murid dan sekolah tempat siswa belajar. Padahal semua pihak
menyadari betapa besarnya peranan disiplin dalam pembentukan kepribadian murid.
Tanpa disiplin akan terjadi kekacauan. Dan tanpa disiplin sulit membentuk
kepribadian manusia Indonesia
seutuhnya.
Kekurangdisiplinan
siswa yang tidak tampak dari luar sekolah pun dapat terjadi yaitu banyak siswa
yang mengganggu guru ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung. Bila dikelompokkan perilaku yang mengganggu
guru adalah : perilaku yang bertentangan dengan ajaran moral ; perilaku yang
menyimpang dan agresif; serta perilaku yang mengacaukan kelas.
Perilaku yang
bertentangan dengan ajaran moral misalnya berbicara kotor, menipu, dan
menggunakan obat-obat terlarang. Perilaku yang
menyimpang dan agresif seperti berkelahi di kelas, kesukaan menganiaya
kawan sekelas. Sedangkan perilaku yang mengacaukan kelas misalnya suka
berteriak-teriak, sering keluar kelas, dan suka ribut-ribut di dalam kelas.
Bila
ketidakdisiplinan tersebut sudah diketahui oleh masyarakat sekitarnya maka citra
sekolah yang bersangkutan menurun sehingga masyarakat mempunyai anggapan mutu
pendidikan di sekolah yang bersangkutan rendah. Bila persepsi masyarakat sudah
demikian maka pihak sekolah akan sulit untuk mengembangkan diri dan
meningkatkan prestasi karena dukungan masyarakat rendah.
2. Prestasi
Prestasi dalam kamus bahasa Indonesia
adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan
sebagainya (Anton M. Moeliono, 1991 : 787). Bila dikaitkan dengan kata belajar
menjadi prestasi belajar dan mempunyai pengertian penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru (pengertian prestasi secara
sempit).
Untuk memperjelas pengertian prestasi terlebih
dahulu akan dibahas pengertian belajar karena prestasi merupakan hasil dari
belajar. Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan
diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian (Ngalim Purwanto, 1995 : 84).
Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut maka prestasi bukanlah suatu nilai
yang terdapat dalam laporan pendidikan saja melainkan suatu perubahan yang
didapat dari belajar yaitu perubahan dalam tingkah laku yang didapat melalui
latihan atau pengalaman. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar
menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti :
perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
Prestasi
dalalam pengertian suatu hasil yang didapat setelah siswa mengalami
pembelajaran. Belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau
penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Perubahan itu tidak hanya berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan
jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya
yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Hasil dari pembelajaran itu
disebut prestasi. Prestasi yang
diharapkan dari hasil pembelajaran secara umum sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional adalah :
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan khidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negera yang demokratis serta
bertanggung jawab.(Sisdiknas, 2003 : 6).
Secara
terperinci prestasi yang diperoleh dari hasil pembelajaran menurut Bloom yang
dikutip Sardiman AM. (1987 :25) adalah :
a. Kognitif domain
- Pengetahuan, ingatan (knowledge)
- Pemahaman,menjelaskan,meringkas, contoh (comprehension)
- Menguraikan, menentukan hubungan (analysis)
- Mengorganisasikan, merencanakan,membentuk bangunan baru (synthesis)
- Menilai (evaluation)
- Menerapkan (application)
b. Afektif domain
- Sikap menerima (receiving)
- Memberikan respon (responding)
- Nilai (valuing)
- Organisasi (organization)
- Karakterisasi (characterization)
c. Psikomotor domain
- Gerakan bersifat rutin (routinized)
- Initiatory
- Pre-routine
Bila
dihubungkan dengan tujuan pendidikan nasional ketiga ranah tersebut sudah
termaktub secara tersirat. Sedangkan bagian lain yaitu beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia , dan mempunyai nilai estetika Bloom tidak mencantumkannya. Maka bagian ini
merupakan ciri khas dari pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia. Bangsa Indonesia
adalah bangsa yang religius dan humanistis lebih mengutamakan bagian ini.
Untuk
mendidik para siswa supaya beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, dan berestetika maka sekolah menyediakan pelajaran pendidikan
agama yang wajib diikuti oleh seluruh siswa yang memeluk agama yang
bersangkutan.
Realisasi
dari beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, siswa yang bersangkutan
rajin mengamalkan ajaran agamanya. Sedangkan siswa yang berakhlak mulia adalah siswa yang
senatiasa berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari hari, baik di
sekolah maupun di luar sekolah sesuai dengan ajaran agamanya.
3. Kualitas Guru
Salah
satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu proses pembelajaran
adalah faktor guru itu sendiri. Oleh karena itu guru merupakan unsur di bidang
pendidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai
tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang.
Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak
tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf
kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar (transfer
of knowledge), pelatih (trainer) tetapi juga sebagai pendidik ( transfer
of values) yang sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan
menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka sebenarnya guru
memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar
mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa (anak didik) ke taraf yang
dicita-citakan. Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat
didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan kepentingan profesi dan
tanggung jawabnya.
Seorang
pekerja profesional, seorang guru harus dapat dibedakan dari seorang teknisi,
karena di samping menguasi sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu,
seorang pekerja profesional juga ditandai dengan informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek
kerjanya. Hal ini berarti seorang tenaga profesional atau guru harus memiliki
persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam
menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kalau kompetensi seorang mekanik dalam
arti sangat mementingkan kecermatan, sedangkan kompetensi seorang guru sebagai
tenaga profesional ditandai dengan serentetan diagnosa, rediagnosa, dan
penyesuaian yang terus menerus (Sardiman AM., 1987 :131). Dalam hal ini di
samping kecermatan untuk menentukan langkah, guru harus juga sabar, ulet,
tlaten, serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga diakhir pekerjaannya
akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan.
Sehubungan
dengan profesionalisme seseorang guru, Wolmer dan Mills mengemukakan bahwa
pekerjaan itu dikatakan sebagai suatu profesi apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Memiliki spesialisasi
dengan latar belakang teori yang luas, maksudnya:
(1) Memiliki
pengetahuan yang luas.
(2) Memilki
keahlian khusus yang mendalam.
b. Merupakan karier yang
dibina secara organisatoris, maksudnya :
(1) Adanya
keterikatan dalam suatu organisasi
profesional.
(2) Memiliki
otonomi jabatan.
(3) Memiliki
kode etik jabatan.
(4) Merupakan
karya bakti seumur hidup.
c.Diakui masyarakat sebagai
pekerjaan yang mempunyai status profesional, maksudnya :
(1) Memperoleh
dukungan masyarakat
(2) Mendapat
pengesahan dan perlindungan hukum.
(3) Memiliki
persyaratan kerja yang sehat.
(4) Memiliki jaminan
hidup yang layak. (Sardiman AM., 1987 :132).
Dengan
kriteria tersebut guru mempunyai tugas yang berat dan unik sehingga guru harus
benar-benar memainkan peran dalam melaksanakan tugasnya baik sebagai pengajar,
pelatih, maupun pendidik. Berikut peran seorang guru yang berkualitas adalah :
a. Guru sebagai informator yaitu
sebagai pelaksana cara mengajar informatif,laboratorium, studi lapangan dan
sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b. Guru sebagai organisator,
pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadual pelajaran dan
lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar
semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas
danefisiensi dalam belajar pada diri siswa.
c. Guru sebagai motivator yaitu guru
harus mampu meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar mengajar
siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement
untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya
cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar
mengajar.
d. Guru sebagai pengarah/direktor.
Dalam hal ini guru harus membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa
sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e.
Guru sebagai inisiator yaitu guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses
belajar. Sudah barang tentu ide-ide tersebut merupakan ide-ide yang kreatif dan
dapat dicontoh oleh anak didiknya.
f. Guru sebagai transmitter
yaitu guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
g. Guru sebagai fasilitator yaitu
guru memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar.
h. Guru sebagai mediator yaitu guru
sebagai penengah dalam kegiatan belajar mengajar siswa. Misalnya menengahi atau
memberikan jalan ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa.
i. Guru sebagai evaluator yaitu
guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak.
Kualitas guru pun merupakan suatu unsur
dalam mutu proses pembelajaran karena tidak akan tercipta suatu prestasi ( mutu
yang baik ) bila guru yang merupakan key person-nya tidak
berkualitas. Guru yang berkualitas pasti
berusaha untuk menciptakan proses belajar mengajar yang berkualitas pula.
Proses belajar mengajar merupakan inti
dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan
utama (key person) karena proses belajar mengajar merupakan suatu proses
yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan siswa merupakan syarat
utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa
belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan guru
dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya
penyampaian pesan berupa materi pelajaran melainkan penanaman sikap dan nilai
pada diri siswa yang sedang belajar. Hal ini sesuai dengan tugas dan peran seorang guru di kelas. Dalam hal ini Ahamd Tafsir (1989 : 6)
memberikan gambaran tugas guru sebagai berikut:
BAGAN TUGAS GURU
|
|
|
|
Mendidik
|
Meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Profesi
|
|
Mengajar
|
Meneruskan dan menggembang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Melatih
|
Mengembang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Menjadi orang tua kedua
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Auto-pengertian :
-
homoludens
-
homopuber
-
homosapiens
|
|
Tugas Guru
|
|
Kemanusiaan
|
|
|
|
|
|
|
|
Transformasi diri
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Autoidentifikasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga
negara
|
|
|
|
Kemasyarakatan
|
|
|
|
|
|
|
|
Mencerdaskan bangsa
|
Sedangkan peran guru dalam proses
belajar mengajar adalah guru sebagai demonstrator, pengelola kelas, evaluator, mediator,
dan fasilitator.
Guru sebagai demonstrator (lecturer)
atau pengajar hendaknya senantiasa
menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta
senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu
yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang
dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah
bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar
terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai
ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan
demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
Dalam peranannya sebagai pengelola
kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas karena
kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan
sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatus dan diawasi agar
kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan
terhadap lingkungan itu turut menentukan sejauhmana lingkungan tersebut menjadi
lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk
belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini
tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas
kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil
yang baik (Ahmad Tafsir, 1989 : 8).
Peran guru yang lain adalah sebagai mediator
dan fasilitator. Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan
merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Dengan demikian jelaslah media pendidikan merupakan dasar yang sangat
diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan dasar yang sangat diperlukan
yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Guru tidak cukup hanya memiliki
pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga harus memiliki keterampilan
memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik.
Sebagai fasilitator guru hendaknya
mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang
pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber,
buku teks, majalah, ataupun surat
kabar.
Peran guru yang lain adalah sebagai
evaluator karena alangkah janggalnya suatu kegiatan belajar mengajar jika tidak
dilengkapi dengan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang
telah dirumuskan itu tercapai atau tidak, apakah materi yang diberikan sudah
dikuasai atau belum oleh siswa, apakah metode yang digunakan sudah cukup tepat
atau belum. Semua pertanyaan ini akan dijawab melalui kegiatan evaluasi atau
penilaian. Jadi guru fungsinya sebagai pengevaluasi dari kegiatan yang dia
kerjakan (evaluator).
Demikian
kualitas guru yang diharapkan dalam proses belajar mengajar di sekolah.
4. Perangkat Pembelajaran
Faktor lain yang dapat mempengaruhi
mutu proses pembelajaran di suatu sekolah adalah perangkat pembelajaran baik
yang dibuat oleh sendiri maupun yang telah dibuat oleh pihak lain. Perangkat
pembelajaran dalam arti luas adalah meliputi tenaga, fasilitas, kurikulum,
sistem administrasi, buku pegangan, dan alat peraga. Kedudukan alat
pembelajaran akan terlihat jelas berdasarkan bagan berikut :
KEDUDUKAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
|
|
Instrumental
input:
Tenaga, Kurikulum,
fasilitas, sistem administrasi, buku pegangan, alat peraga.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Raw Input
|
|
Proses
Pengajaran
|
|
Hasil Langsung
|
|
Hasil akhir
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Enviromental
input
|
|
|
|
|
Sumber : Sardiman (1987 :50).
Berdasarkan bagan tersebut jelas
perangkat pembelajaran mempunyai kedudukan yang sangat penting, tanpa perangkat
pembelajaran yang cukup lengkap maka proses pengajaran tidak dapat berjalan dengan dengan baik. Dengan
demikian perangkat pembelajaran pun menentukan mutu proses pembelajaran di
suatu sekolah.
Proses pembelajaran
dapat dikatakan berhasil dan berkualitas bila terlebih dahulu ditetapkan tujuan
yang akan dicapai, metode yang digunakan, serta alat-alat yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan tersebut. Dalam istilah pendidikan pendidikan tujuan yang ingin
dicapai ditetapkan sebagai sebuah program yang disebut kurikulum. Sedangkan
alat-alat yang digunakan untuk melaksanakan dan mencapai program tersebut
adalah kalender akademik, program tahunan, program semester, pengembangan
silabus I, pengembangan silabus II, skenario pembelajaran, desain pembelajaran,
buku pegangan guru dan siswa, alat peraga dan fasilitas lain yang mendukung
terhadap proses belajar di sekolah.
5. Aktivitas
Anak Didik
Mengapa dalam proses belajar diperlukan
aktivitas ? Sebab pada pronsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk
mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak
ada aktiviatas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau azas yang
sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar pendidik
akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak
didiknya. Jadi pendidik hanya memberikan bimbingan dan merencanakan segala
kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik. Dengan demikian aktivitas yang
diharapkan oleh para pendidik dan anak didik adalah aktivitas yang terarah dan
terprogram.
Banyak jenis aktivitas yang dapat
dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan
dan mencatat seperti lazimnya terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Berikut
bermacam-macam aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah :
a. Visual
activities termasuk di dalamnya membaca, memperhatikan gambar,
demontrasi, percobaan, dan meperhatikan pekerjaan orang lain.
b. Oral
activities seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Listening
activities seperti: mendengarkan uraian,percakapan, diskusi, musik, dan
mendengarkan pidato.
d. Writing
activities seperti : menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan
menyalin.
e. Drawing
activities seperti : menggambar,
membuat grafik, peta, diagram.
f. Motor
activities seperti : melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model, meresparasi, bermain, berkebun, beternak.
g. Mental
activities seperti : menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa,
,melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
h. Emotional
activities seperti : menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,
bergairah, berani, tenang, dan gugup (Sardiman, 1987 : 100).
Jadi dengan klasifikasi aktivitas
tersebut menunjukkan bahwa aktivitas anak didik di sekolah itu cukup kompleks
dan bervariasi. Kalau berbagai aktivitas
itu dapat diciptakan di sekolah tentu sekolah tersebut akan lebih dinamis,
tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal
dan bahkan akan memperlancar peranannya sebagai pusat dan transformasi
kebudayaan. Dengan demikian aktivitas sekolah tersebut dapat pula dikatakan
sebagai sekolah yang mempunyai proses pembelajaran yang berkualitas.
C. Pengaruh
Kinerja Kepala Sekolah terhadap Peningkatan Mutu Proses Pembelajaran
Dengan
berbekal penguasaan metode , proses,
prosedur, serta mampu mendayagunakan sarana dan prasarana yang ada, memahami
prilaku, sikap, motif bawahan, mampu berkomunikasi, bekerjasama, mampu
bertindak diplomatis, berakhlak mulia, memiliki motivasi yang kuat, serta
ditunjang dengan kemampuan menganalisis suatu permasalahan, dapat berpikir
rasional, dan dapat merancang dan melaksanakan supervisi maka proses
pembelajaran di sekolah yang berada di
bawah pimpinannya dapat tercipta suatu kedisiplinan baik disiplin dalam waktu,
belajar, maupun disiplin administrasi bagi para guru. Di samping itu prestasi
pun dapat diwujudkan baik prestasi yang berupa etika, estetika, kognititif
maupun psikomotor pada diri para siswa.
Di lain
hal bila kepala sekolah telah mempunyai
bekal yang mantap maka dengan sendirinya kualitas guru pun akan terbina baik
sebagai pengajar, pendidik, mapun pelatih.
Dengan
kemampuan diplomatis, kooperatif kepala
sekolah maka perangkat pembelajaran yang belum ada dapat diusahakan baik berupa
bantuan yang berasal dari pemerintah maupun non pemerintah. Perangkat
pembelajaran yang harus dimiliki minimal kurikulum, desain pembelajaran, buku
pegangan guru dan siswa, serta alat peraga.
Efek lain
dari kinerja kepala sekolah adalah dapat mengarahkan dan memprogramkan
aktivitas anak ketika belajar di kelas maupun di luar kelas.
Langkah lain untuk mengetahui kinerja
kepala sekolah terhadap peningkatan mutu proses pembelajaran dapat dilihat dari
peran dan fungsi kepala sekolah dan hal-hal lain yang ada hubungannya dengan
tugas kepala sekolah, yaitu :
1. Administrasi Pendidikan
Administrasi menduduki sentral dalam kegiatan pembinaan
dan pengembangan kegiatan dari sekelompok orang dalam usaha untuk mencapai
tujuan. Pengelompokan yang dilakukan secara sadar memerlukan usaha – usaha
pembinaan dan pengendalian secara sistematis. Secara umum administrasi
berfungsi untuk menjalankan roda sesuatu usaha atau kegiatan agar kegiatan yang
dirumuskan sebelumnya secara epektif, efisien, produktif dan rasional.
Secara luas administrasi dapat diartikan sebagai “
Keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang
didasarkan atas rasional tertentu untuk mencapai tujuan yang didasarkan
sebelumnya “ ( S .P. Siagan , 1973 : 13
) sedangkan menurut M. Moch Riva’I, dijelaskan bahwa administrasi merupakan
keseluruhan proses yang mempergunakan
dan mengikutsertakan semua sumber potensi yang tersedia dan yang sesuai , baik
potensi personil maupun materi, dalam usaha untuk mencapai bersama suatu tujuan
seefektif dan seefisien mungkin ( 1982: 57 ).
Fungsi administrasi sebagai suatu karakteristik dari
pendidikan muncul dari kebutuhan untuk memberi arah kepada perkembangan dan
operasi sekolah, sejauhmana peranan sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan
dan pengajaran sangat ditentukan oleh pengadministrasian dan penataan
pendidikan di sekolah.
Pengelolaan administrasi pada setiap kelompok sejumlah
orang dalam berbagai bidang kehidupan termasuk di bidang pendidikan, sehingga
dapat diartikan bahwa administrasi pendidikan pada dasarnya adalah penerapan
kegiatan – kegiatan administrasi dalam berbagai usaha pengendalian dalam
rangkaian kegiatan kependidikan yang terarah pada pencapaian tujuan pendidikan
seperti yang dikemukakan oleh Oteng Sutisna ( 1983 : 17 ) bahwa administrasi
pendidikan adalah sebagai berikut :
1) Suatu
peristiwa mengkoordinasikan kegiatan – kegiatan yang saling bergan tungan dan orang – orang dan kelompok –
kelompok dalam mencapai tujuan bersama
pendidikan anak;
2) Administrasi
pendidikan adalah suatu peristiwa yang membuat kegiatan terselenggara dengan
efisien bersama dengan dan melalui orang atau orang – orang lain.
Administrasi merupakan suatu proses
kerjasama untuk mencapai suatu tujuan
yang direncanakan, dimana proses administrasi melalui tahapan tahapan
yang dimulai dari tahapan perencanan, pengorganisasian, pengarahan, pembiayaan
dan pengawasan.
Sebagai manajer pendidikan kepala
sekolah , tugas intinya adalah melakukan koodinasi dan pemanpaatan secara
efektf sumber – sumber daya manusia dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2. Administrator
Kepala sekolah berperan sebagai
administator pendidikan, dalam pelaksanakan tugasnya merupakan suatu proses
pemanpaatan dan pendayagunaan dari semua potensi yang ada sesuai dengan
kurikulum Depdiknas Republik Indonesia, dikemukakan sebagai berikut: Suatu proses keseluruhan dari pada kegiatan
bersama ( merencanakan, membina,
mengkoodinasikan, dan lain-lain ) dengan memanfatkan semua fasilitas yang
tersedia baik materil, personil maupun spirituil dalam usaha mencapai tujuan
bersama secara efektif dan efisien. Menurut M. Rifa’I dalam bukunya dikemukakan
: Sebagai administrastator kepala sekolah bertanggung jawab tentang kelancaran
segala kegiatan pekerjaan dan harus melaksanakan semua kewajiban manajer.
Untuk melaksanakan bidang kerja
tersebut seorang administator pendidikan mempunyai beberapa bidang garapan
yaitu :
1)
Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan personil
yang biasa disebut
administrasi personil ;
2)
Mengurus dan mengadministrasikan disebut administrasi
kemahasiswaan ;
3)
Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan keuangan /
finasial biasa disebut administrasi keuangan
;
4)
Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan material,
biasa disebut administrasi bangunan ;
5)
Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan perpustakaan
biasa disebut administrasi perpustakaan ;
6)
Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan kurikulum
biasa disebut administrasi kurikulum ;
7)
Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan bingbingan
dan penyuluhan biasa disebut administrasi bimbingan dan peyuluhan ;
8)
Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan hubungan
sekolah dan masyarakat biasa disebut administrasi hubungan sekolah dengan
masyarakat (Ikke Dewi Sartika, 2002 :
40).
Bidang garapan tersebut diperlukan
adanya pengorganisasian yang merupakan suatu usaha bersama dalam mencapai
tujuan seperti yang dikemukakan oleh Moekijet, bahwa organisasi adalah rangka dalam dimana orang
–orang bekerjasama untuk mencapai tujuan. Organisasi tersebut sangat penting
karena terdapat pendelegasian tugas – tugas dan tanggungjawab dalam memotivasi
dan mem.pengaruhi semangat kerja.
3. Supervisor
Supervisor menurut arti kata adalah berasal dari dua buah kata yang “
super “ = atas atau lebih dan “ visi “ = lihat, awasi.
Menurut M. Rifa’i supervisi adalah suatu proses, yaitu
“serangkaian kegiatan yang membawa guna ke tingkat kemampuan yang lebih .
Dengan demikian, supervisi merupakan kelebihan yang harus
dimiliki oleh kepala sekolah sehingga diperlukan kelebihan baik pengetahuan,
pengalaman, pendidikan dan kecakapan, serta memiliki sifat – sifat kepribadian
yang menonjol, sehingga dengan kelebihanya itu seorang supervisor pendidikan
dapat melaksanakan pengawasan, yaitu tentang kreativitas kepala sekolah dalam
melaksanakan tugas pada sekolah yang dipimpinnya kearah perbaikan, sesuai
dengan pendapat N.A. Amentebun, ( 1999 : 29) berikut ini : “Superisi pendidikan adalah pembinaan ke
arah situasi pendidikan, pembinaan yang dimaksud berupa bimbingan atau tuntutan
ke arah perbaikan situasi pendidikan termasuk pengajaran / pada umumnya dan
peningkatan mutu mengajar dan belajar. “
Dalam perananya sebagai supervisor
harus berusaha memberikan kesempatan dan bantuan propesional kepada guru –
gurunya untuk tumbuh dan berkembang, serta mengidentifikasikan bakat – bakat
dan kesanggupanya. Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan dapat
diharapkan akan menjadikan para guru dengan kreatifitasnya mampu mengolah
administrasi yang sangat berkaitan dengan kegiatan proses belajar
mengajar.
Peranan supervisor sangat diperlukan
bagi pelaksanaan kegiatan kependidikan terutama bagi pengembangan situasi
belajar mengajar ke arah yang lebih baik, dimana administrasi merupakan alat
yang mudah untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar sehingga
kreativitas seorang kepala sekolah sebagai supervisor sangat dibutuhkan oleh
para guru dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Kepala sekolah sebagai pengawas yang mempunyai fungsi
sebagai pembingbing para guru ke arah perbaikan dan mempunyai hubungan terdekat
dengan para guru, di dalam melaksanakan pembinaan kepala sekolah akan lebih
luwes lagi bila hubungan dengan para guru sangat erat sekali sesuai dengan
pendapat Moekijat (1998 : 20) , bahwa seorang pemimpin itu harus:
1) Bergaul
dengan bawahan
2) Meminpin
soal – soal teknis
3) Mengadakan
koordinasi dengan pekerjaan dari kesatuan atau unit – unit organiasi.
4) Melatih
pegawai – pegawai
5) Merencanakan
perbaikan – perbaikan dan metode – metode kerja
6) Membangun
semangat kerja.
Sedangkan menurut pendapat N.A. Ametabun (1999 : 58) bahwa, kepala sekolah hendaknya memperhatikan
faktor – faktor kemanusiaan yang menyangkut semangat kerja dikatakan sebagai
berikut:
1) Kesulitan
ekonomi;
2) Kekurangan
fasilitas;
3) Komflik
– komflik pribadi, iri hati, saling dendam;
4) Komflik
– komflik dalam masyarakat;
5) Evaluasi
supervisor yang berat sebelah;
6) Sistem
“ anak emas “ dan sebagainya.
Dalam kedua pendapat tersebut maka
sasaran supervisi ialah memberikan bantuan terhadap guru – guru dalam usaha
memperbaiki situasi belajar mengajar, dimana terjadi proses interaksi antara
guru dan murid untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian tugas dan
tanggungjawab seorang kepala sekolah sebgai supervisor pendidikan harus pandai
meneliti, mencari dan memerlukan syarat – syarat manakah yang diperlukan bagi
kemajuan sekolah.
Kreativitas dipandang sebagai variabel
yang berperan sebagai strategi bahkan dapat dikatakan sebagai trigger yang
menggetarkan dan menggerakan proses serta interaksi pendidikan yang
bermutu ( 1984 : 18 ). Lebih lanjut
Achmad Sanusi memperkenalkan salah satu dimensi dari keberanian yang disebutnya
keberanian kreatif, yang didukung oleh dimensi lainnya yakni keberanian moral,
keberanian imani.
Keberanian kreatif yaitu kemauan, kesediaan,kesiapan,
kemampuan, orang untuk berlatih, mencoba, membiasakan diri menaruh perhatian
sungguh, mengolah imformasi menyusun dan membentuk gagasan dan akhirannya
memproduksi sesuatu dengan arti, makna, dan kegunaan baru yang lebih bermutu
dari apa yang ada sebelumnya…
Selanjutnya menurut Achmad Sanusi ( 1984 : 15 ) orang
kreatif akan menunjukan :
a. Mampu
mempertimbangkan dan memilih infut – infut yang lebih sesuai, mempertimbangkan
dan memilih cara –cara secara teknis maupun hubungan antara pribadi yang lebih
sesuai ;
b. Mampu memecahkan masalah sewaktu dihadapkan
alternatif – alternatif yang tidak menguntungkan atau yang tidak berguna bahkan
yang dapat mengakibatkan kerusakan dan kerugian dan;
c. Senantiasa memelihara dan melatih
mengembangkan potensi dasar ke- kreatifannya yang sudah di bawa sejak lahir.
Konsep kreatifitas erat kaitanya dengan
konsep kesehatan (healthy), aktualisasi diri dan manusia yang utuh (fully
human person) (1971: 57). Kepribadian yang sehat atau aktualisasi diri
dapat diwujudkan sewaktu orang merasakan kebebasan dan keterbukaan ini dapat
tercipta bilamana konsep diri seseorang
secara positif meningkat. Konsep diri seseorang akan meningkat kalau berbagai
kemampuannya dikembangkan. Kemampuan trsebut dapat dikembangkan jika orang
tersebut memiliki keberanian untuk berusaha melakukan perbuatan – perbuatan
kreatf. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Maslow dan Craig terhadap
individu yang bermental sehat, berhasil mengidentifikasi beberapa ciri individu
kreatif, penuh gairah, senantiasa berdedikasi terhadap segala sesuatu yang
mereka yakni banyak melibatkan diri dalam keterkaitan dengan tugasnya (Moh.
Amien, 1980: 29).
Terdapat kesamaan dalam mengkaji
masalah kreativitas antara J.V. Glomore dengan Moslow. Keduanya mendekati
kreativtas tersebut dari sudut personalitas (kepribadian). J.V. Glimore
memandang kreativitas sebagai suatu potensi yang besar dan penting dalam semua
aktivitas manusia ( 1974: 26 ). Selanjutnya dikatakan bahwa, orang yang kreatif
adalah orang yang produktif, Glimore mengidentifikasi orang – orang kreatif
sebagai berikut :
Orang yang kreatf memiliki idependensi yang tinggi,
inovatif dalam mendekati masalah, selain itu memiliki kekhususan yang
diandalkan baik segi teoritik maupun estetik.Ia pula terbuka dengan berbagai
pengalaman dan ditandai oleh spontanitas yang fleksibel dan pandangan yang
komplek. Ia bebas dari suatu kompormitas, selalu menghasilkan dan kadang –
kadang intelegensinya tidak didukung oleh kemampuan akademik (1974 : 25).
Pandangan Gilmore ini, tidak dapat dipisahkan dengan
pandangannya mengenai pribadi yang produktif. Hal ini disebabkan karena
kreativitas itu sendiri merupakan kualitas dari pribadi yang produktif.
Kreativitas merupakan kemampuan individu
menangkap sesuatu yang unik baginya kemudian menghasilkan sesuatu ide baru dan
pemahaman baru yang berguna bagi individu tersebut. Orang berbuat kreatif
karena secara potensial manusia memiliki potensi untuk kreatif, hal ini
disebabkan oleh dorongan kebutuhan rasa aman dan harga diri, selain
lingkungannya.
Terdapat dua unsur dalam berpikir kreatif yaitu :
1. Fluency, yaitu suatu kemampuan memecahkan
persoalan dengan lancar dan cepat ;
2. Fleksibility,
yaitu suatu kemampuan menemukan atau menghasilkan bermacam-macam ide untuk
memecahkan suatu masalah.
Terdapat
dua unsur yang penting dalam berpikir kreatif, yakni fluency dan fleksibility.
Fluency, merupakan suatu kemampuan memecahkan persoalan dengan
lancar dan cepat. Fleksibilitas (fleksibility) adalah suatu kemampuan
menemukan atau menghasilkan bermacam – macam ide untuk memecahkan suatu
masalah.
Melaui beberapa sumber yang tersedia, berikut dikemukakan
hal – hal yang dapat menghalangi seseorang untuk menjadi kreatif., yaitu
sebagai berikut :
1. Habit adalah suatu reaksi atau
respons yang kita pelajari yang tampak secara otomtis tanpa dipikirkan atau
diputuskan. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasan akan selalu mempengaruhi
prilaku seseorang. Sesuatu tugas yang telah dipandang sebagai tugas rutin,
dapat membuat seseorag tidak kreatif.
2. Time yaitu keterbatasan waktu
dan tenaga bagi seseorang dapat merupakan faktor pembatas untuk menjadi lebih
kreatif. Hal ini terjadi manakala orang tersebut tidak mengatur penggunaan
waktu sebaik – baiknya Dari 24 jam unuk menjadi lebih kreatif perlu disisihkan
sebagai waktu bagi kegiatan – kegiatan kreatif (dalam satu hari) .
3. Over whelmed by problem, seseorang
yang diliputi permasalahan akan tidak kreatif bilamana persoalan tida segera
dipecahkan, jika persoalan itu didefinisikan seta diidentifikasikan prioritas
persoalan yang lebih dahulu. Prinsip yang dapat di pegang adalah melihat
perbedaan antara “ what is dan what we want to be “
4. No problem,
seseorang yang selalu menggunakan prinsip no poblem dapat menghalanginya untuk
menjadi kreatif. Dengan prinsip ini akan timbul sifat “pandang enteng “ dan
seseorang merasakan sesuatu yang sebenarnya memang merupakan persoalan.
5.
Fear of failure, perasaan takut melakukan sesuatu jangan
sampai mengalami kegagalan dapat menghalangi seeorang untuk menjadi lebih
kreatif. Suatu kegagalan memang memungkinkan seseorang untuk suka menyendiri,
merasa kekosongan dan sebagainya. Namun apabila kegagalan ini dijadikan
motivasi, orang tersebut akan menjadi lebih kreatif.
6.
Need for one answer now,
menyeleaikan suatu persoalan hanya dengan satu – satunya alternatif dan tidak
memikirkan alternatif lain, dapat menghalangi untuk menjadi lebih kreatif.
7. Diffuly of director
mental activity, seseorang yang mentalnya terganggu, dapat membuat
orang tersebut sulit berimajinasi, mengeluarkan ide, menemukan alternatif –
alternatif solusi terhadap suatu persoalan.
8. Fear of fun, Perasan tekun
atau enggan terhadap sesuatu yang dianggap lucu atau kelakar, dapat menghalangi
seseorang untuk lebih kreatif. Sesuatu yang lucu dapat membuat seseorang untuk relax
dan demikian akan memudahkannya memunculkan inspirasi atau membuat orang lebih
kreatif.
9. Recognizing good solusion,kreativitas
dapat terhalang, manakala seseorang selalu menganggap bahwa solusi yang
diambilnya untuk memecahkan suatu persoalan selalu diakuinya sebagai suatu
alernatif yang baik, menguji setiap solusi akan menambah kreativitas.
10.Criticism by other,
Mengkritik orang sedang melakukan kreativitas dapat membuat orang yang di
kritik tersebut terhalang kualitasnya untuk menjadi lebih kreatif menurut
Robert. W. (1980: 196) menyarankan langkah – langkah dari suatu proses kreatif
yang sekaligus di pandang sebagai katalisator yakni :
(1)
mendefinisikan masalah, (2)
mengemukakan sebanyak mungkin solusi, (3) mengidentifikasikan dan mengintensifkan
solusi yang paling mungkin, (4)
mentransformasi solusi ke dalam tindakan. Proses ini sering disebut DO
IT untuk memperluas dan memperdalam kreativitas.
Sebagai
seorang administrator, kepala sekolah mempunyai misi yang berkaitan dengan
perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, pengkoordinasikan, dan pengawasan /
penilaian, serta hubungan eksternal. Disamping itu memiliki hubungan secara
vertikal yakni bertanggungjawab ke atas (atasan langsungnya), jika dilihat dari
segi keberadaan sekolah sebagai hal yang esensial. Selanjutnya hubungan
horizontal, kepala sekolah bertanggungjawab ke bawah yakni dengan memimpin para
guru dan personil lainya, serta hubungan dengan para orang tua murid dan
masyarakat. Dengan demikian seorang administrator pendidikan perlu mereduksi
konformitas di dalam sekolah, mengatasi berbagai konflik yang dihadapinya sebagai
akibat dari perbedaan dua tuntutan perilaku yakni perilaku birokratik dan
perilaku propesional.
4. Motivator
Peranan kepala sekolah sebagai motivator
ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan
kegiatan guru dan staf. Kepala sekolah harus dapat merangsang dan memberikan
dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi guru,
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan
terjadi dinamika di dalam lingkungan sekolah. Bila telah terjadi dinamika yang
baik di lingkungan sekolah maka tujuan yang telah ditetapkan bersama dapat
dicapai dengan baik pula. Pada peran ini
kepala ada di tengah-tengah para guru sesuai dengan semboyan “ing madya
mangun karsa”.
Peran kepala sekolah yang lain adalah sebagai
informator yaitu sebagai pemberi informasi kegiatan akademik maupun umum. Dan
dapat pula berperan sebagai organisator yaitu sebagai pengelola kegiatan
akademik, sillabus, workshop, jadual pelajaran dan lain-lain.
Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua
diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan
efesiensi dalam proses belajar mengajar. Semua ini dapat dilakukan dengan
pembagian tugas kepada para wakil kepala sekolah.
Peran kepala sekolah sebagai pengarah (director)
harus lebih menonjol. Kepala sekolah dalam hal ini harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan para guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Didukung pula dengan fungsi lain sebagai inisiator yaitu sebagai pencetus
ide-ide kreatif kearah perbaikan yang perlu dicontoh oleh guru-guru dan
stafnya. Didukung pula kepala sekolah pun harus bertindak sebagai penyebar
kebijaksanaan dan pengetahuannya (sebagai transmitter) serta pemberi
fasilitas (fasilitator) atau kemudahan terhadap guru-guru dalam
melaksanakan tugasnya dengan menciptakan suasana sekolah yang serasi dan
seimbang sehingga interaksi antar guru dan pihak lainnya lebih harmonis.
Keberhasilan sekolah akan dipengaruhi oleh
kreativitas kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatannya sebagai
administrator, supervisor, fasilitator, direktor, transmitter, informator, dan
motivator . Dalam memerankan semua fungsinya itu kepala sekolah bertugas merencanakan, mengoganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengawasi seluruh kegiatan pendidikan di
sekolah sehingga tercipta mutu proses pembelajaran yang mempunyai kedisiplinan,
prestasi, kualitas guru yang tinggi, perangkat pembelajaran yang lengkap, serta
aktivitas anak yang terarah dan terprogram. Untuk memudahkan pemahaman semua
ini penulis rangkai dalam sebuah bagan berikut :
BAGAN PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL
KEPALA SEKOLAH TERHADAP MUTU PROSES PEMBELAJARAN
|
|
Peran :
Administrator,
Fasilitator, informator, transmitter
|
|
|
|
|
|
|
|
Kemampuan
Manajerial kepala sekolah
|
|
Proses
|
|
Mutu Proses
Pembelajaran
|
|
|
|
|
|
|
|
Peran :
Direktor, Inisiator
Motivator,Supervisor
|
|
|
Sumber : Rekayasa Penulis
Demikian
hal-hal yang dapat dipengaruhi oleh kinerja kepala sekolah di suatu sekolah
dasar.
0 Response to "Skripsi BAB III PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PEMBELAJARAN SEKOLAH DASAR"
Post a Comment