Skripsi BAB III PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PEMBELAJARAN SEKOLAH DASAR

BAB III
TINJAUAN TEORETIS PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH TERHADAP MUTU PROSES PEMBEAJARAN

A. Kinerja Kepala Sekolah
            Kepala sekolah menurut Wahjosumidjo (2002 : 83) didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah tempat diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sedangkan pengertian kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah) secara lebih spesifik (Diknas, 2000 : 11) adalah :
            “Cara atau usaha kepala sekolah dalam   mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakan guru, siswa, orang tua siswa, masyarakat, dan pihak lain yang terkait untuk berkerja dan berperan serta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.

            Kepala sekolah diartikan sebagai pimpinan tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinannya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kinerja yang tinggi. Untuk mempunyai kinerja yang tinggi maka kepala sekolah harus memiliki kemampuan atau bekal keterampilan yang memadai dalam bidang kepemimpinan. Menurut Pidarta (1988 : 70) terdapat tiga kemampuan atau keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin termasuk kepala sekolah, yaitu : (1) Keterampilan teknik (technical skill). (2) Keterampilan hubungan kemanusiaan (human relation skill). (3) Keterampilan konseptual (conceptual skill). Keterampilan-keterampilan ini secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Keterampilan Teknik (Technical Skill)
            Keterampilan teknik menurut Pidarta ( 1988 : 70) ialah keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Menurut Tunggara (2001 : 35) keterampilan teknik adalah keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan,  metode, dan teknik-teknik tertetu dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Wahjosumidjo ( 2002 : 101) menjelaskan bahwa keterampilan teknik adalah keterampilan yang berkenaan dengan :
(a) Penguasaan pengetahuan tentang metode, proses, prosedur, dan teknik untuk menyelesaikan tugas/kegiatan khusus; dan
(b) Kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, prasarana, peralatan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan yang bersifat khusus tersebut.

            Singkatnya keterampilan teknik itu merupakan kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknik-teknik, atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunakan fasilitas, peralatan, serta teknik-teknik pengetahuan yang spesifik.
            Dalam kaitannya dengan kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah), keterampilan ini menurut Resmiati ( 1998 : 32) berkenaan dengan pengetahuan khusus yang diperlukan untuk memformulasikan fungsi-fungsi pokok atau tugas-tugas yang berkaitan dengan posisi sebagai pemimpin. Adapun rincian keteramilan teknik ini meliputi : Menggunakan sistem observasi kelas, pengelolaan belajar mengajar, menetapkan tujuan pengajaran, merencanakan pengajaran, penyeleksian sumber pelajaran, menentukan metode mengajar, mendemontrasikan keterampilan pengajaran, dan menggunakan evaluasi.
            Adapun aspek-aspek yang akan diteliti dalam mengukur keterampilan teknik yang dimiliki kepala sekolah adalah :
            (a) Menentukan tujuan pengajaran
            (b) Merencakanan pengajaran
            (c ) Mengobservasi kelas
            (d) Pengelolaan belajar mengajar
            (e) Menentukan metode pengajaran
            (f) menggunakan evaluasi.
2. Keterampilan Hubungan Kemanusiaan ( Human Relation Skill)
            Keterampilan hubungan kemanusiaan menurut Tracey yang dikutip oleh Wahjosumidjo (2002 : 386) adalah kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok dan untuk menciptakan usaha kerja sama di lingkungan kelompok yang dipimpinnya. Keterampilan ini menurut Pidarta (1988 70) berhubungan dengan  keterampilan untuk bekerja sama, memotivasi, serta memimpin.
            Wahjosumidjo ( 2002:101) menjelaskan bahwa keterampilan hubungan kemanusiaan berkenaan dengan :

(a) Kemampuan untuk memahami perilaku manusia dalam proses kerja   sama.
            (b) Kemampuan untuk memahami isi hati, sikap, dan motif lain.
            (c) Kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif.
            (d) Kemampuan untuk menciptakan kerja sama yang efektif, kooperatif,   praktis, dan diplomatis.
            (e) Mampu berperilaku yang dapat diterima.

            Keterampilan ini, menurut Tungggara (2001 : 35) menunjukkan kemauan seorang pemimpin dalam bekerja dengan melalui orang lain secara efektif dan untuk membina kerja sama. Untuk mencapai kemampuan ini, seorang pemimpin harus dapat mengenal dirinya sendiri dan sesama orang lain. 
            Tracey ( dalam Wahjosumidjo, 2002 : 35) menjelaskan bahwa human skills menunjukkan keterampilan yang berkaitan dengan orang atau manusia, yaitu : (a) Mampu mempengaruhi orang lain.
            (b) Mampu melihat dirinya sendiri atau sikapnya.
            (c)Mampu menciptakan suatu lingkungan dimana pemimpin dan bawahannya merasa yakin, suasana memungkinkan bekerja sama secara harmonis dan produktif.
            (d) Mampu menjadi komunikator dan pemimpin yang efektif.
(e) Mampu berhubungan dengan orang lain, dan menciptakan lingkungan  yang terpercaya, keterbukaan, dan rasa hormat bagi individu.

Dalam kaitannya dengan kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah),
keterampilan ini menurut Resmiati (1998 : 83) berhubungan dengan kemampuan kepala sekolah dalam bekerja sama dengan orang lain dan memotivasi mereka agar bersungguh-sungguh dalam bekerja. Adapun rincian keterampilan hubungan kemanusiaan ini meliputi : Merespon perbedaan individu, kemampuan komunikasi, memimpin interaksi (diskusi), memecahkan konflik, dan kemampuan bekerja sama.
            Aspek-aspek yang akan diamati dalam mengukur keterampilan hubungan kemanusiaan yang dimiliki kepala sekolah adalah :
            (a) Kemampuan berkomunikasi
            (b) Kemampuan bekerja sama
            (c) Merespon perbedaan individu
            (d) Memecahkan konflik.
3. Keterampilan Konseptual (conceptual skill)
            Keterampilan konseptual menurut Tunggara (2001:36) adalah keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan dalam berpikir, menganalisa suatu masalah, memutuskan, dan memecahkan masalahtersebut dengan baik. Untuk ini seorang pemimpin dituntut memiliki pemahaman yang utuh terhadap organisasinya.
            Secara singkat Pidarta (1988 : 25) mengartikan bahwa keterampilan konseptual adalah keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi.
            Wahjosumidjo (2002 :101) menjelaskan bahwa keterampilan konseptual adalah keterampilan yang berkenaan dengan :
            (a) Kemampuan analisis dan dan berpikir rasional
            (b) Cakap dalam berbagai konsepsi
            (c)Mampu menganalisis berbagai kejadian, serta mampu memahami berbagai kecenderungan.
            (d) Mampu mengantisipasi perintah
               (e) Mampu mengenali maca-macam kesempatan dan problema-problema   sosial. 
           
            Menurut Tracey (dalam Wahjosumidjo, 2002 : 100) keterampilan konseptual adalah keterampilan yang berkenaan dengan : (a) Kemampuan seorang pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan; (b) mengetahui bagaimana fungsi organisasi yang bermacam-macam saling bergantung satu sama lain, bagaimana  pertumbuhan yang terjadi, dan pada satu bagian tertentu akan berpengaruh terhadap bagian yang lain ; (c) mengkoordinasikan dan mengintegrasikan seluruh aktivitas, kepentingan dan persfektif dari individu dan kelompok ke dalam satu organisasi sebagai totalitas.
            Dalam kaitannya dengan kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah), keteram ini menurut Resmiati (1998 : 81) berhubungan dengan kemampuan membuat keputusan dan melihat hubungan-hubungan penting dalam mencapai tujuan. Adapun rincian keterampilan konseptuan ini meliputi : Menetapkan prioritas, mengukur kebutuhan guru, menganlisis lingkungan pendidikan, menggunakan sistem perencanaan, memonitor atau mengontrol aktivitas kelas.
            Adapun aspek-aspek yang akan diamati, dalam mengukur keterampilan konseptual yang dimiliki kepala sekolah adalah :
            (a) Kepemilikan visi.
            (b) Perencanaan kegiatan sekolah.
            (c) Memonitor aktivitas kelas.
            (d) Mengembangkan kemampuan guru.
            (e) Pengorganisasian sekolah.
            Hal lain yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya adalah motivasi yang kuat sehingga dapat tahan banting dalam mengelola, mengendalikan dan mengatur sekolah.
Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau moves dan mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangangan.
            Kebutuhan tersebut timbul akibat adanya berbagai hubungan. Kebutuhan dan berwujud fisik-biologis serta sosial ekonomi. Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya kebutuhan-kebutuhan (needs) yang bersifat sosial-psikis, serta penghargaan, pengakuan, keselamatan, perlindungan, keamanan, jaminan sosial. Secara singkat bahwa motivasi dapat diartikan sebagai bagian integral dari jalinan kerja dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya manusia dalam suatu organisasi.
            Secara singkat dari segi pasif motivasi tampak sebagai kebutuhan dan sekaligus sebagai pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi sumber daya manusia agar secara produktif  berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
            Motivasi kerja dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur serta meningkatkan kegairahan kebersamaan. Masing-masing pihak bekerja menurut aturan atau ukuran yang ditetapkan dengan saling menghormati, membutuhkan, mengerti, dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing dalam totalitas proses kerja operasional.
            Berdasarkan pandangan tersebut, motivasi dapat diformulasikan sebagai berikut :
1)  Adalah setiap perasaan atau kehendak dan keinginan yang amat
mempengaruhi kemauan individu, individu tersebut didorong untuk
berperilaku dan bertindak.
2)  Adalah pengaruh, kekuatan yang menimbulkan perilaku individu.
3) Adalah setiap tindakan atau kejadian yang menyebabkan berubahnya perilaku seseorang.
     4) Adalah proses-proses dalam yang menentukan gerakan atau perilaku individu kepada tujuan (goal). (H.B. Siswanto, 1990 : 132).  

            Motivasi seseorang (kepala sekolah) akan ditentukan oleh motivatornya. Motivator yang dimaksud adalah merupakan penggerak motivasi seseorang sehingga menimbulkan pengaruh perilaku yang bersangkutan. Motivasi seseorang biasanya adalah :
           (1) Prestasi (Achievement), seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya mencapai sasaran.
           (2) Penghargaan (Recognition), pengakuan atau suatu prestasi yang telah dicapai oleh seseorang akan merupakan motivator yang kuat. Pengakuan atas suatu prestasi, akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam penghargaan atau medali, dapat  menjadikan motivator yang lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau bonus/uang.
          (3) Tantangan (challenge ), adanya tantangan yang dihadapi, merupakan motivator kuat bagi seseorang untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi motivator, bahkan cenderung untuk menjadi aktivitas rutin. Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan aktivitas kegairahan untuk mengatasinya.
           (4) Tanggung jawab (responsibility), adanya rasa ikut serta memiliki (sense of belonging) atau rumoso handarbeni akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.
           (5) Pengembangan (development), pengembangan kemampuan seseorang baik dari pengalama kerja atau kesempatan untuk maju dapat merupakan motivator kuat bagi individu untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah. Apalagi jika pengembangan dari organisasi selalu dikaitkan dengan prestasi atau produktivitas kerja.
            (6) Keterlibatan (involvement), rasa ikut terlibat atau involved dalam suatu proses pengambilan keputusan atau bentuknya dapat pula “kotak saran” dari bawahan yang dijadikan masukan untuk manajemen merupakan motivator yang cukup kuat untuk bawahan yang bersangkutan. Rasa  terlibat akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab, rasa dihargai yang merupakan tantangan yang harus dijawab, melalui peran serta berprestasi, untuk pengembangan usaha maupun pengembangan pribadi. Adanya rasa keterlibatan bukan saja menciptakan rasa memiliki dan rasa turut bertanggung jawab tetapi juga menimbulkan rasa turut mawas diri untuk bekerja lebih baik, menghasilkan produk yang lebih berkualitas.
            (7) Kesempatan (oportunity), kesempatan untuk maju dalam bentuk karier yang terbuka, dari hirarki bawah sampai pada hirarki manajemen puncak akan merupakan motivator yang cukup kuat bagi pekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib, tidak akan merupakan motivasi untuk berprestasi atau bekerja produktif.
            Sedangkan motivator lain  yang timbul dari para kapala sekolah umumnya adalah : 
            (1) Kepuasan
            (2) Keadilan
            (3) Harapan
            (4) Pengukuhan (H.B. Siswanto, 1990 : 143).

            Semua motivator tersebut merupakan aspek yang diteliti dalam motivasi kerja kepala sekolah.  Kepuasan berorientasi kepada faktor dalam diri individu yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan  menghentikan perilaku. Bila semua ini telah berakar pada diri kepala sekolah maka akan timbul motivator lain yaitu prestise (prestige) dan kekuasaan (power).
Prestise dilukiskan sebagai sekumpulan definisi yang tidak tertulis dari berbagai perbuatan yang diharapkan individu tampil di muka orang lain yaitu sampai berapa tinggi ia dihargai atau tidak dihargai, baik secara formal atau tidak formal dengan tulus hati. 
            Kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar sesuai dengan maksudnya. Kekuasaan ini dapat timbul karena  posisi sebagai kepala sekolah maupun karena kekuasaan yang mempribadi (kekuasaan yang mengandalkan pengaruhnya dari kekuatan kepribadian dan perilakunya).
            Motivator lain yang timbul pada seorang pemimpin pendidikan (kepala sekolah) adalah keadilan. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keadilan di organisasi yang dipimpinnya karena bawahan akan selalu membandingkan usaha dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam  iklim kerja yang sama. Begitu juga harus mampu  berbuat adil dalam memberikan waktu kerja, dan jabatan bagi bawahannya.
             Harapan (expectancy) pun perlu dimiliki oleh para kepala sekolah karena menunjukkan persepsi individu mengenai sulitnya mencapai perilaku tertentu dan mengenai kemungkinan tercapainya perilaku tersebut. Harapan ini mencakup kepada hal-hal berikut :
           (1) Kemampuan (ability) dapat  menunjukkan potensi individu untuk melaksanakan taugas atau pekerjaan. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki individu untuk melaksanakan pekerjaan.
           (2) Kekuatan (force ) yaitu untuk menilai besar dan arahnya semua kekuatan yang mempengaruhi individu.
           (3) Valensi (valence ) yaitu preferensi hasil sebagaimana yang dilihat individu. Suatu hasil mempunyai valensi positif apabila dipilih dan lebih disenangi, dan mempunyai valensi negatif bila tidak dipilih kembali, dan valensi nol apabila individu acuh tak acuh memperolehnya.
           (4) Pertautan (instrumentality) adalah persepsi individu bahwa hasil pertama akan dihubungkan dengan hasil kedua.( H.B. Siswanto, 1990:148).

            Pengukuhan (reinforcement) merupakan motivator kepala sekolah untuk memodifikasi perilaku bawahan yang dapat diukur. Dalam banyak hal pengukuhan ini bekerja sesuai dengan yang diperkirakan sebelumnya. Sedangkan dalam hal lain pengukuhan tidak dapat memodifikasi perilaku bawahan sebagai akibat tidak adanya aturan kompetisi yang jelas dan tegas. Dengan demikian pengukuhan seringkali diterapkan dalam hal pemberian jabatan, peraturan/tata tertib, dan kompetisi dalam kenaikan jabatan atau penetapan gaji.   
                       
B. Mutu Proses Pembelajaran
            Pembangunan nasional adalah manifestasi tanggung jawab kebangsaan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Pembangunan bidang pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat merupakan usaha pengejawantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Proses pencerdasan bangsa dilakukan baik melalui jalur sekolah maupun jalur luar sekolah.
            Pembangunan bidang pendidikan mengemban misi pemerataan pendidikan yang menimbulkan ledakan pendidikan (education explosion). Hal ini memberikan peningkatan mutu secara sangat signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia (human resources development) bangsa Indonesia.
            Untuk mengarah kepada peningkatan kualitas pendidikan maka lembaga pendidikan pun harus menempatkan diri sebagai pusat keunggulan (centre of excellence) dalam pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia.
            Lembaga pendidikan yang unggul Syafaruddin (2002: 84) berpendapat :
           (1) Strategi yang terfokus kepada pelanggan. Berarti kepuasan pelanggan internal dan eksternal dan respons terhadap tujuan dari dalam, sasaran dan perbaikan dalam peran, tanggung jawab dan perilaku harus menjadi fokus pekerjaan.
          (2) Kepercayaan terhadap orang-orang, baik internal maupun eksternal merupakan sumber daya yang sangat penting. Pemberdayaan orang-orang pada manajemen pribadi merupakan hal yang vital.
           (3) Aktivitasnya yang menunjukkan perbaikan terus menerus merupakan norma yang diharapkan, sehingga status quo merupakan hal yang tabu dalam semua bidang.
            (5) Jaminan mutu yang terus berjalan berdasarkan penilaian kinerja.
            (6) Bersikap positif terhadap koreksi kegagalan, mencakup koreksi yang lebih disukai melalui tindakan preventif yang mendukung, menyesuaikan perubahan dalam organisasi melalui kelompok penyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan.
            (7) pemikiran yang berbeda terhadap segala sesuatu dalam pencarian atau pengejaran kepuasan pelanggan.

Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena ini ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorientasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Masyarakat terus mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi sekolah. Bahkan sumber daya manusia yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.
Kondisi tersebut menyebabkan sebagian masyarakat menjadi pesimis terhadap sekolah. Ada anggapan bahwa pendidikan tidak lagi mampu menciptakan mobilitas sosial mereka secara vertikal, karena sekolah tidak menjanjikan pekerjaan yang layak. Sekolah kurang menjamin masa depan anak yang lebih baik. Untuk mengubah kinerja pelaksana pendidikan selama ini perlu memperbaiki kerusakan kejahatan, korupsi, atau kerusakan akhlak dari praktek pengelolaan pendidikan nasional umumnya, pendidikan di sekolah pada khususnya. Para kepala sekolah sebagai manajer sudah saatnya mengoptimalkan mutu kegiatan pembelajaran untuk memenuhi harapan pelanggan pendidikan. Sekolah berfungsi untuk membina sumber daya manusia yang kreatif dan inopatif, sehingga lulusannya memenuhi kebutuhan masyarakat, baik pasar tenaga kerja sektor formal maupun sektor informal. Para manajer pendidikan dituntut mencari dan menerapkan suatu strategi manjemen baru yang dapat mendorong perbaikan mutu di sekolah-sekolah.
Selain kepala sekolah para pendidik pun seharusnya mempelajari bagaimana menggunakan dan mengoptimalkan strategi dasar agar dapat berhasil melakukan perbaikan mutu lulusan dan pelayanan di sekolah. Alat-alat dan teknik mutu berarti mengenali penyelesaian masalah secara kreatif.
Program perbaikan mutu (quality improvement program) yang banyak dilakukan oleh perusahaan, organisasi jasa dan pendidikan melalui manajemen mutu terpadu, dirancang untuk meningkatkan kemampuan institusi agar dapat lebih kompetitif dengan sekolah lain. Hal ini menuntut agar lembaga memenuhi kebutuhan pelanggannya dengan biaya yang paling rendah, sehingga perlu setiap orang dalam pekerjaannya secara lebih efisien. Dengan begitu pekerjaan ulang dan pemeriksaan dalam segala kegiatannya harus dihindari melalui pencegahan timbulnya kesalahan.
Dalam rangka menghapus semua pekerjaan ulang dan pemeriksaan ulang tersebut,  menurut Faure yang dikutip oleh Syafaruddin (2002 : 76) bahwa perlu ditangani masalah-masalah yang menyebabkan individu tidak dapat menampilkan pekerjaan yang benar sejak pertama kali. Kemampuan para pegawai mengenali masalah, menelusuri penyebab asalnya, dan menerapkan tindakan perbaikan yang efektif, merupakan bangunan dasar bagi program perbaikan mutu .
Beberapa alat yang dapat digunakan dalam perbaikan mutu pendidikan menurut Edward Sallis yang dikutip oleh Syafaruddin (2002 : 77) yaitu :
1.            Gugah pikiran (brainstorming) merupakan suatu alat yang digunakan dalam manajemen mutu terpadu untuk memancing dan menghimpun sejumlah gagasan tentang isu dan masalah tertentu. Alat ini digunakan terutama apabila masalah itu sendiri belum jelas (dalam tahap indentifikasi masalah) dan juga dalam tahap analasis masalah.
2.            Jaringan kerja kemiripan (affinity network), teknik ini digunakan untuk mengelompokan sejumlah gagasan, pendapa, atau bahan-bahan kajian menurut kemiripan dan keserupaannya. Gagasan itu adalah pendapat yang mempunyai kemiripan yang dikelompokkan dalam suatu kategori yang kemudian diberi judul. Teknik ini digunakan agar tim kerja sama tidak kacau dan tenggelam dalam lautan gagasan yang simpang siur.
3.            Diagram tulang ikan (fishbone diagram or ishikawa), teknik ini memetakan hubungan antara faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap suatu masalah atau hasil yang diinginkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut disusun dalam suatu daptar yang strukturnya berbentuk susunan tulang ikan. Teknik ini digunakan apabila suatu tim kerja sama ingin mengidentifikasi dan menelaah faktor-faktor yang mengkin menjadi penyebab dari suatu maslah dalam peningkatan kualitas.
4.            Pengukuran kinerja (benchmarking) ,alat ini digunakan untuk membandingkan kinerja lembaga kita sendiri dengan kinerja lembaga lain dalam rangka mengetahui kinerja yang baku. Alat ini digunakan untuk mewujudkan keunggulan kompetitif.
5.            Pemetaan arah karier (career path-mapping), alat ini digunakan untuk mengidentifikasi tahapan-tahapan penting atau kendala-kendala yang cukup potensial dalam perjalanan karier seorang siswa. Ia digunakan apabila ingin mengetahui arah karier/bakat seorang siswa dan sekaligus mengidentifikasikan karakteristik dan baku mutu dari karier seorang pelajar. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan jenis alat dan teknik ini harus disesuaikan dengan masalah yang akan diselesaika, terutama menyangkut hal-hal berikut : (a) tingkat pemahaman anggota tim terhadap masalah, (b) tingkat kerumitan masalah, (c) tahapan dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini penting sebab tidak semua alat dan teknik tersebut sesuai untuk semua masalah.      
               
  Salah satu alternatif penanggulangan masalah ini adalah dengan meningkatkan mutu proses pembelajaran di sekolah yang bersangkutan. Mutu proses pembelajaran dapat diketahui melalui penerapan kedisiplinan pada siswa dan guru, prestasi siswa, kualitas guru, kelengkapan perangkat pembelajaran, dan aktivitas anak didik ( Mudjito, 1993 : 46).
1. Kedisiplinan
            Kedisiplinan yang baik merupakan tolak ukur pertama yang dapat dilihat oleh masyarakat terhadap suatu sekolah. Baik kedisiplinan dari pihak kepala sekolah, guru, stap, maupun  pelajarnya. Kepala sekolah yang disiplin akan berdampak disiplin terhadap guru, stap, dan pelajarnya. Begitu pula guru yang disiplin akan berdampak disiplin pada pelajarnya. Bila semua unsur sudah disiplin maka sekolah menjadi efektif. Sekolah yang efektif adalah sekolah yang mempunyai karakteristik berikut :
            a. Memiliki etos sekolah yang baik
            b. Manajemen kelas yang baik
            c. Harapan guru yang tinggi
            d. Guru sebagai contoh teladan yang positif
            e. Umpan balik yang positif dan memberikan perlakuan terhadap siswa
            f. Koordinasi kerja yang baik antara guru dan siswa
            g. Adanya tanggung jawab siswa
            h. Staf membagi aktivitas antara staf dan pelajar.(Syafaruddin, 2002 :91).

            Sekolah yang efektif  adalah tipe sekolah yang dicari oleh masyarakat, karena masyarakat menilai suatu sekolah dari hal-hal yang nampak ; Kepala sekolah, guru, staf, dan siswanya yang  datang dan pulang  tepat waktu; Keadaan sekolah yang aman, tentram, bersih, menarik, dan kondusif untuk terjadinya proses belajar  mengajar; Administrasi sekolah yang transfaran, administrasi kepala sekolah, guru, dan stap  yang lengkap dan rapih.
Bukanlah guru saja dalam menegakkan disiplin dalam suatu sekolah tetapi banyak unsur yang terkait dimulai dari kepala sekolah, guru, staf, siswa, orang tua, tokoh masyarakat, pemimpin pemuda, dan lingkungan sekitarnya. Jika salah satu atau semuanya tidak melaksanakan disiplin maka kedisiplinan di sekolah yang bersangkutan akan tampak kurang disiplin atau kedisiplinan tak terwujud.
                  Pelanggaran terhadap disiplin sekolah terlihat dan terdengar di sana sini. Murid-murid yang terjaring di pasar swalayan pada jam-jam sekolah, membolos dan terlambat datang di sekolah, dan pulang sebelum waktunya, merupakan contoh konkrit kurang disiplin di kalangan murid-murid dan sekolah tempat siswa belajar. Padahal semua pihak menyadari betapa besarnya peranan disiplin dalam pembentukan kepribadian murid. Tanpa disiplin akan terjadi kekacauan. Dan tanpa disiplin sulit membentuk kepribadian manusia Indonesia seutuhnya.
                  Kekurangdisiplinan siswa yang tidak tampak dari luar sekolah pun dapat terjadi yaitu banyak siswa yang mengganggu guru ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung.  Bila dikelompokkan perilaku yang mengganggu guru adalah : perilaku yang bertentangan dengan ajaran moral ; perilaku yang menyimpang dan agresif; serta perilaku yang mengacaukan kelas.
                  Perilaku yang bertentangan dengan ajaran moral misalnya berbicara kotor, menipu, dan menggunakan obat-obat terlarang. Perilaku yang  menyimpang dan agresif seperti berkelahi di kelas, kesukaan menganiaya kawan sekelas. Sedangkan perilaku yang mengacaukan kelas misalnya suka berteriak-teriak, sering keluar kelas, dan suka ribut-ribut di dalam kelas.
                  Bila ketidakdisiplinan tersebut sudah diketahui oleh masyarakat sekitarnya maka citra sekolah yang bersangkutan menurun sehingga masyarakat mempunyai anggapan mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan rendah. Bila persepsi masyarakat sudah demikian maka pihak sekolah akan sulit untuk mengembangkan diri dan meningkatkan prestasi karena dukungan masyarakat rendah.
2. Prestasi
Prestasi dalam kamus bahasa Indonesia adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya (Anton M. Moeliono, 1991 : 787). Bila dikaitkan dengan kata belajar menjadi prestasi belajar dan mempunyai pengertian penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru (pengertian prestasi secara sempit).
Untuk memperjelas pengertian prestasi terlebih dahulu akan dibahas pengertian belajar karena prestasi merupakan hasil dari belajar. Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian (Ngalim Purwanto, 1995 : 84). Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut maka prestasi bukanlah suatu nilai yang terdapat dalam laporan pendidikan saja melainkan suatu perubahan yang didapat dari belajar yaitu perubahan dalam tingkah laku yang didapat melalui latihan atau pengalaman. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti : perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
            Prestasi dalalam pengertian suatu hasil yang didapat setelah siswa mengalami pembelajaran. Belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil dari pembelajaran itu  disebut prestasi.   Prestasi yang diharapkan dari hasil pembelajaran secara umum sesuai dengan tujuan pendidikan nasional  adalah :
            Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan khidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negera yang demokratis serta bertanggung jawab.(Sisdiknas, 2003 : 6).

            Secara terperinci prestasi yang diperoleh dari hasil pembelajaran menurut Bloom yang dikutip Sardiman AM. (1987 :25) adalah :
            a. Kognitif domain
    • Pengetahuan, ingatan (knowledge)
    • Pemahaman,menjelaskan,meringkas, contoh (comprehension)
    • Menguraikan, menentukan hubungan (analysis)
    • Mengorganisasikan, merencanakan,membentuk bangunan baru   (synthesis)
    • Menilai (evaluation)
    • Menerapkan (application)
            b. Afektif domain
    • Sikap menerima (receiving)
    • Memberikan respon (responding)
    • Nilai (valuing)
    • Organisasi (organization)
    • Karakterisasi (characterization)
            c. Psikomotor domain
    • Gerakan bersifat rutin (routinized)
    • Initiatory
    • Pre-routine


            Bila dihubungkan dengan tujuan pendidikan nasional ketiga ranah tersebut sudah termaktub secara tersirat. Sedangkan bagian lain yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia , dan mempunyai nilai estetika  Bloom tidak mencantumkannya. Maka bagian ini merupakan ciri khas dari pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dan humanistis lebih mengutamakan bagian ini.
            Untuk mendidik para siswa supaya beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berestetika maka sekolah menyediakan pelajaran pendidikan agama yang wajib diikuti oleh seluruh siswa yang memeluk agama yang bersangkutan. 
            Realisasi dari beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, siswa yang bersangkutan rajin mengamalkan ajaran agamanya. Sedangkan siswa  yang berakhlak mulia adalah siswa yang senatiasa berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari hari, baik di sekolah maupun di luar sekolah sesuai dengan ajaran agamanya.
3. Kualitas Guru
            Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu proses pembelajaran adalah faktor guru itu sendiri. Oleh karena itu guru merupakan unsur di bidang pendidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang makin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar (transfer of knowledge), pelatih (trainer) tetapi juga sebagai pendidik ( transfer of values) yang sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa (anak didik) ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak  didik, sesuai dengan kepentingan profesi dan tanggung jawabnya.
            Seorang pekerja profesional, seorang guru harus dapat dibedakan dari seorang teknisi, karena di samping menguasi sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai dengan informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti seorang tenaga profesional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kalau kompetensi seorang mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan, sedangkan kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional ditandai dengan serentetan diagnosa, rediagnosa, dan penyesuaian yang terus menerus (Sardiman AM., 1987 :131). Dalam hal ini di samping kecermatan untuk menentukan langkah, guru harus juga sabar, ulet, tlaten, serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga diakhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan.
            Sehubungan dengan profesionalisme seseorang guru, Wolmer dan Mills mengemukakan bahwa pekerjaan itu dikatakan sebagai suatu profesi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
            a. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas, maksudnya:
                        (1) Memiliki pengetahuan yang luas.
                        (2) Memilki keahlian khusus yang mendalam.
            b. Merupakan karier yang dibina secara organisatoris, maksudnya :
                        (1) Adanya keterikatan  dalam suatu organisasi profesional.
                        (2) Memiliki otonomi jabatan.
                        (3) Memiliki kode etik jabatan.
                        (4) Merupakan karya bakti seumur hidup.
            c.Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional, maksudnya :
                        (1) Memperoleh dukungan masyarakat
                        (2) Mendapat pengesahan dan perlindungan hukum.
                        (3) Memiliki persyaratan kerja yang sehat.
                        (4) Memiliki jaminan hidup yang layak. (Sardiman AM., 1987 :132).

            Dengan kriteria tersebut guru mempunyai tugas yang berat dan unik sehingga guru harus benar-benar memainkan peran dalam melaksanakan tugasnya baik sebagai pengajar, pelatih, maupun pendidik. Berikut peran seorang guru yang berkualitas adalah :
           a. Guru sebagai informator yaitu sebagai pelaksana cara mengajar informatif,laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
           b. Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadual pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas danefisiensi dalam belajar pada diri siswa.
           c. Guru sebagai motivator yaitu guru harus mampu meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar mengajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.
             d. Guru sebagai pengarah/direktor. Dalam hal ini guru harus membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
         e.  Guru sebagai inisiator yaitu guru sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah barang tentu ide-ide tersebut merupakan ide-ide yang kreatif dan dapat dicontoh oleh anak didiknya.
               f. Guru sebagai transmitter yaitu guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
            g. Guru sebagai fasilitator yaitu guru memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar.
            h. Guru sebagai mediator yaitu guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar mengajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa.
             i. Guru sebagai evaluator yaitu guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Kualitas guru pun merupakan suatu unsur dalam mutu proses pembelajaran karena tidak akan tercipta suatu prestasi ( mutu yang baik ) bila guru yang merupakan key person-nya tidak berkualitas.  Guru yang berkualitas pasti berusaha untuk menciptakan proses belajar mengajar yang berkualitas pula.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama (key person) karena proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan siswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Hal ini sesuai dengan  tugas dan peran seorang guru di kelas.  Dalam hal ini Ahamd Tafsir (1989 : 6) memberikan gambaran tugas guru sebagai berikut:





BAGAN TUGAS GURU




Mendidik
Meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup







Profesi
Mengajar
Meneruskan dan menggembang
kan ilmu pengetahuan dan teknologi









Melatih
Mengembang
kan keterampilan dan penerapannya









Menjadi orang tua kedua









Auto-pengertian :
-          homoludens
-          homopuber
-          homosapiens
Tugas Guru
Kemanusiaan





Transformasi diri









Autoidentifikasi









Mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila

Kemasyarakatan





Mencerdaskan bangsa Indonesia

Sedangkan peran guru dalam proses belajar mengajar adalah guru sebagai demonstrator, pengelola kelas, evaluator, mediator, dan fasilitator.
Guru sebagai demonstrator (lecturer) atau pengajar hendaknya senantiasa  menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatus dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan itu turut menentukan sejauhmana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang  bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik (Ahmad Tafsir, 1989 : 8).
Peran guru yang lain adalah sebagai mediator dan fasilitator.  Sebagai  mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian jelaslah media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.
Peran guru yang lain adalah sebagai evaluator karena alangkah janggalnya suatu kegiatan belajar mengajar jika tidak dilengkapi dengan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau tidak, apakah materi yang diberikan sudah dikuasai atau belum oleh siswa, apakah metode yang digunakan sudah cukup tepat atau belum. Semua pertanyaan ini akan dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian. Jadi guru fungsinya sebagai pengevaluasi dari kegiatan yang dia kerjakan (evaluator).
            Demikian kualitas guru yang diharapkan dalam proses belajar mengajar di sekolah.


4. Perangkat Pembelajaran
Faktor lain yang dapat mempengaruhi mutu proses pembelajaran di suatu sekolah adalah perangkat pembelajaran baik yang dibuat oleh sendiri maupun yang telah dibuat oleh pihak lain. Perangkat pembelajaran dalam arti luas adalah meliputi tenaga, fasilitas, kurikulum, sistem administrasi, buku pegangan, dan alat peraga. Kedudukan alat pembelajaran akan terlihat jelas berdasarkan bagan berikut :
KEDUDUKAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR



Instrumental input:
Tenaga, Kurikulum, fasilitas, sistem administrasi, buku pegangan, alat peraga.










Raw Input
Proses Pengajaran
Hasil Langsung
Hasil akhir








Enviromental input





      Sumber : Sardiman (1987 :50).
Berdasarkan bagan tersebut jelas perangkat pembelajaran mempunyai kedudukan yang sangat penting, tanpa perangkat pembelajaran yang cukup lengkap maka proses pengajaran tidak  dapat berjalan dengan dengan baik. Dengan demikian perangkat pembelajaran pun menentukan mutu proses pembelajaran di suatu sekolah.
            Proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil dan berkualitas bila terlebih dahulu ditetapkan tujuan yang akan dicapai, metode yang digunakan, serta alat-alat yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam istilah pendidikan pendidikan tujuan yang ingin dicapai ditetapkan sebagai sebuah program yang disebut kurikulum. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk melaksanakan dan mencapai program tersebut adalah kalender akademik, program tahunan, program semester, pengembangan silabus I, pengembangan silabus II, skenario pembelajaran, desain pembelajaran, buku pegangan guru dan siswa, alat peraga dan fasilitas lain yang mendukung terhadap proses belajar di sekolah.
5. Aktivitas Anak Didik
Mengapa dalam proses belajar diperlukan aktivitas ? Sebab pada pronsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktiviatas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau azas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Jadi pendidik hanya memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik. Dengan demikian aktivitas yang diharapkan oleh para pendidik dan anak didik adalah aktivitas yang terarah dan terprogram.  
Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti lazimnya terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Berikut bermacam-macam aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah :
a.    Visual activities termasuk di dalamnya membaca, memperhatikan gambar, demontrasi, percobaan, dan meperhatikan pekerjaan orang lain.
b.    Oral activities seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.
c.    Listening activities seperti: mendengarkan uraian,percakapan, diskusi, musik, dan mendengarkan pidato.
d.   Writing activities seperti : menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.
e.    Drawing activities  seperti : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f.     Motor activities  seperti : melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, meresparasi, bermain, berkebun, beternak.
g.    Mental activities seperti : menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, ,melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
h.   Emotional activities seperti : menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup (Sardiman, 1987 : 100).

Jadi dengan klasifikasi aktivitas tersebut menunjukkan bahwa aktivitas anak didik di sekolah itu cukup kompleks dan bervariasi.  Kalau berbagai aktivitas itu dapat diciptakan di sekolah tentu sekolah tersebut akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal dan bahkan akan memperlancar peranannya sebagai pusat dan transformasi kebudayaan. Dengan demikian aktivitas sekolah tersebut dapat pula dikatakan sebagai sekolah yang mempunyai proses pembelajaran yang berkualitas.                                           

C. Pengaruh Kinerja Kepala Sekolah terhadap Peningkatan Mutu Proses Pembelajaran
                  Dengan berbekal  penguasaan metode , proses, prosedur, serta mampu mendayagunakan sarana dan prasarana yang ada, memahami prilaku, sikap, motif bawahan, mampu berkomunikasi, bekerjasama, mampu bertindak diplomatis, berakhlak mulia, memiliki motivasi yang kuat, serta ditunjang dengan kemampuan menganalisis suatu permasalahan, dapat berpikir rasional, dan dapat merancang dan melaksanakan supervisi maka proses pembelajaran di sekolah  yang berada di bawah pimpinannya dapat tercipta suatu  kedisiplinan baik disiplin dalam waktu, belajar, maupun disiplin administrasi bagi para guru. Di samping itu prestasi pun dapat diwujudkan baik prestasi yang berupa etika, estetika, kognititif maupun psikomotor pada diri para siswa.
            Di lain hal  bila kepala sekolah telah mempunyai bekal yang mantap maka dengan sendirinya kualitas guru pun akan terbina baik sebagai pengajar, pendidik, mapun pelatih.
            Dengan kemampuan diplomatis, kooperatif  kepala sekolah maka perangkat pembelajaran yang belum ada dapat diusahakan baik berupa bantuan yang berasal dari pemerintah maupun non pemerintah. Perangkat pembelajaran yang harus dimiliki minimal kurikulum, desain pembelajaran, buku pegangan guru dan siswa, serta alat peraga.
            Efek lain dari kinerja kepala sekolah adalah dapat mengarahkan dan memprogramkan aktivitas anak ketika belajar di kelas maupun di luar kelas.
Langkah lain untuk mengetahui kinerja kepala sekolah terhadap peningkatan mutu proses pembelajaran dapat dilihat dari peran dan fungsi kepala sekolah dan hal-hal lain yang ada hubungannya dengan tugas kepala sekolah, yaitu : 
1. Administrasi Pendidikan  
Administrasi menduduki sentral dalam kegiatan pembinaan dan pengembangan kegiatan dari sekelompok orang dalam usaha untuk mencapai tujuan. Pengelompokan yang dilakukan secara sadar memerlukan usaha – usaha pembinaan dan pengendalian secara sistematis. Secara umum administrasi berfungsi untuk menjalankan roda sesuatu usaha atau kegiatan agar kegiatan yang dirumuskan sebelumnya secara epektif, efisien, produktif dan rasional.
Secara luas administrasi dapat diartikan sebagai “ Keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasional tertentu untuk mencapai tujuan yang didasarkan sebelumnya  “ ( S .P. Siagan , 1973 : 13 ) sedangkan menurut M. Moch Riva’I, dijelaskan bahwa administrasi merupakan keseluruhan proses yang  mempergunakan dan mengikutsertakan semua sumber potensi yang tersedia dan yang sesuai , baik potensi personil maupun materi, dalam usaha untuk mencapai bersama suatu tujuan seefektif dan seefisien mungkin ( 1982: 57 ).
Fungsi administrasi sebagai suatu karakteristik dari pendidikan muncul dari kebutuhan untuk memberi arah kepada perkembangan dan operasi sekolah, sejauhmana peranan sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh pengadministrasian dan penataan pendidikan di sekolah.
Pengelolaan administrasi pada setiap kelompok sejumlah orang dalam berbagai bidang kehidupan termasuk di bidang pendidikan, sehingga dapat diartikan bahwa administrasi pendidikan pada dasarnya adalah penerapan kegiatan – kegiatan administrasi dalam berbagai usaha pengendalian dalam rangkaian kegiatan kependidikan yang terarah pada pencapaian tujuan pendidikan seperti yang dikemukakan oleh Oteng Sutisna ( 1983 : 17 ) bahwa administrasi pendidikan adalah sebagai berikut :
1)   Suatu peristiwa mengkoordinasikan kegiatan – kegiatan yang saling bergan      tungan dan orang – orang dan kelompok – kelompok dalam mencapai tujuan  bersama pendidikan anak;
2)   Administrasi pendidikan adalah suatu peristiwa yang membuat kegiatan terselenggara dengan efisien bersama dengan dan melalui orang atau orang – orang lain.

Administrasi merupakan suatu proses kerjasama untuk mencapai suatu tujuan  yang direncanakan, dimana proses administrasi melalui tahapan tahapan yang dimulai dari tahapan perencanan, pengorganisasian, pengarahan, pembiayaan dan pengawasan.
Sebagai manajer pendidikan kepala sekolah , tugas intinya adalah melakukan koodinasi dan pemanpaatan secara efektf sumber – sumber daya manusia dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2. Administrator
Kepala sekolah berperan sebagai administator pendidikan, dalam pelaksanakan tugasnya merupakan suatu proses pemanpaatan dan pendayagunaan dari semua potensi yang ada sesuai dengan kurikulum Depdiknas Republik Indonesia, dikemukakan sebagai berikut:  Suatu proses keseluruhan dari pada kegiatan bersama (  merencanakan, membina, mengkoodinasikan, dan lain-lain ) dengan memanfatkan semua fasilitas yang tersedia baik materil, personil maupun spirituil dalam usaha mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Menurut M. Rifa’I dalam bukunya dikemukakan : Sebagai administrastator kepala sekolah bertanggung jawab tentang kelancaran segala kegiatan pekerjaan dan harus melaksanakan semua kewajiban manajer.                
Untuk melaksanakan bidang kerja tersebut seorang administator pendidikan mempunyai beberapa bidang garapan yaitu :
1)                Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan personil yang biasa disebut     
            administrasi personil ;
2)                Mengurus dan mengadministrasikan disebut administrasi kemahasiswaan ;    
3)      Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan keuangan / finasial biasa disebut administrasi keuangan  ;
4)      Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan material, biasa disebut administrasi bangunan ;
5)      Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan perpustakaan biasa disebut administrasi perpustakaan ;
6)      Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan kurikulum biasa disebut administrasi kurikulum ;
7)      Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan bingbingan dan penyuluhan biasa disebut administrasi bimbingan dan peyuluhan ;
8)      Mengurus, mengatur dan mengadministrasikan hubungan sekolah dan masyarakat biasa disebut administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat (Ikke  Dewi Sartika, 2002 : 40).

Bidang garapan tersebut diperlukan adanya pengorganisasian yang merupakan suatu usaha bersama dalam mencapai tujuan seperti yang dikemukakan oleh Moekijet, bahwa  organisasi adalah rangka dalam dimana orang –orang bekerjasama untuk mencapai tujuan. Organisasi tersebut sangat penting karena terdapat pendelegasian tugas – tugas dan tanggungjawab dalam memotivasi dan mem.pengaruhi semangat kerja. 
3. Supervisor
Supervisor menurut arti kata  adalah berasal dari dua buah kata yang “ super “ = atas atau lebih dan “ visi “ = lihat, awasi.
Menurut M. Rifa’i supervisi adalah suatu proses, yaitu “serangkaian kegiatan yang membawa guna ke tingkat kemampuan yang lebih .
Dengan demikian, supervisi merupakan kelebihan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sehingga diperlukan kelebihan baik pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan kecakapan, serta memiliki sifat – sifat kepribadian yang menonjol, sehingga dengan kelebihanya itu seorang supervisor pendidikan dapat melaksanakan pengawasan, yaitu tentang kreativitas kepala sekolah dalam melaksanakan tugas pada sekolah yang dipimpinnya kearah perbaikan, sesuai dengan pendapat N.A. Amentebun, ( 1999 : 29) berikut ini :   “Superisi pendidikan adalah pembinaan ke arah situasi pendidikan, pembinaan yang dimaksud berupa bimbingan atau tuntutan ke arah perbaikan situasi pendidikan termasuk pengajaran / pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar. “
Dalam perananya sebagai supervisor harus berusaha memberikan kesempatan dan bantuan propesional kepada guru – gurunya untuk tumbuh dan berkembang, serta mengidentifikasikan bakat – bakat dan kesanggupanya. Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan dapat diharapkan akan menjadikan para guru dengan kreatifitasnya mampu mengolah administrasi yang sangat berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar.          
Peranan supervisor sangat diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan kependidikan terutama bagi pengembangan situasi belajar mengajar ke arah yang lebih baik, dimana administrasi merupakan alat yang mudah untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar sehingga kreativitas seorang kepala sekolah sebagai supervisor sangat dibutuhkan oleh para guru dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. 
Kepala sekolah sebagai pengawas yang mempunyai fungsi sebagai pembingbing para guru ke arah perbaikan dan mempunyai hubungan terdekat dengan para guru, di dalam melaksanakan pembinaan kepala sekolah akan lebih luwes lagi bila hubungan dengan para guru sangat erat sekali sesuai dengan pendapat Moekijat (1998 : 20) , bahwa seorang pemimpin itu harus:
1)      Bergaul dengan bawahan
2)      Meminpin soal – soal  teknis
3)      Mengadakan koordinasi dengan pekerjaan dari kesatuan atau unit – unit organiasi.
4)      Melatih pegawai – pegawai
5)      Merencanakan perbaikan – perbaikan dan metode – metode kerja
6)      Membangun semangat kerja.

Sedangkan menurut pendapat  N.A. Ametabun (1999 : 58)  bahwa, kepala sekolah hendaknya memperhatikan faktor – faktor kemanusiaan yang menyangkut semangat kerja dikatakan sebagai berikut: 
1)    Kesulitan ekonomi;
2)    Kekurangan fasilitas;
3)    Komflik – komflik pribadi, iri hati, saling dendam;         
4)    Komflik – komflik dalam masyarakat;
5)    Evaluasi supervisor yang berat sebelah;
6)    Sistem “ anak emas “ dan sebagainya.

           Dalam kedua pendapat tersebut maka sasaran supervisi ialah memberikan bantuan terhadap guru – guru dalam usaha memperbaiki situasi belajar mengajar, dimana terjadi proses interaksi antara guru dan murid untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian tugas dan tanggungjawab seorang kepala sekolah sebgai supervisor pendidikan harus pandai meneliti, mencari dan memerlukan syarat – syarat manakah yang diperlukan bagi kemajuan sekolah. 
Kreativitas dipandang sebagai variabel yang berperan sebagai strategi bahkan dapat dikatakan sebagai trigger yang menggetarkan dan menggerakan proses serta interaksi pendidikan yang bermutu  ( 1984 : 18 ). Lebih lanjut Achmad Sanusi memperkenalkan salah satu dimensi dari keberanian yang disebutnya keberanian kreatif, yang didukung oleh dimensi lainnya yakni keberanian moral, keberanian imani.  
Keberanian kreatif yaitu kemauan, kesediaan,kesiapan, kemampuan, orang untuk berlatih, mencoba, membiasakan diri menaruh perhatian sungguh, mengolah imformasi menyusun dan membentuk gagasan dan akhirannya memproduksi sesuatu dengan arti, makna, dan kegunaan baru yang lebih bermutu dari apa yang ada sebelumnya…
 
Selanjutnya menurut Achmad Sanusi ( 1984 : 15 ) orang kreatif akan menunjukan :
a. Mampu mempertimbangkan dan memilih infut – infut yang lebih sesuai, mempertimbangkan dan memilih cara –cara secara teknis maupun hubungan antara pribadi yang lebih sesuai ;
b.  Mampu memecahkan masalah sewaktu dihadapkan alternatif – alternatif yang tidak menguntungkan atau yang tidak berguna bahkan yang dapat mengakibatkan kerusakan dan kerugian dan;  
 c. Senantiasa memelihara dan melatih mengembangkan potensi dasar ke- kreatifannya yang sudah di bawa sejak lahir.
 
Konsep kreatifitas erat kaitanya dengan konsep kesehatan (healthy), aktualisasi diri dan manusia yang utuh (fully human person) (1971: 57). Kepribadian yang sehat atau aktualisasi diri dapat diwujudkan sewaktu orang merasakan kebebasan dan keterbukaan ini dapat tercipta bilamana konsep diri  seseorang secara positif meningkat. Konsep diri seseorang akan meningkat kalau berbagai kemampuannya dikembangkan. Kemampuan trsebut dapat dikembangkan jika orang tersebut memiliki keberanian untuk berusaha melakukan perbuatan – perbuatan kreatf. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Maslow dan Craig terhadap individu yang bermental sehat, berhasil mengidentifikasi beberapa ciri individu kreatif, penuh gairah, senantiasa berdedikasi terhadap segala sesuatu yang mereka yakni banyak melibatkan diri dalam keterkaitan dengan tugasnya (Moh. Amien, 1980: 29).
Terdapat kesamaan dalam mengkaji masalah kreativitas antara J.V. Glomore dengan Moslow. Keduanya mendekati kreativtas tersebut dari sudut personalitas (kepribadian). J.V. Glimore memandang kreativitas sebagai suatu potensi yang besar dan penting dalam semua aktivitas manusia ( 1974: 26 ). Selanjutnya dikatakan bahwa, orang yang kreatif adalah orang yang produktif, Glimore mengidentifikasi orang – orang kreatif sebagai berikut :
Orang yang kreatf memiliki idependensi yang tinggi, inovatif dalam mendekati masalah, selain itu memiliki kekhususan yang diandalkan baik segi teoritik maupun estetik.Ia pula terbuka dengan berbagai pengalaman dan ditandai oleh spontanitas yang fleksibel dan pandangan yang komplek. Ia bebas dari suatu kompormitas, selalu menghasilkan dan kadang – kadang intelegensinya tidak didukung oleh kemampuan akademik  (1974 : 25).

Pandangan Gilmore ini, tidak dapat dipisahkan dengan pandangannya mengenai pribadi yang produktif. Hal ini disebabkan karena kreativitas itu sendiri merupakan kualitas dari pribadi yang produktif.
            Kreativitas merupakan kemampuan individu menangkap sesuatu yang unik baginya kemudian menghasilkan sesuatu ide baru dan pemahaman baru yang berguna bagi individu tersebut. Orang berbuat kreatif karena secara potensial manusia memiliki potensi untuk kreatif, hal ini disebabkan oleh dorongan kebutuhan rasa aman dan harga diri, selain lingkungannya.
Terdapat dua unsur dalam berpikir kreatif yaitu :
1. Fluency, yaitu suatu kemampuan memecahkan persoalan dengan lancar dan cepat ;
2. Fleksibility, yaitu suatu kemampuan menemukan atau menghasilkan bermacam-macam ide untuk memecahkan suatu masalah.
            Terdapat dua unsur yang penting dalam berpikir kreatif, yakni fluency dan fleksibility. Fluency, merupakan suatu kemampuan memecahkan persoalan dengan lancar dan cepat. Fleksibilitas (fleksibility) adalah suatu kemampuan menemukan atau menghasilkan bermacam – macam ide untuk memecahkan suatu masalah.
Melaui beberapa sumber yang tersedia, berikut dikemukakan hal – hal yang dapat menghalangi seseorang untuk menjadi kreatif., yaitu sebagai berikut :
1.  Habit adalah suatu reaksi atau respons yang kita pelajari yang tampak secara otomtis tanpa dipikirkan atau diputuskan. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasan akan selalu mempengaruhi prilaku seseorang. Sesuatu tugas yang telah dipandang sebagai tugas rutin, dapat membuat seseorag tidak kreatif.
 2. Time yaitu keterbatasan waktu dan tenaga bagi seseorang dapat merupakan faktor pembatas untuk menjadi lebih kreatif. Hal ini terjadi manakala orang tersebut tidak mengatur penggunaan waktu sebaik – baiknya Dari 24 jam unuk menjadi lebih kreatif perlu disisihkan sebagai waktu bagi kegiatan – kegiatan kreatif (dalam satu hari) .
3.  Over whelmed by problem, seseorang yang diliputi permasalahan akan tidak kreatif bilamana persoalan tida segera dipecahkan, jika persoalan itu didefinisikan seta diidentifikasikan prioritas persoalan yang lebih dahulu. Prinsip yang dapat di pegang adalah melihat perbedaan antara “ what is dan what we want to be “
4. No problem, seseorang yang selalu menggunakan prinsip no poblem dapat menghalanginya untuk menjadi kreatif. Dengan prinsip ini akan timbul sifat “pandang enteng “ dan seseorang merasakan sesuatu yang sebenarnya memang merupakan persoalan.
5.  Fear of failure, perasaan takut melakukan sesuatu jangan sampai mengalami kegagalan dapat menghalangi seeorang untuk menjadi lebih kreatif. Suatu kegagalan memang memungkinkan seseorang untuk suka menyendiri, merasa kekosongan dan sebagainya. Namun apabila kegagalan ini dijadikan motivasi, orang tersebut akan menjadi lebih kreatif. 
6.  Need for one  answer now, menyeleaikan suatu persoalan hanya dengan satu – satunya alternatif dan tidak memikirkan alternatif lain, dapat menghalangi untuk menjadi lebih kreatif.  
7. Diffuly of director mental activity, seseorang yang mentalnya terganggu, dapat membuat orang tersebut sulit berimajinasi, mengeluarkan ide, menemukan alternatif – alternatif solusi terhadap suatu persoalan.
8Fear of fun, Perasan tekun atau enggan terhadap sesuatu yang dianggap lucu atau kelakar, dapat menghalangi seseorang untuk lebih kreatif. Sesuatu yang lucu dapat membuat seseorang untuk relax dan demikian akan memudahkannya memunculkan inspirasi atau membuat orang lebih kreatif.  
9.  Recognizing good solusion,kreativitas dapat terhalang, manakala seseorang selalu menganggap bahwa solusi yang diambilnya untuk memecahkan suatu persoalan selalu diakuinya sebagai suatu alernatif yang baik, menguji setiap solusi akan menambah kreativitas.
10.Criticism by other, Mengkritik orang sedang melakukan kreativitas dapat membuat orang yang di kritik tersebut terhalang kualitasnya untuk menjadi lebih kreatif menurut Robert. W. (1980: 196) menyarankan langkah – langkah dari suatu proses kreatif yang sekaligus di pandang sebagai katalisator yakni :
      (1)  mendefinisikan masalah, (2)  mengemukakan sebanyak mungkin solusi, (3)  mengidentifikasikan dan mengintensifkan solusi yang paling mungkin, (4)  mentransformasi solusi ke dalam tindakan. Proses ini sering disebut DO IT untuk memperluas dan memperdalam kreativitas.

 Sebagai seorang administrator, kepala sekolah mempunyai misi yang berkaitan dengan perencanaan, pengarahan, pengorganisasian, pengkoordinasikan, dan pengawasan / penilaian, serta hubungan eksternal. Disamping itu memiliki hubungan secara vertikal yakni bertanggungjawab ke atas (atasan langsungnya), jika dilihat dari segi keberadaan sekolah sebagai hal yang esensial. Selanjutnya hubungan horizontal, kepala sekolah bertanggungjawab ke bawah yakni dengan memimpin para guru dan personil lainya, serta hubungan dengan para orang tua murid dan masyarakat. Dengan demikian seorang administrator pendidikan perlu mereduksi konformitas di dalam sekolah, mengatasi berbagai konflik yang dihadapinya sebagai akibat dari perbedaan dua tuntutan perilaku yakni perilaku birokratik dan perilaku propesional.
4. Motivator
   Peranan kepala sekolah sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan guru dan staf. Kepala sekolah harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi guru, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam lingkungan sekolah. Bila telah terjadi dinamika yang baik di lingkungan sekolah maka tujuan yang telah ditetapkan bersama dapat dicapai dengan baik pula. Pada  peran ini kepala ada di tengah-tengah para guru sesuai dengan semboyan “ing madya mangun karsa”.
   Peran kepala sekolah yang lain adalah sebagai informator yaitu sebagai pemberi informasi kegiatan akademik maupun umum. Dan dapat pula berperan sebagai organisator yaitu sebagai pengelola kegiatan akademik, sillabus, workshop, jadual pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efesiensi dalam proses belajar mengajar. Semua ini dapat dilakukan dengan pembagian tugas kepada para wakil kepala sekolah.
   Peran kepala sekolah sebagai pengarah (director) harus lebih menonjol. Kepala sekolah dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan para guru dalam proses belajar mengajar di sekolah. Didukung pula dengan fungsi lain sebagai inisiator yaitu sebagai pencetus ide-ide kreatif kearah perbaikan yang perlu dicontoh oleh guru-guru dan stafnya. Didukung pula kepala sekolah pun harus bertindak sebagai penyebar kebijaksanaan dan pengetahuannya (sebagai transmitter) serta pemberi fasilitas (fasilitator) atau kemudahan terhadap guru-guru dalam melaksanakan tugasnya dengan menciptakan suasana sekolah yang serasi dan seimbang sehingga interaksi antar guru dan pihak lainnya lebih harmonis.    
    Keberhasilan sekolah akan dipengaruhi oleh kreativitas kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatannya sebagai administrator, supervisor, fasilitator, direktor, transmitter, informator, dan motivator . Dalam memerankan semua fungsinya itu  kepala sekolah bertugas merencanakan, mengoganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengawasi seluruh kegiatan pendidikan di sekolah sehingga tercipta mutu proses pembelajaran yang mempunyai kedisiplinan, prestasi, kualitas guru yang tinggi, perangkat pembelajaran yang lengkap, serta aktivitas anak yang terarah dan terprogram. Untuk memudahkan pemahaman semua ini penulis rangkai dalam sebuah bagan berikut :  
         BAGAN PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP MUTU PROSES PEMBELAJARAN


Peran :
Administrator, Fasilitator, informator, transmitter






Kemampuan Manajerial kepala sekolah
Proses
Mutu Proses Pembelajaran






Peran :
Direktor, Inisiator Motivator,Supervisor


        
         Sumber : Rekayasa Penulis


            Demikian hal-hal yang dapat dipengaruhi oleh kinerja kepala sekolah di suatu sekolah dasar.  

0 Response to "Skripsi BAB III PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PEMBELAJARAN SEKOLAH DASAR"

Post a Comment