BAB III
PEMBAHASAN
Karakteristik ekologi atau lingkungan perairan sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan lokasi budidaya lobster sangat berkaitan dengan karakteristik habitat dan kebiasaan hidup lobster di alam. Selain mempertimbangkan aspek biofisik-kimia perairan sesuai dengan kebutuhan hidup lobster, pemilihan lokasi budidaya lobster juga perlu mempertimbangkan aspek aksesibilitas. Kondisi perairan terhadap keadaan cuaca dan pengaruh dari daratan juga menjadi pertimbangan.
Ditinjau dari aspek aksesibilitas dan sifat keterbukaan perairan terhadap cuaca serta pengaruh dari daratan, pemilihan lokasi budidaya lobster hendaknya memperhatikan:
1. Aksesibilitas yaitu tingkat kemudahan atau keterjangkauan lokasi dari daratan untuk memudahkan mobilisasi sarana produksi.
2. Lokasi hendaknya terlindung dari pengaruh badai, angin kecang, arus kuat dan gelombang tinggi. Oleh karena budidaya lobster pada umumnya membutuhkan waktu yang relatif panjang, maka pemilihan lokasi yang cukup terlindung dari pengaruh cuaca ekstrim secara musiman mutlak dipertimbangkan. Daerah-daerah berteluk atau perairan pantai yang terlindung sepanjang tahun merupakan lokasi yang cocok untuk budidaya lobster pada KJA.
3. Lokasi budidaya lobster hendaknya terbebas dari pengaruh pencemaran yang berasal dari permukiman, industri, pelabuhan, pertambangan dan kegiatan lain yang berpotensi mengalirkan limbah ke laut.
4. Lokasi budidaya lobster hendaknya menghindari muara-muara sungai yang dapat menimbulkan penurunan kadar salinitas secara ekstrim dan pelumpuran pada saat musim hujan.
5. Lokasi budidaya lobster hendaknya terbebas dari fenomena arus balik (up welling).
Sedangkan ditinjau dari parameter fisik, kimia dan biologi perairan, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi yaitu: Dasar perairan bersubstrat keras, pecahan karang atau berpasir, pergerakan air cukup baik dengan kecepatan arus berkisar antara 20 – 50 cm/detik, kedalaman tidak kurang dari 5 meter pada surut terendah atau berkisar 7–25 m, kecarahan air 3 – 5 meter atau kondisi plankton tidak blomming, salinitas 28 – 35 ppt, suhu air 28 – 30 0C, oksigen terlarut 7 – 8 ppm, pH 7,0 – 8,5.
· Benih dan Penebaran Benih
Benih untuk menunjang pengembangan budidaya lobster masih sepenuhnya mengandalkan benih hasil tangkapan di alam. Benih hasil tangkapan di alam sangat beragam ukurannya, mulai dari ukuran kurang dari 0,5 gram/ekor yang kondisi karapasnya belum mengeras (transparan) sampai berukuran 100 gram. Benih yang berukuran kurang dari 0,5 gram/ekor biasanya terlebih dahulu dilakukan pemeliharaan pendederan sebelum dipasarkan untuk mensuplai unit-unit pembesaran. Pendederan benih membutuhkan waktu 3 – 5 bulan hingga diperoleh benih berukuran 3 – 5 gram/ekor.
Padat penebaran benih sangat tergantung pada ukuran benih yang ditebar. Benih ukuran 5 – 30 gram dapat ditebar dengan kepadatan 40 – 60 ekor/m2 luas dasar jaring, ukuran 30 – 50 gram padat penebaran 20 – 30 ekor/m2 dan ukuran di atas 50 gram padat penebaran 15 – 17 ekor/m2.
Dalam penebaran benih lobster ke KJA perlu dilakukan dengan hati-hati. Salah satu faktor kematian dalam penebaran benih adalah masalah cara adaptasi. Adaptasi adalah proses penyesuaian lingkungan oleh organisme dari lingkungan media lama ke lingkungan media hidup secara bertahap.
Suhu sangat berpengaruh dalam proses adaptasi saat penebaran benih, oleh karena itu penebaran benih harus dilakukan pada saat suasana teduh. Pagi hari, sore atau malam hari merupakan saat dimana perubahan suhu tidak terlalu mencolok. Sebelum benih ditebar, benih perlu diadaptasikan dengan cara aklimatisasi suhu (penyesuaian suhu) terlebih dahulu sekitar 15 – 30 menit sebelum dilepas di jaring.
· Shelter
Shelter berfungsi sebagai tempat perlindungan atau tempat persembunyian bagi lobster yang sedang berganti kulit (moulting) sehingga kematian udang akibat kanibalisme dapat ditekan. Bahan yang dipergunakan sebagai shelter dapat berupa potongan bambu yang diberi pemberat yang diletakkan di dasar jaring atau rumput laut jenis Gracillaria yang disebar di dasar jaring.
· Pakan dan Pemberian Pakan
a. Jenis Pakan
Pakan yang diberikan kepada lobster umumnya berupa ikan rucah segar yang diperoleh dari hasil tangkapan bagan. Namun demikian, lobster dapat juga diberikan jenis pakan lainnya seperti remis, kerang, tiram, keong sawah, bekicot, dan by product dari industri pengolahan ikan atau pemotongan ayam.
b. Frekuensi Pemberian Pakan
Pada ukuran udang kurang dari 10 gram, diberikan pakan sebanyak 30% dari biomassa dengan frekuensi satu kali sehari yaitu pada sore hari. Ukuran 10 – 50 gram diberikan pada sebanyak 20% dari biomassa dengan frekuensi 2 kali sehari (pagi dan sore hari), ukuran 50 – 100 gram diberikan sebanyak 15% dengan frekuensi 2 kali sehari dan ukuran 100 – 200 gram diberikan sebanyak 10% dengan frekuensi 2 kali sehari.
· Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengontrolan terhadap jaring sangat penting untuk mencegah masuknya hama. Sedangkan penyakit dapat muncul jika kondisi jaring tidak bersih atau terdapat sisa-sisa pakan yang membusuk tersangkut di jaring. Sisa pakan yang membusuk dapat menjadi media pertumbuhan jamur dan bakteri yang dapat menginfeksi udang terutama selama kondisi udang lemah saat ganti kulit (moulting).